Gara-gara ada lomba blog “AKU CINTA RUPIAH”,
aku ngedadak jadi pengamat dadakan. Padahal aku nggak pernah kuliah ekonomi juga
moneter, paling hanya lihat di TV dan baca media. Menurutku dari beberapa kasus
yang terjadi akhir-akhir ini, akibat dari pelemahan rupiah semakin tinggi,
banyak pengusaha dan perusahaan mem-PHK karyawannya. Padahal pelemahan nilai
rupiah bukan karena akibat dari ekonomi Indonesia namun nilai tukar mata uang
asing yang fluktuatif sangat mempengaruhinya.
Apalagi Indonesia menganut sistem kurs bebas
dalam pergerakan mata uang. Maka kurs bergerak naik turun sesuai mekanisme
pasar, namun pemerintah dapat mempengaruhi nilai tukar melalui intervensi pasar
apabila kurs naik turun melampaui batas yang ditentukan.
Yang terjadi pada tahun 1998, nilai dollar
amerika mencapai Rp 17.000, dampaknya daya beli masyarakat menurun akibat inflasi,
imbasnya harga tahu dan tempe tak terjangkau. Sebab tahu dan tempe dibuat dari
kacang kedelai yang bahan dasarnya diimpor dari luar negeri dibeli menggunakan
dollar.
Penurunan nilai rupiah yang mencapai level Rp
14.400 dua bulan lalu sangat tidak sehat, faktor eksternal berkontribusi besar.
Mata uang dollar amerika menguat, menekan hampir seluruh mata uang dunia. Oleh
karena itu seharusnya ada institusi atau lembaga yang menyarankan, agar
penggunaan barang impor dikurangi, kalau perlu diganti dengan substitusi barang
dalam negeri. Termasuk bahan dasar produk pangan.
Seperti yang aku kutip dari Republika tangal
27 Agustus 2015, pengamatan yang dilakukan oleh Peter Yacobs Kepala Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Utara diungkapkan bahwa penurunan rupiah ini jangan
membuat masyarakat panik. Sebab mata uang rupiah bukan satu-satunya yang
mengalami tekanan, “Jadi kalau melihat itu semua, sebetulnya tidak perlu
khawatir, memang yang harus kita tekankan kedepan itu bagaimana mengurangi
impor, makanya pengusaha diminta mencoba lihat apa produk impor yang bisa buat
disini (dalam negeri)”, ungkapnya.
“BI melakukan sejumlah kebijakan sebagai
upaya menjaga nilai rupiah tetap stabil, walaupun diakui pengaruh ekonomi
global cukup membuat kita tertekan”, jelasnya. Sejumlah kebijakan telah
ditempuh Bank Sentral Republik Indonesia, antara lain kebijakan fixed rate interest rate, menurunkan
batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying, dari yang berlaku saat ini 100 ribu dollar As menjadi
25 ribu dollar AS per-nasabah perbulan. Melakukan pembelian surat berharga
(SBN) dengan tetap memperhatikan dampaknya pada ketersediaan SBN bagi inflow dan likuiditas pasar uang dan beberapa
kebijakan lainnya.
“Walaupun demikian kondisi ekonomi Indonesia
masih terkendali”, ujar Gubernur Bank Indonesia, Agus D. Matrowardojo dalam
sebuah acara wawancara di media televisi tanggal 26 Agustus 2015. Ia juga
menilai “tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena fundamental ekonomi masih
terjaga, kinerja sektor perbankan relatif baik. Permodalan masih 20%, NPL 1,4
%, pertumbuhan kredit 10% dan LDR Cuma 88%. Saat ini peran koordinasi antar
institusi dan otoritas terkait teruas dilakukan dalam menyikapi perkembangan
ekonomi global dan memperkuat struktur perekonomian, sehingga belum diperlukan
tindakan khusus untuk membentuk tim, karena mekanismenya sudah berjalan”.
Sebenarnya dengan kondisi rupiah yang melemah
ini, prioritas sekarang adalah bagaimana usaha kita untuk membuat suplai dollar
tetap ada didalam negeri. Caranya antara lain adalah mengingatkan para
pengusaha dan masyarakat untuk melepas dollarnya, sebab dollar amat dibutuhkan
untuk memasukan barang impor. Jangan menyimpan dolar terus sehingga akhirnya
dolar sekarang ini sudah pada posisi under
value.
Memang banyak pengusaha yang khawatir sebab mereka
memiliki utang luar negeri, namun himbauan BI haruslah tetap diperhatikan agar
semua pihak punya komitmen untuk melakukan reformasi struktural termasuk jangan
hanya mengandalkan kegiatan bisnis pada ekspor sumber daya alam. Masyarakat
harus lakukan proses nilai tambah dan membangun infrastruktur karena itu bisa
menarik investor ke Indonesia.
Selain melakukan apa yang sudah dianjurkan
oleh Bank Indonesia, masyarakat juga hendaknya menyadari, bahwa kondisi rupiah
yang melemah bukan hanya faktor dari luar tadi, namun ada juga faktor internal.
Antara lain :
1. Penggunaan bahan bakar (BBM).
2. Penggunaan produk dalam negeri yang sangat kurang
3. Kebijakan pemerintah yang belum mendukung
ekonomi kerakyatan
4. Birokrasi layanan yang berbelit
5. Paket kebijakan ekonomi yang tidak menjaga
standar harga
6. Suap
7. Pengutan Liar
8. Korupsi
Untuk membantu menjaga agar rupiah tetap stabil, masyarakat
yang sudah mampu sudah selayaknya mengubah luar negeri minded. Mereka harus sadar kalau memakai barang luar negeri hanya
melemahkan rupiah, mulai dari sekarang perbanyak mengkonsumsi produk buatan
negeri sendiri, baik barang maupun bahan pagan. Sebagai warga BI yang tahu
pengelolaan moneter, kita harus berusaha dan menjaga rupiah, agar nilainya tak
terpuruk lagi dengan melakukan usaha yang jujur. Jangan melakukan usaha dengan
rekayasa keuangan, apalagi berspekulasi.
Pelemahan nilai mata uang tidak hanya menimpa rupiah. Oleh
karena itu untuk mewujudkan cinta kita pada Indonesia, dalam bertransaksi
gunakanlah rupiah baik tunai maupun non tunai sebagai alat pembayaran.
Masyarakat masih banyak yang menggunakan produk impor mulai dari barang
asesoris sampai BBM. Makanya biar rupiah terjaga nilainya dan membuat sistem
keuangan stabil, semua yang berbau komponen impor kurangi kalau perlu jauhi.
Tindakan nyata sebagai Pegawai Bank Indonesia harus dibuktikan,
cinta kita pada rupiah bukan sekedar cinta, namun cinta yang dalam dengan kasih
sayang penuh perhatian. Gunakan rupiah dengan baik dan benar, pelihara kondisi
rupiah dengan bijak, perlakukan layaknya barang kesayangan, meletakannya
ditempat kering, tidak men-stapler
uang, tidak mencoret-coret, tidak menggunting, tidak melubangi, memotong
apalagi membuat lecek sampai robek. Kita harus bisa menjaganya agar uang itu
tetap utuh dalam kondisi prima dan layak edar, letakan ditempat yang baik dan
benar.
Jika hal itu sudah dilakukan, jangan lupa dalam bertransaksi
harus menggunakan rupiah sebagai alat pembayaran, sebab tujuan Peraturan Bank
Indonesia No 17/3/PBI 2015 diterbitkan untuk meredam ruang gerak masyarakat
serta pelaku usaha dalam menggunakan mata uang asing. Baik dalam penerbitan
nota pembayaran, invoice, maupun
kwitansi kecuali untuk transaksi pelaksanaan APBN.
Guna
memperkuat agar rupiah tak lagi mudah terdepresi dengan mata uang manapun, kalau
mau jujur ada beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain :
1. Menaikan harga BBM untuk mengurangi biaya
subsidi
2. Jika pasar mulai bergejolak, pertajam intervensi
Bank Indonesia
3. Naikan suku bunga fasilitas simpanan Bank
Indonesia
Mudah-mudahan
semua yang dilakukan BI berjalan dengan baik, sehingga penguatan rupiah pun
tidak terlalu berlebihan. Inflasi rendah, ekonomi lancar, pengusaha dan
masyarakat sama-sama diuntungkan. Memperkuat
nilai tukar rupiah sangat penting karena inilah salah satu kunci menjaga
ketahanan ekonomi nasional. Demikian pemikiranku dari hasil melihat dan membaca
diberbagai media informasi, sebagai pengamat instan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar