Senin, 21 September 2015

Gaya Baru

Satu – dua dasawarsa lalu, kita masih banyak menemukan kantor-kantor atau toko tutup jam 2 siang dan menerima situasi tersebut sebagai hal yang biasa. Bila kita menemukan situasi semacam itu sekarang, kita pastinya tertawa dan akan segera memberi cap “jadul”..! Kini, bukan cuma rumah sakit yang memberi pelayanan 24 jam. Apotik, supermarket, perbankan, wartel, bengkel dan toko kebutuhan sehari-hari pun berlomba-lomba memberi layanan sepanjang hari. Bukankah kini tidak aneh lagi kita melakukan diskusi, meeting, pelatihan dan pertemuan bisnis sampai tengah malam? Bekerja “long hours” telah menjadi rutinitas, bekerja saat weekend seakan sudah menjadi hal yang biasa. Bisakah kita bayangkan, apa jadinya bila kita tidak menemukan gaya baru dalam menghadapi situasi yang serba berubah seperti ini?



Kita lihat banyak organisasi yang menuntut karyawannya untuk bekerja lebih keras, lebih cepat dan menerapkan prosedur dan disiplin yang kaku. Namun, ternyata tetap saja mereka mengeluhkan kinerja dan produktivitas yang tidak sesuai harapan. Di tengah situasi kerja menekan, kita pun sering mendengar karyawan mengeluhkan atasannya: yang tidak ada puasnya lah, yang sering berubah-ubah lah atau memeras tenaga.

Bagaimana kita menyikapi suasana kerja yang seakan-akan tidak lagi menyenangkan? Tuntutan ekonomi, sosial dan global begitu mengharuskan kita berpikir keras untuk me-refresh gaya kerja kita. Bila kita merasakan organisasi tidak berganti gaya selama puluhan tahun dan suasana bekerja tidak lagi bergairah, bukankah itu juga tanda-tanda kuat kita perlu berganti gaya atau bahkan berganti arah?


Tertutup atau Terbuka?
Mana yang lebih baik, menahan dan menjaga rapat-rapat “rahasia dapur” kita atau membiarkan desain, produk dan distribusi kita bebas diakses dan dimanfaatkan seluas-luasnya? Tahukah Anda bahwa banyak akademisi handal di negara kita ternyata menyimpan rapat hasil penelitian mereka yang canggih dan bisa bermanfaat luas? Ada yang kuatir hasil karyanya dicontek orang, ada yang berstrategi untuk bertahun-tahun mencari mitra dan waktu yang tepat untuk mempublikasikan karyanya, sampai tak jarang karyanya sama sekali tidak sempat terpublikasikan atau bahkan menjadi basi. Masih bisakah kita menerapkan pendekatan menahan, menjaga dan menyimpan di jaman yang terus berubah seperti ini?

Dulu, perusahaan yang jeli menangkap kebutuhan pelanggan, jago memprediksi tren pasar, memiliki sistem dan prosedur yang lengkap, bisa kita pastikan akan merajai pasar. Mereka bisa “menangkap” banyak pelanggan dengan pendekatan yang kita kenal dengan Push Platform.  Namun, beberapa perusahaan kelas dunia sekarang justru meninggalkan mindset ini. Mereka tidak lagi mengejar pelanggan, tak lagi berorientasi memenuhi kebutuhan pelanggan, namun mereka membebaskan diri berinovasi, membuka diri terhadap masukan, belajar dari bidang yang berbeda, menciptakan nilai-nilai baru, menonjolkan keunikan produk dan layanan mereka. Ujung-ujungnya, pelanggan yang malah mengejar mereka. Gaya baru, “Pull Platform” inilah yang memampukan organisasi tidak sekedar bisa mengejar ketinggalannya, namun sebaliknya meng-attract values.

Perusahaan atau individu yang berorientasi menahan, menjaga, merahasiakan, apalagi memikirkan keuntungan diri sendiri kita lihat jadi sulit untuk bersaing dengan perusahaan yang terbuka, fleksibel, berinovasi dan mengandalkan strength values. Bukankah kita melihat perusahaan-perusahaan Cina dan India maju begitu pesat dengan open production, open distribution dan proses design yang kreatif? Contoh yang paling nyata yang dilakukan Adidas dalam Adidas X David Beckham 2010 Lookbook. Manajemen Adidas mengungkapkan:” Adidas is going from strength to strength” . Kompetisi sudah tidak bisa kita lakukan dengan parameter uang lagi, demikian ungkap mereka, tetapi lebih kepada value creation.



Kolaborasi vs Senioritas
Bila dulu orang takut memangkas semua yang berbau senioritas karena bukti bahwa pengalaman sangat diperlukan dalam menjalankan bisnis, saat sekarang pembuktian terbalik sudah terjadi. Semakin kita menunggu orang agar berpengalaman, semakin lambat juga perkembangan perusahaan. Satu satunya jalan adalah berkolaborasi. Semakin banyak partisipasi dan interaksi, semakin kinerja terakselerasi. Inilah gaya kerja dan manajemen perusahaan perusahan India dan Cina,  seperti Li & Fung, Dachangjiang Group, Tata Group. Mereka yang dulunya terbelakang, sekarang menjadi buah bibir dan fokus bahasan manajemen gaya baru, karena pendekatan yang memanfaatkan upaya network-centric- nya.
Sebagai individu, kita masing-masing pun perlu terbuka dan berorientasi untuk berkolaborasi. Hal yang sering terlupakan adalah menelaah dan menghargai diri sendiri dan perusahaan kita sebagai kekuatan yang penting. Kita sendiri sering tidak sadar bahwa ada enerji lebih dan power di dalam diri kita. Kita perlu meyakini kekuatan kita untuk bereksperimen, mengambil resiko, bahkan membuat perubahan. Kita perlu berpikir apa kekuatan diri kita yang bisa kita kontribusikan untuk menjadi nilai tambah pada tim dan pada pasar.

Selanjutnya, kita perlu memompa dan menggali apa yang secara lembaga atau individu bisa kita kawinkan, campur, kooperasikan dengan pihak lain. Bayangkan bila dalam sebuah perusahaan yang isinya 1000 orang semua orang berniat membuat 1 perubahan saja. Apalagi setiap individu itu kemudian mengkolaborasikan upayanya dengan teman yang lain. Perusahaan seperti ini pasti bisa membuat inovasi tanpa susah-susah berpikir keras lagi. Kita perlu meyakini bahwa kita memang terlahir imajinatif dan resourceful.


Menyuburkan “Passion
Setiap CEO yang ditanya apa yang paling penting dalam organisasinya, akan menjawab satu kata: manusia. Namun, bila pengembangan talenta dalam organisasi mandek, biasanya top manajemen akan langsung menunjuk pada program-program pelatihan, coaching, mentoring dan segala macam upaya pengembangan SDM yang canggih dan mahal.
Bila manusia dan talenta benar-benar penting, mengapa jarang kita dengar CEO yang segera menyingsingkan lengan baju untuk menangai sendiri orang-orang penting yang butuh pengembangan? Mengapa tidak banyak CEO yang menyatakan komitmen terhadap peningkatan passion di perusahaan? Padahal, passion jauh melampaui kepuasan, baik pelanggan maupun karyawan. Hanya bermodalkan passion-lah, kinerja bisa meningkat ekstrim. Hanya passion yang menyebabkan karyawan tidak melakukan hitung2an “What’s in it for me”. Kita lihat, pendekatan pada manusia pun membutuhkan gaya baru. Jika tidak, kita tidak hanya membuat diri kita rawan kehilangan pasar dan pelanggan, namun juga ditinggalkan karyawan kita sendiri.(Eileen Rachman & Sylvana Safitri)



Kamis, 17 September 2015

Transaksi Keuangan Manual

Seiring kemajuan jaman, teknologi berkembang dengan pesatnya, khususnya untuk melakukan transaksi penarikan uang. Beberapa tahun lalu transaksi menggunakan ATM belum familier, termasuk Pegawai Bank Indonesia di awal tahun 1990-an masih awam akan hal tersebut.

Masih teringat sampai kini bagaimana susahnya jika waktu gajian tiba, banyak Pegawai yang antri untuk menerima insentif yang diberikan lembaga . Saat itu seluruh Pegawai BI masih menggunakan amplop untuk menerima gaji-nya, jumlah besaran gajinya terpampang diamplop tersebut. Sehingga orang lain dapat melihat besar kecil gaji seseorang saat kita menerima amplop dari ketebalannya. Sudah bisa ditebak, jika amplopnya tebal pasti sedang menerima uang cuti atau uang jasa (sekarang istilahnya IPK).



Setiap waktu gajian Pegawai membludak antri didepan loket kas, yang berada di Gedung Thamrin, Gedung Kebun Sirih maupun di Gedung BI Kota. Sehingga kalau gajian tiba waktu kerja banyak tersita untuk mengambil amplop, belum lagi ditambah TENTARA DAN POLISI  juga dulu mengambil gajinya di BI. Makanya jika waktu gajian suasana lobby ketiga gedung tersebut menjadi hiruk pikuk.

Pegawai BI yang diterima kerja pada akhir tahun 2006-an, nggak merasakan hal ini. Sebab sejak itu penerimaan insentif diberikan melalui REKENING SIMPANAN PEGAWAI (Rekening KS), termasuk segala fasilitas pinjaman yang diberikan. Hampir semua Pegawai merasa beruntung menyimpan uangnya di rekening KS ini, sebab bunganya lumayan nilainya jika dibandingkan dengan bunga perbankan pada tabungan/simpanan kita sekarang.

Seandainya seorang Pegawai membutuhkan uang untuk keperluan sehari-harinya, maka dia harus menarik uangnya menggunakan formulir Rekening KS (KWITANSI BANK INDONESIA). Sebelum melakukan transaksi, Pegawai tersebut harus menghubungi BAGIAN AKUNTING untuk MENGECEK SALDO, karena bagian tersebut yang mengelola transaksi penarikan dan simpanan rekening Pegawai.



Setelah permohonannya divalidasi, maka formulir tersebut mengalir sesuai alurnya, prosesnya mulai dari penerimaan hingga pembayaran diloket kas, durasinya sangat lama, biasanya pagi hari permohonan diajukan, maka setelah jam istrahat baru pembayaran dapat dilakukan. Jika ingin pecahan tertentu, bisa menulis pecahan yang diinginkan dibelakang kwitansi tersebut. Saat pembayaran maka kasir akan memberikan sesuai request.

Setelah itu di awal tahun 2002-an, terjadi lagi perubahan. Mulai tahun ini, Bank Indonesia menciptakan MESIN KASIR OTOMATIS (MKO). Yaitu sebuah mesin sejenis ATM, yang dimiliki BI guna menampung transaksi Pegawai. Sehingga Pegawai tidak lagi mengguakan formulir BI untuk melakukan transaksi.

Namun karena perkembangan teknologi pelayanan perbankan begitu pesat, usia MKO ini tidak lama. Sejak tahun 2006 seluruh penerimaan insentif Pegawai dari BI, disalurkan melalui perbankan seperti saat ini. Oleh karenanya kini hampir setiap Pegawai memiliki banyak rekening dan kartu ATM, guna memudahkan transaksi keuangannya.   


Selasa, 01 September 2015

K i k a n

Sudah lama Kikan nggak muncul, nggak seperti saat di masih dalam Grup Band “COKLAT”, hampir setiap hari wajahnya dan penampilannya dapat kita nikmati melalui layar televisi di rumah. Namun sore itu dia datang  bersama Widhi B3 ke Ruang Chandra di Gedung Kebun Sirih KPBI, menjadi juri lomba Vokal Grup Antar Bidang yang diselenggarakan dalam rangka perayaan HUT RI ke 70 di Bank Indonesia.



Kikan kini berkarir dalam dunia musik sebagai penyanyi solo, dia menjalaninya dengan sepenuh hati. Walaupun pada awalnya dia merasa gugup karena nggak yakin yang mengiringi dapat mengikuti alunan suara yang dia lantunkan, dan bangga karena dia dikenal sebagai KIKAN COKLAT  bukan  NAMARA SURTIKANTI, seperti nama aslinya.

Melalui kemampuan suaranya membuat lagu “BENDERA “ ciptaan coklat booming sampai saat ini, apalagi disaat perayaan HUT RI hampir disetiap penampilannya masyarakat request lagu itu. Sehingga dia kini terkenal dengan penyanyi acara 17 Agustusan, walau sudah tak bersama coklat namun dampak lagu BENDERA masih kuat hingga kini. Setiap bulan Agustus jadwal nyanyinya padat banget, karena orang yang merayakan tujuh belasan ngundang untuk tampil.

Suaranya yang identik dengan lagu rock mempunyai penggemar tersendiri, ini terbukti disetiap penampilannya yang kebanyakan kaum penyuka musik cadas tersebut. Termasuk Kaka dan Bimbim personel SLANK mengaguminya, karena karakter suaranya.



Gaya menyanyinya juga masih seperti Kikan yang ada di Band Coklat, melankolis, energik, atraksi panggungnya menarik, berdialog santai dengan penonton sambil diselingi humor dan canda tawa. Pakaian yang dikenakan pun masih suka dengan warna hitam agak longgar, asesoris sederhana, tanpa sepatu highheels sehingga kelihatan casual banget.

Kikan… semoga sukses dalam karir yang baru, dan keluarganya selalu mendapat rahmat, hidayah dan barokah dari Allah SWT.




Konser Mini Ari Lasso

Ikut prihatin dengan kondisi rupiah yang terpuruk saat ini, Ari Lasso menghibur  jajaran Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia serta sejumlah Pegawai BI yang hadir sore itu dengan menyanyikan lagu “PENJAGA HATI”. Sebab dia yakin bahwa seluruh personil yang ada di BI pasti sudah bekerja keras dengan segala upaya untuk membendung keperkasaan US $ yang semakin menguat.



Sebagai seorang penyanyi, Ari Lasso mengaku nggak bisa berbuat banyak tatkala melihat Bank Indonesia sibuk menghadapi tekanan dollar, kecuali ikut pasrah dan berharap rupiah segera menguat dalam waktu dekat sesuai dengan nilai fundamentalnya. Sehingga dengan uang dollar yang dimilikinya, dia nggak perlu melakukan transaksi ke money changer.

Selama berkarir didunia tarik suara, baru di kali ini dalam karirnya dia melakukan pertunjukan penontonnya duduk. Selama ini penonton selalu berdiri, lalu ikut berjoged bersama didepan panggung, bahkan melakukan foto selfi. Namun di BI suasananya berbeda, semua penonton berpakaian rapi tetapi hafal semua lagu-lagunya dan heboh.



Ditengah konser tunggalnya dalam acara penutupan perayaan HUT RI yang ke 70, di Ruang Chandra-Gedung Kebun Sirih Kantor Pusat Bank Indonesia, hari Jum’at tanggal 28 Agustus 2015, sambil menggendong gitarnya, dia mengajak penonton untuk nyanyi bersama lagu “ARTI CINTA”. Sebagai tanda bahwa walau kita sedang dilanda krisis rupiah, kita semua harus tetap bergandeng tangan sampai dengan prahara ini berakhir.

Ratusan penonton yang memadati Ruang Chandra kala itu, adalah mayoritas pimpinan Satker pun akhirnya ikut berdiri, bergembira, mereka ikut menyanyi bersama solois asal Jawa Timur ini sampai tuntas. Seolah yakin bahwa  hari esok rupiah akan menguat sehingga masyarakat nggak perlu resah lagi, makanya ditembang selanjutnya Ari mengulangi mengajak insan yang hadir untuk melantunkan lagu”HAMPA”, dia meninggikan suaranya saat tiba pada lirik “HAMPA TERASA HIDUPKU TANPA DIRIMU, ADAKAH DISANA KAU RINDUKAN AKU, SEPERTI DIRIMU YANG SELALU MERINDUKANKU”, cetusnya.



Selanjutnya Ari melatunkan lagu-lagu terbaiknya mulia dari “CINTAILAH DIA SEPENUH HATI”, “PERBEDAAN”, ”MISTERI ILAHI”. Sebagai penutup Ari menembangkan lagu “BADAI PASTI BERLALU”, dengan penuh keyakinan bahwa awan hitam di hati yang sedang gelisah, daun-daun berguguran satu jatuh kepangkuan, akan  kembali ceria. Gejolak ekonomi yang ada berubah menjadi stabil,  kepercayaan masyarakat kembali, dan Bank Indonesia nggak perlu melakukan intervensi karena rupiah menguat.