Kamis, 22 Agustus 2013
Gramopon
Saat aku ada tugas di Hotel Sari Pan
Pacifik Jakarta, aku melihat ada sebuat alat pemutar pringan hitam tahun jebot.
Namanya “Gramophone” (gramopon), siapa yang belum kenal Gramopon ?, alat
pemutar musik yang menggunakan piringan hitam. Nama Gramopon berasal
dari Emilie Berliner yang pada tahun 1888 menemukan piringan hitam jenis baru dan
mematenkannya di bawah label Berliner Gramaphone. Pada tahun 1918 masa
pematenan berakhir, semua label pun berlomba-lomba untuk memproduksi piringan
hitam. Pada masa itu, kebanyakan pemilik gramophone masih terbatas pada
kalangan menengah atas saja.
Asal
tau aja kalau yang namanya Grammy Award, atau ajang musik dunia di Amerika itu
juga diambil dari nama “gramophone”. Saat ini gramopone hanya ada pada tempat-tempat
dan orang orang tertentu yang menyimpannya.
Rabu, 21 Agustus 2013
Mancing
Mancing adalah salah satu hobi yang mengasyikkan , mancing melatih pikiran untuk fokus, hoby
ini bisa mengajarkan orang untuk bersabar. Meski kalau sepintas dilihat cuma
diam dan menunggu, banyak orang bilang ini adalah pekerjaan yang membuang waktu.
Tapi untuk bisa mendapatkan ikan juga dibutuhkan konsentrasi. Sedikit hilang konsentrasi pada pelampung yang
bergerak, kemungkinan pakan yang ada di mata kail hilang.
Memancing
sensasinya selalu membuat kita ketagihan, berbagai cara, berbagai jenis,
disiapkan untuk membuat umpan agar ikan mau makan umpan kita. Kesabaran pemancing pun kadang juga
bisa dilihat saat ia menarik joran yang sudah di tarik ikan. Teknik yang bagus akan memberikan
hasil ketika ikan diangkat, kalau
terburu - buru menarik senarnya mungkin saja ikannya malah lolos apalagi kalau ikannya
yang besar. Ternyata orang memancing masih butuh pengetahuan dan kejelian.
Banyak
pemancing bilang bahwa kadang – kadang setelah mereka memancing seharian, mereka pulang ke rumah
tanpa hasil apa – apa. Ikan kecil pun tidak, tetapi masih bisa tersenyum padahal kalau diitung - itung biaya
untuk beli pakan, pancing, biaya perjalanan kalau dibelikan ikan di pasar udah
bisa buat makan sekeluarga. Namanya juga hoby, kata orang bijak, hobi itu tak kenal harga,
yang namanya kesenangan itu tak bisa dinilai dengan uang asal stress ilang,
perasaan plong, tubuh bugar. Hmmm… mau habis duit berapa, nggak peduli?
Sebagai negara yang memiliki perairan
lebih luas dari daratan, rasanya tak sulit mencari lokasi memancing. Namun bagi
mereka yang enggan pergi ke laut, danau dan sebagainya, wisata memancing masih
dapat dilakukan di tambak atau empang pemancingan.
Salam Senyum
“Segala sesuatu kegiatan atau
pekerjaan sebaiknya selain membaca bismilah
diawali dengan juga senyum, Bukan karena pekerjaannya
menyenangkan, lalu kita`tersenyum. Tapi karena kita`tersenyum, maka pekerjaan
jadi menyenangkan”.
Demikian awal
pembicaraan kami dimulai ketika menjumpai Mas Nur dalam acara “Edutaiment
Positive Mind” yang diselenggarakan oleh Grup Pengamanan Bank Indonesia bekerja
sama dengan “Mahadibya Nurcahyo Cakrasana” pada tanggal 13 dan 14 Oktober 2012
di Hotel Royal Bogor.
Mahadibya
Nurcahyo Chakrasana yang disingkat MAHADIBYA adalah konsultan pendidikan dan
pelatihan (edutainment) yang memfokuskan diri pada pemberdayaan potensi &
ekspresi mental-spiritual, melalui pendekatan keseimbangan dan keselarasan
aplikasi qalbu (hati), pikiran (akal) dan perilaku (usaha). Mahadibya didirikan
pada tahun 1993 oleh Nurcahyo Adi Kusumo yang dilandasi oleh kebutuhan mencari
metoda-metoda untuk menyusun atau menata kembali budaya dan filosofi kehidupan
(visi, misi) dari perseorangan, organisasi, maupun perusahaan melalui potensi
kepemimpinan (ketauladanan) intelektual, mental dan spiritualnya. Dengan
filosofi "CREATIVE PARTNER for
PROBLEM SOLVING", Mahadibya memposisikan dirinya sejajar dengan
partner kerjanya dan mencari kenyamanan dalam mengali solusi dan motivasi
praktis dan aplikatif. Mahadibya adalah partner untuk berbagi ilmu pengetahuan,
membuka wawasan baru, menyamakan persepsi dan mengembalikan setiap individu
maupun perusahaan kepada fitrah dan paradigma kehidupannya.
Dalam kata
sambutan pembukaannya, Direktur Depertemen Logitik dan Pengamanan menyampaikan
harapannya bahwa dengan mengikuti pelatihan ini diharapkan Pegawai dapat berperilaku dan
bersikap postip dalam segala tindakan serta menjadikan Pegawai tanggap dan
tangguh dalam menghadapi semua permasalahan.
Peserta yang mengikuti pelatihan ini
seluruhnya berjumlah 34 orang Pegawai organik Kantor Pusat Bank Indonesia.
Wajah wajah cerah dan ceria tergambar setelah peserta mengikuti pelatihan ini
karena dalam pelatihan ini banyak dipelajari mengenai tiga komponen, yaitu
nafsu, akal, dan hati. Ketiganya harus seimbang sehingga bisa
mengurangi stres, memperkuat kekebalan tubuh, memerangi penyakit, dan
meningkatkan kemampuan untuk mendengarkan batin. Pendeknya, pegawai diajari
untuk mengenal diri sendiri. Selain itu
Mas Nur sangat menganjurkan agar peserta selain berihktiar juga banyak
melakukan doa karena kekuatan do’a akan terjadi bila
peran otak dan hati seimbang. Seimbangkan mereka dengan selalu mencari makna
positif dari apapun yang dijumpai.
Sebelum pelatihan berakhir dalam sambutan penutupnya Pejabat
BI berpesan pada peserta ”Sahabat
tersenyumlah bukan karena hidup bahagia, lalu kita tersenyum tapi karena kita
biasa tersenyum, maka hidup kita jadi bahagia”
Paskibra BI 1986
Walupun sudah lebih dari 27 tahun yang
lalu, kami anggota Paskibra BI tak akan pernah melupakan apa yang telah kami
lakukan pada upacara HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 1986. Disaat itu jadi Paskibra nggak semudah yang
dikira, selain performance-nya harus oke,
semakin hari latihannya semakin berat. Apalagi mengenai kedisiplinan sangat
ketat, mulai dari kehadiran sampai waktu latihan.
Suatu
kehormatan dipercaya untuk mengibarkan bendera merah putih, Pegawai dari
berbagai departemen yang menjadi paskibra semua tak mengenal baris berbaris
sebelumnya. Tapi dengan latihan yang rutin serta semangat juang sekeras pahlawan
ditahun 1945, bendera berkibar dengan gagahnya. Paskibra BI telah membuat citra
Bank Indonesia menjadi sebuah lembaga yang menghargai dan menghormati pendahulu
kita, dalam merebut kemerdekaan kemudian mewujudkan cita cita luhur kehidupan
bengsa yang bebas, berdaulat, adil dan makmur.
Mudah-mudahan
dengan semangat nasionalisme Paskibra yang tinggi dari dulu sampai
sekarang, serta kekompakan dan kerjasama yang baik antara elemen Pegawai,
BI menjadi lembaga yang terhormat, menjadi bank sentral terbaik dikawasannya tanpa
meninggalkan identitas karakter kebangsaannya.
Mimpi Dan Kenyataan
Membangun
dan merubah suatu system dalam organisasi adalah cita cita dan harapan yang
besar, banyak energi dan biaya yang keluar, mulai dari perencanaan sampai
pelaksanaannya. Aku senang melihat semua elemen dikantor sibuk dan terlibat.
Ketika melihat batu bata dan batu kali mulai ditata untuk membuat dinding dan
pondasi, pada rapat rapat ditiap departemen melalui Struktur Organisasi Level
Atas (SOLA). Tahap ini adalah tahap yang sakral. Menata batu bata untuk
mendirikan sekat merupakan pernyataan suatu keseriusan untuk mewujudkan sebuah rumah.
Suatu tindakan dari yang semula berupa rancangan atau mimpi-mimpi di atas
kertas menjadi akan sesuatu yang nyata.
Mimpi
menjadikan suatu organisasi yang handal dan tidak kaku, karena sudah banyak
fungsinya diambil alih Organisasi Jasa Keuangan (OJK). Bank Indonesia (BI)
telah mempersempit tugasnya kedepan, namun fleksibiltas dan pengaruhnya harus
tetap menyediakan ”ruang yang sangat
luas” bagi Pegawainya untuk mengolah, bermain bahkan bermimpi di dalamnya untuk
mencapai cita-cita. Tetapi ketika kita membuat sekat atau dinding,
maka saat itu juga kita akan tahu bahwa mimpi kita mulai dibatasi. Ruang
bermain tempat merancang cita-cita yang semula tampak luas pelan-pelan
tereduksi. Pandangan dan gerak kita menjadi nggak seluas semula.
Rencana dan visi serta misi adalah
suatu nilai penting dalam hidupnya suatu organisasi. Visi dan misi organisasi
memiliki harapan. Tetapi sekali lagi, mendirikan dinding adalah wujud sikap
serius dan tanggung jawab agar organisasi tidak hanya hidup di dalam mimpi.
Dinding adalah konsekuensi untuk terwujudnya organisasi, tempat pegawai
mengelurkan ide dan kinerjanya, dan menjadikan mimpi lebih nyata dan berguna. Setiap atasan harus lebih banyak melakukan
interaksi mungkin sekedar obrolan ringan mengenai indek kenerja utama, sehingga
Pegawai terangsang untuk melakukan kompetisi secara positif . Selain dengan
menambah pengetahuan dan PMK, dengan begitu Pimpinan satuan Kerja bisa
mendapatkan kemampuan yang maksimal dari seorang Pegawai terendah sekalipun.
Apabila hari ini ada cita cita atau
harapan yang tak sesuai dengan kenyataan, apa yang harus dilakukan?
pasrah ? atau ingin mencoba meraihnya kembali?. Kunci untuk melakukan keberhasilan adalah
komunikasi, pastikan antara atasan dan bawahan memiliki pemahaman yang jelas
dengan semua pekerjaannya termasuk jadwal penyelesaian tugasnya. Bank Indonesia
adalah rumah idaman, tentunya kita ingin memastikan bahwa rumah atau organisasi
berjalan sesuai rencana dan tepat waktu. Bekerja sama dengan dengan bawahan,
pada akhirnya, akan mencapai hasil dan cita cita serta harapan yang diinginkan. Tuhan akan mengubah nasib ketika seseorang
berusaha maksimal untuk mewujudkan keinginannya. Berusaha mengubah hal yang
nggak mungkin menjadi mungkin. Karena rizki dan pertolongan Tuhan datang
dari tempat yang terduga-duga. Akan tetapi diantara usaha yang sukses,
banyak diantara mereka yang mengalami kegagalan terus menerus.
Ada yang perlu berjuang
bertahun-tahun masih belum berhasil tetapi ada juga yang baru sebentar saja
sudah berhasil. Usaha
yang sama, perjuangan yang sama, metode pun sama tetapi hasilnya bisa berbeda. Karena
ada kuasa diluar kuasa manusia yang menentukan itu semua yaitu kuasa TUHAN.
Apakah yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan? Benarkah mimpi yang sudah kita
tulis ini merupakan kehendak Allah? Apakah benar Allah menghendaki kita
memiliki mimpi tersebut? Ingatlah bahwa, berdo’a dan berusaha sekuat tenaga
menjadi tugas kita mencapai mimpi dan harapan.
Selasa, 20 Agustus 2013
Amazing
Kegitan
Lintas alam (LA) adalah kegiatan rutin yang dilakukan Grup Pengamanan dalam
rangka menjaga fisik dan kebugaran Satpam, kegiatan ini merupakan program kerja
Grup Pengamanan Non IKU yang dilakukan dua atau tiga kali dalam setahun. Selain
menjaga kebugaran, kegiatan ini juga
bertujuan untuk melakukan kerjasama, membina kekompakan, membina
kerukunan, toleransi, menumbuhkan semangat antar peserta, dan menikmati
keindahan alam sekitar dengan diimbangi rasa syukur kepada Tuhan YME.
Kegiatan
LA kali ini diselenggrakan pada hari Sabtu-16 Maret 2013, lokasi yang digunakan
adalah daerah Pangalengan Bandung. Di lokasi ini terdapat Situ Cilenca yang
cukup indah dan berudara sejuk, dengan dikelilingi perkebunan teh dan hutan
pinus yang cukup menantang. Yayasan Kapinis dan Pegawai THOS Resepsionis
menjadi partner dalam penyelenggaraan.
Sejak pukul 8 pagi, peserta siap
berkumpul ditepi Situ Cilenca dengan timnya, setelah diberi arahan oleh vendor,
setiap tim yang telah memiliki nomor urut masing-masing langsung melakukan
tracking melintasi perkebunan teh, bukit bukit dan hutan disekitar Pangalengan.
Kemudian di tempat istirahat pertama
secara bergiliran peserta menunjukkan yel-yel mereka di depan semua tim. Dalam
lintas alam kali ini disediakan 3 tempat istirahat yang terletak pada lokasi
yang berbeda.
Memang bukan perjalanan yang enak
untuk bisa sampai ke finish, jaraknya memang tidak jauh tapi membutuhkan waktu
yang cukup lama, ini dikarenakan peserta harus naik dan turun menyusuri bukit
yang ketinggiannya cukup menantang. Dibutuhkan kekompakan dari setiap anggota
tim agar bisa cepat sampai menuju tujuan dan bisa melewati berbagai macam tanjakan
di setiap rute, tanah yang licin, turunan, naik tebing. Hal ini menyebabkan
banyak peserta keletihan, namun mereka tetap antusias untuk tetap melanjutkan
perjalanan mereka hingga finish kembali di tanggul Situ Cilenca.
Kegiatan
Lintas Alam ini benar-benar memberikan sejuta pengalaman, kesan, suka serta
duka bagi setiap pesertanya. Meski benar-benar habis menguras tenaga, namun
kesan yang ditinggalkan dari kegiatan ini benar-benar terasa. Apalagi setelah
makan siang kegiatan dilanjutkan dengan rafting, mengarungi aliran sungai yang
banyak jeramnya dengan tingkat kesulitan level 4.
Salah satu seorang peserta dari
resepsionis yang ditemui mengatakan bahwa kegiatan ini benar-benar amazing.
“Aku nggak percaya, rasanya seperti mimpi, nurunin gunung dengan
perkebunan teh yang licin, tenggelam di air waktu rafting karena perahunya
masuk kedalam jeram yang cukup dalam, wah, bener-bener nggak bakal terlupakan
pengalaman yang satu ini, aku pingin ikutan lagi....!”.
Hal
lain yang membuat Lintas Alam kali ini istimewa adalah kegiatan ini dapat
membuka mata kita untuk mencintai alam tanah air sendiri, untuk tidak menebang
dengan sewenang-wenang, membuang sampah sembarangan, mengotorkan udara dengan
polusi dan menggunduli lahan produktif untuk dijadikan pemukiman.
Kegiatan ini
menyadarkan kita semua, membuka mata
bahwa manusia akan menjadi buta tanpa alam dan bisa buta karena alam.
Alam telah menyediakan apa-apa yang dibutuhkan manusia namun bukan untuk
terbuang percuma dan malah dirusak. Diharapkan dengan kegiatan ini, selain
dapat menjaga kebugaran fisiknya, peserta dapat menjadi lebih mencintai alam, sehingga
dalam pelaksanaan tugas sehari hari dapat lebih meningkatkan kerjasama,
kekompakan dan menciptakan pribadi yang kuat dalam mencoba dan menghadapi
setiap tantangan.
Makan
Pelajaran yang terkandung dalam
kalimat itu sebenamya adalah pemahaman tentang fungsi makan dalam kehidupan. Bahwa makan itu
sebenamya adalah kebutuhan untuk hidup, bukannya hobi atau gaya hidup. Dengan kata
lain, kita sering mendengar jargon ini Makanlah untuk hidup. Bukannya hidup
untuk makan.
Ini perlu dipikirkan, terutama di era
modern ini karena fungsi makan telah bergeser dari fungsi sesungguhnya.
Tadinya, makan dan minum itu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk mencukupi
gizi dalam tubuh sehingga bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang lebih
produktif. Namun, kebanyakan orang justru menempatkan aktivitas makan itu
sebagai kegiatan konsumtif. Bukannya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
melainkan justru ‘membuang’ manfaat.
Coba perhatikan berapa banyaknya waktu
dan energi terbuang untuk mengurusi makanan. Ketika seseorang menempatkan
makan, sebagai aktivitas konsumtif, maka dia telah terjebak dalam pusaran
aktivitas yang menyita banyak waktu dan energinya, sekadar untuk makan. Dia
memulainya dengan berpikir untuk makan enak hari ini. Sehari tiga kali. Setelah
itu dia akan mencari tempat untuk makan yang dia anggap enak itu. Atau jika tak
mencari di rumah makan, dia harus menyiapkan beli bahan-bahan untuk memasak
sendiri. Setelah itu, dia habiskan waktu untuk makan, karena ia nggak ingin
melewatkan suasana makan yang memang telah dia idamkan kenikmatannya, biasanya
mereka tidak menyadari bahwa makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh nya telah
melewati takaran wajar.
Kalau hal demikian ini kemudian
menjadi kebiasaan dan gaya hidup, maka ia telah terjebak pada pola makan yang kurang
baik. Jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuhnya terlalu berlebihan,
komposisinya nggak bagus, ritme pencemaan terlalu berat membebani fungsi tubuh.
Yang terjadi selanjutnya adalah ketidakseimbangan yang berujung pada kondisi
sakit setelah sekian tahun kemudian. Sekali lagi orang mengeluarkan energi
tambahan untuk mengeluarkan biaya pengobatan dan waktu yang tak sedikit untuk
mengurusi efek makan yang kurang baik polanya. Apalagi, jika sakit itu menjadi
kronis. Kita mesti bolak balik masuk rumah sakit atau ke dokter keluarga.
Betapa banyak energi dan waku terbuang hanya untuk megurusi makan dan akibat
daripada pola makan yang tak baik itu.
Pola makan produktif itu hanya bisa
terjadi jika sejak dari niat atau motivasiya sudah benar. Yaitu, bahwa makan
bukan diposisikan sebagai tujuan melainkan sekadar fasilitas atau cara mencapai
tujuan. Namun demikian, bukan berarti kita nggak menikmati makanan dan suasana
makan itu sendiri. Yang perlu ditekankan disini adalah persepsi yang
‘proporsional dan jernih’ dalam menyikapi ‘kenikmatan’ yang seringkali menjebak
masuk ke dalam penderitaan itu.
Seseorang harus memahami dan menyadari
kondisi tubuhnya sendiri. Bahwa tubuh sudah memiliki alarm yang sangat canggih.
Jika kondisi tubuh mengalami penurunan tertentu, maka ia akan ‘membunyikan
alarmnya’. Termasuk ketika kekurangan gizi dalam tubuh, maka badan akan membunyikan
‘alarm’ lapar. Sadarilah bahwa makan yang baik adalah ketika badan telah
membutuhkan. Jadi ukurannya adalah ‘kebutuhan’ bukan keinginan. Sebab kalau
sekedar keinginan kita bakal terjebak pada hawa nafsu yang tidak pernah ada
batasnya. Hawa nafsu mendorong menuju pada kehancuran dan penderitaan.
Sedangkan pemenuhan ‘kebutuhan’ bakal membawa pada keseimbangan yang bersifat
alamiah. Meskipun masih ingin makan, kalau perut sudah terasa kenyang,
hentikanlah. Sebab jika ‘alarm kenyang’ ini tak digubris akibatnya bisa
membahayakan kesehatan kita sendiri.
Efeknya mulai dari tak efisien dan tak
efektifnya pencemaan, lantas diikuti dengan metabolisme yang tidak sempuma,
sampai akhimya terjadi penumpukan zat-zat racun di seluruh jaringan dalam
tubuh. Kekenyangan juga berakibat pada nggak efisiennya proses berpikir. Dalam
konteks inilah Tuhan menghendaki agar umatnya bisa merasakan gerak alamiah yang
terjadi di dalam tubuhnya maupun di lingkungan sekitarnya. Karena di dalam
mekanisme alamiah itu terdapat kunci keseimbangan, kesehatan, dan keberhasilan
hidup. (Yuari)
Tahu Sumedang
Dalam perjalanan menuju Bandung
melalaui Puncak dan Cipanas, aku sempat singgah di Jalan Rajamandala Ciranjang-Cianjur,
dimana terdapat 2 buah restoran yang menjajakan menu “tahu sumedang”. Dah lama
banget nggak melewati jalur ini sejak adanya tol Cikampek sampai ke Cileunyi
tahun 1992. Aku ingat dulu sebelum ada jalan tol, jalur ini adalah jalan
favorit dari Jakarta menuju Bandung, karena disini banyak tersedia menu kuliner
dari berbagai daerah. Walaupun jika ke bandung melalui Puncak dan Cianjur
jalannya agak tersendat karena padatnya lalulintas, namun selama perjalanan
banyak menemui hal hal yang sangat menarik. Selain pemandangan pegunungan yang
cantik, liku liku menghadapi angkot yang banyak mengambil badan jalan kendaraan
lain merupakan seni tersendiri, juga sekarang dah banyak sekali sepeda motor dan
omprengan yang mengisi jalur ini.
Tahu
sumedang yang aromanya khas, sedikit asin, lembut isinya, dan agak renyah kulit
tahunya. Enaknya disantap dalam keadaan panas dengan cabe rawit atau sambel
kecap. Rasanya memang berbeda dengan tahu sumedang yang ada di
Jakarta. Dalam hitungan menit aku sudah nyantap 20 buah, aku memang doyan
banget makan tahu walau di masak menjadi bermacam macam menu. Mulai dari
digoreng, disemur, dipepes dan sebagainya. Tahu selain harganya terjangkau
rasanya juga nggak membosankan, semakin banyak dimakan semakin ingin lebih
mencoba. Tahu Sumedang memiliki beberapa
karakteristik yang berbeda dengan tahu lainnya.
Tau nggak asal usul tahu sumedang dari
mana? Tahu sumedang Ini pertama kali dibuat tahun 1917 oleh imigran Cina di
Sumedang bernama Ong Kino, Menurut Ong Yoe
Kim (71), tokoh tahu Sumedang. Kata “Tahu” itu berasal dari China yakni “Tao
Hu” yang maknanya Tao=Kacang, Hu=Lumat atau sebagian orang cina menyebut “Tahu”
sebagai daging tak bertulang. Adapun Ong Kino adalah ayah kandung Ong Bun Keng,
lelaki asal negeri China itu terinspirasi membuat tahu berbahan baku kedelai,
karena kecintaan istrinya terhadap tahu. Sebagai “cikal bakal” tahu Sumedang,
maka Ong Kino membuat tahunya dengan bahan baku kedelai lurik mirip telor
puyuh. Kedelai itu merupakan jenis kedelai langka untuk ukuran sekarang.
Awalnya
tahu yang dibuat itu berukuran besar dan tebal. Lalu disiasatilah oleh Ong Kino
dengan cara membagi tahu itu menjadi empat bagian supaya ukurannya tak terlalu
besar. Selanjutnya Ong Kino memberi garam ke potongan tahu yang sudah berbentuk
persegi itu. Senada yang dikemukakan Ong Ce Ciang yang lebih suka dipanggil
Suryadi (42), cucu dari Ong Bunkeng. “Tadinya mencoba mengolah Tahu itu untuk
konsumsi keluarga sehari-hari, tapi karena banyak teman-teman kakeknya yang
datang kerumah dan sering mencicipi tahu buatannya, maka dibuatlah yang banyak
sambil terpikir kenapa nggak di jual aja ke masyarakat luas. Tahu buatan Ong
Kino dan diteruskan oleh Ong Bungkeng itu merupakan cikal bakal harumnya nama
tahu Sumedang. Dan saat ini gerai tahu sumedang dah ada dimana-mana, mulai dari
jawa, sumatera, di Kalimantan-pun ada. (diambil dari berbagai sumber)
Tidur Siang
Penelitian
yang di presentasikan di Seatlle, Juni 2009,
menemukan, 77% dari 62 anak yang selalu tidur siang secara teratur akan membuat
perkembangan mentalnya menjadi lebih baik. Ia tidak rentan terhadap stress dan gangguan kesehatan
mental saat besar nanti. Sebaliknya, balita yang tidak tidur siang, meski hanya
sekali, ia bisa menjadi lebih cemas dan kurang tertarik pada dunia sekitar
mereka serta menunjukan perilaku hiperaktif dan depresi.
Penelitian lainnya yang dilakukan Profesor Monique LeBourgeois dan rekan-rekannya dari University of Colorado Boulder menemukan, tidur siang
merupakan cara melampiaskan perasaan lembut dan membuat suasana hati bisa lebih
terjaga. Jika tidak tidur siang atau tidur siangnya kurang, bisa membuat
suasana hati jadi rusak.
Penelitian ini dilakukan terhadap anak
usia 2-3 tahun dengan menggunakan metode merekam dan memfilmkan ekspresi mereka
ketika tidur siang. Dari hasil rekaman tersebut terlihat ekspresi yang berbeda
pada anak yang tidak tidur siang atau tidur siang kurang.
Penelitian itu pun menemukan, balita
yang lelah dan tidak tidur siang sering kali mengalami kesulitan dan tidak
berhasil menyelesaikan teka-teki, kurang positif memberi respon emosi, dan
dikhawatirkan perkembangan emosional mereka tidak cukup baik. Oleh karena itu,
ajaklah anak kita tidur siang sekitar 1-2 jam atau lebih setiap hari.
Bukan cuma itu, penelitian terakhir
mengungkap, tidur siang tidak hanya baik untuk balita, tetapi juga baik untuk
semua orang dan sangatlah dianjurkan tidur siang atau dinamakan dengan istilah power nap selama 20 menit. Dengan begitu, kita bisa
mengistirahatkan otak dan fisik seperti baterai yang hampir habis diisi
kembali, sehingga kita akan merasa lebih segar dan siap melanjutkan aktivitas
lagi. Batita senang, Anda pun senang, dan tentunya sehat seluruh keluarga.
Sumber : nakita No. 668/TH.XIV
Senin, 19 Agustus 2013
F a i s
Saat
aku masih di bangku SMA, Fariz Rustam Munaf atau “Fais” panggilan sehari
harinya adalah salah satu artis yang aku kagumi. Posternya bersama dengan
poster The Beatles adalah poster artis yang menempel di dinding kamarku. Aku
juga mengkoleksi kaset hampir semua album maupun single-single kompilasinya
dengan musisi lain. Salah satu penampilannya di TVRI saat itu yang takkan
pernah aku lupakan, adalah ketika ia menyanyikan lagu Nada Kasih, berduet
dengan Neno Warisman. Saat itu Fais memakai setelah jas putih, terlihat tampan
dan gayanya macho, membawa setangkai mawar, dan dalam keremangan kabut, muncul
dengan langkah pasti mendekati sofa disebelah piano, di mana Neno Warisman
duduk. Aku yang masih ABG langsung terpana, merasa bahwa yang duduk di sofa itu
diriku sendiri, dan setelah itu Fais mendekati piano dan main piano hingga lagu
usai.
Menurutku Fariz adalah seseorang yang dilahirkan untuk
bermusik, dia seorang pemusik atau seniman musik yang nggak bisa dibuat atau
dipersiapkan. Musik yang lahir dari dirinya adalah karya yang dihasilkan
melalui kontemplasi yang hanya dia dan Tuhan yang tau. Mengamati karya karyanya,
misalnya Asmara Perdana tentu akan memberikan pedengar lagunya suatu pencerahan
tentang makna sakral dari yang namanya cinta pertama, melalui alunan nadanya
yang melankolik. Lagu itu bisa memisahkan
sudut paling gelap dan rahasia dari seorang Fariz. Apapun itu, dia merupakan sosok musisi yang
tak bisa ditampik perannya. Fariz enggan dikenal sebagai artis. Ia adalah
seorang seniman, pelakon seni serba bisa. Fariz adalah seorang penyanyi,
pencipta lagu, penata musik, kibordis, drummer, gitaris, bassis, produser,
bahkan juga pelukis. Fariz RM adalah salahsatu perevolusi musik Indonesia,
melangkah ke seberang menuju pembaharuan.
Di saat
tren musik di negeri ini masih terbuai dalam balada yang mendayu-dayu, Fariz
malah menawarkan konsep musik yang danceable
ala Earth Wind & Fire dengan penonjolan pada aransemen brass section sebagai aksentuasi dan teknik bernyanyi falsetto. Setahun
kemudian, Fariz R.M. membentuk grup Transs, yang personelnya antara lain Erwin
Gutawa, pemusik yang sekarang banyak dikaitkan dengan aransemen berbau
orkestral. Dengan Transs, Fariz menawarkan konsep musik fusion, yang akhirnya
membuat sejumlah grup musik terinspirasi untuk menggarap musik fusion, yang
memadukan jazz dan rock. Transs adalah grup yang maunya beridealisme tinggi.
Ini terlihat dari kalimat yang tertera pada sampul album Transs, Hotel San
Vicente (1981): "pembaharuan musik Indonesia dalam warna, personalitas,
dan gaya". Boleh jadi kalimat itu berkonotasi gagah-gagahan belaka. Namun
patut diakui, sejak pemunculan Transs, mulailah muncul grup-grup fusion seperti
Krakatau, Karimata, Emerald, dan lain-lain.
Monyet Menghidupi Manusia
Sabtu pagi itu aku ke pasar “Kopro” di Tanjung
Duren, didepan pasar penuh sesak dengan berbagai pedagang kakilima dengan
segala macam jualannya. Salah satu dari mereka, bukan berdagang tapi memberi
pertunjukan ke Pengunjung pasar berupa kesenian “Topeng Monyet”. Aku melihatnya sekilas dan terus
berpikir, mengapa seorang pemuda yang gagah sehat pada usia yang produktif,
harus di carikan makan oleh sang monyet? Apakah nggak ada pekerjaan lain yang
bisa dilakukan, tanpa memberi beban kepada sang monyet untuk melucu. Miris
melihat generasi bangsa besar, yang katanya kaya raya. harus bertahan hidup
dengan bantuan kerja keras seekor monyet dijalanan.
Apakah monyet habitatnya di pasar atau
jalanan tengah kota? Monyet tak bisa berontak, rantai kuat melingkar di
lehernya, tak bisa marah "aku
juga ingin hidup di hutan, menikmati kehidupanku sebenarnya" jerit
sang monyet. Tak ada yang pernah mengerti, apa yang di rasakan sang monyet,
mencoba melucu dijalanan, tak jarang pukulan mendarat dipantatnya. Sang Tuan
memaksanya harus melucu, dengan irama tak beraturan, mengharap recehan
terlembar dari sang kikir, monyet pasrah tak kuat melawan.
Dimanakah kau sang tuan, ketika
teman-temanmu di masa lampau bersemangat belajar, menggapai cita2nya dengan
bekerja keras?. Pasti lain cerita kehidupan sang monyet, bila tuannya mau
bekerja keras, belajar menempuh pendidikan dimasa yang lampau. Tak ada yang
salah dengan mencari rezeki yang halal, tapi masih pantaskah mengharapkan
recehan dari tarian monyet dengan topengnya? Bukankah sang Tuan masih
bisa bekerja di tempat yang lain? masih 1000 pekerjaan tersedia di Jakarta,
tanpa harus memanfaatkan binatang. Malu
rasanya, hidup dari hasil keringat seekor monyet, masihkah ada sisi
kemanusiaan? Malu rasanya, ketika pejabat ramai-ramai berjibaku triliunan
rupiah dengan KPK, rakyatnya harus hidup dengan bantuan seekor monyet
dijalanan.(Gita.R.P)
Memberi
Mulai dari awal hingga penghujung Ramadhan, kita memang jadi lebih
dekat dengan kegiatan memberi. Kegiatan seperti pembagian zakat, hanyalah
sebagian kecil dari kegiatan memberi yang bisa kita simak. Banyak orang yang
memang menggunakan Ramadhan sebagai momentum untuk berbagi. Lihatlah bagaimana
orang-orang berburu uang pecahan, mencari posisi strategis untuk
membagikan zakat, sehingga dalam masa ini tiba-tiba orang miskin menjadi titik
perhatian. Bahkan orang yang tidak terlalu miskin pun, rela-relanya menggunakan
seragam tukang sapu jalanan sekedar untuk mendapatkan pembagian.
Pernah pada suatu hari aku menasihati putra-putriku untuk tak lupa
memberi pada saudaranya yang kesusahan, bila kelak mereka sudah berdiri
sendiri. Namun salah satu di antara mereka bertanya: ”Kalau yang diberi, malah nggak
mau usaha lagi dan keenakan minta-minta terus gimana?”. Ini memang pertanyaan
yang sulit dijawab. Terkadang niat baik untuk memberi memang perlu juga
dibarengi strategi agar pemberian kita bisa berdampak lebih panjang daripada
sesaat saja. Mungkin, ini juga sebabnya banyak orang tak setuju untuk memberi
sekedar uang penyambung hidup. Ada yang berkata: “lebih baik memberi pancingnya
daripada ikannya”. Meskipun kelihatannya simpel, mudah dan dilakukan secara
tulus ikhlas, memberi bisa memiliki berbagai dimensi kemanusiaaan yang perlu
kita pikirkan dalam dalam.
Berkali-kali kita
saksikan banyak orang memberi karena ingin menghitung “return”-nya, apakah berbentuk pahala,
potongan pajak, harga diri, reputasi, nama baik, sehingga memberi sedekah
perlu diabadikan, didokumentasikan bahkan dipasarkan. Padahal, jelas-jelas
hadist Nabi mengingatkan: “Berinfaklah atau memberilah dan janganlah kamu
menghitung-hitung, karena Allah SWT akan memperhitungkan untukmu.”
Kita lihat
dalam memberi, ketulusan dan kerelaan saja nggak cukup, melainkan kita pun
benar-benar perlu menyiapkan mental untuk melepaskan property dan diri kita
dengan memikirkan kepentingan orang lain secara utuh. Temanku yang sering
memberi pamannya segepok uang tanpa pikir panjang pernah kutanyai,
mengapa ia memberi pamannya uang sebanyak itu. Temanku menjawab santai:
”Selain dia memang sangat memerlukannya, gue selalu ingat, waktu gue kecil, ia
pun melakukan hal yang sama. Tanpa kebaikannya dulu, mungkin gue nggak pernah
akan membeli mainan….” Kerelaan pemberi
memang akan terlihat dari bagaimana ia menganalisa penerima dan
melepaskan dari egois pribadinya.
Setiap individu, pada suatu hari yang
baik, pastinya pernah bertanya pada diri sendiri: ”Apa yang sudah saya beri
untuk orang lain dan negara, serta apa niat dari pemberian kita?” Pada
saat-saat itulah kita bercermin dan melakukan audit etikal tentang dosa dan
kebaikan, kecurangan dan kemenangan, serta hal-hal yang fair dan tak fair
yang pernah kita lakukan. Di situ juga kita bisa mengevaluasi, apakah pemberian
kita itu demi diri pribadi, demi menyenangkan orang lain, demi menyambung hidup
orang lain?. Syukur-syukur bila kita mendapatkan nilai plus sehingga kita bisa
menakar kontribusi yang sudah kita berikan pada keluarga, perusahaan, kompleks
perumahan kita, bahkan Negara. Satu hal yang jelas, kita pastinya akan
merasa jauh lebih “happy” dan
bermakna bila kita bisa melihat apa yang sudah kita kontribusikan ke kehidupan
orang lain, tempat kita hidup, dan nggak menyibukkan diri pada harta, reputasi,
nama baik dan keberadaan diri sendiri saja.
Banyak
sekali orang mengkonotasikan pemberian secara material, padahal dengan
niat yang tulus dan demi nilai-nilai yang luhur, pemberian dapat kita lakukan
dalam bentuk-bentuk lain seperti enerji, waktu bahkan pengetahuan. Untuk
orang-orang biasa seperti kita-kita yang tak punya uang atau harta lebih untuk
dikontribusikan, kita memang perlu bertindak sekaligus berpikir untuk
menghasilkan kontribusi yang berdampak dan berarti, serta memiliki manfaat
jangka panjang bagi orang lain. Jadi banyak hal yang bisa kita lakukan dalam memberi,
tanpa terlalu perlu mengganggu ekuilibirum material atau kocek pribadi, tetapi
membawa manfaat besar bagi orang lain. Memberi tanpa pertimbangan bagai
menyingkirkan batu penghambat arus sungai. Arus sungai adalah rasa kasih dari
dalam diri. Sedangkan batu adalah kepentingan yang berpusat pada diri sendiri. Nah,
sudahkah kita menjadi seorang pemberi sejati hari ini?(Eileen
Rachman & Sylvina Safitri).
Minggu, 18 Agustus 2013
Sedap Malam
Candu
wangimu begitu melenakan penciuman
Melayangkan
angan peroman yang merindu terkasihnya
Lembar
kuntum putihmu siratkan kelembutan
Membelai
hati penyair yang dihampakan terkasihnya
Aroma
hangatmu leburkan beban kisah kehidupan
Hadirkan
ketenangan jiwa-jiwa penghuni dunia
Mekar
menjulang tanpa naungan
Akarkan harapan
baru dalam basah dan liatnya tanah
Aku....
seorang yang selalu ingin berada di sampingmu,
menggenggam
hangat kelopakmu ketika malam
membaca
tiap inci wajahmu ketika temaram
menjadi
saksi atas segala sedih, galau dan bahagiamu
Kita...
dua hal berbeda dalam segala halnya
Kita...
dua hal berbeda dalam segala halnya
tapi
kenapa penerimaan begitu mudahnya ada ?
kita
telah setuju untuk tak perlu mencari alasan
ketika
perbedaan justru menghadirkan hal yang sama
di
sinilah saat ini dua hati berada
di
suatu tempat menunggu sambutan senja
biarkan
dia cemburu dan biarkan mereka menilai
yang
mengerti tentang kita hanyalah kita
geliat
malai mu harumkan kubu-kubu malam
indahkan
ruang dalam temaram
katupkan
mata dari silaunya obor penerang
tenangkan
segala bentuk keinginan, aku mencandumu sedap malam
(Rianti)
Mie Kocok
Mie Kocok merupakan kuliner kondang di
Kota Bandung, dima mana banyak yang jual, mulai dari kakilima sampai restoran, tiap kali aku berkunjung ke Bandung pasti mampir ke
Mie Kocok deket stasion. Walau tempatnya kecil dan agak panas tapi begitu satu
mangkok mie kocok hadir di hadapan, ketidaknyamanan itu langsung lenyap
berganti dengan hasrat yang luar biasa untuk menyeruput kuah mie kocok, yang
tampilannya begitu mengundang. Bulatan-bulatan kekuningan yang berasal
dari kaldu kaki sapi meletup-letup di dalam kuah. Seperti minyak yang melumuri
mie. Kala memasukan suapannya dengan menggigit empuk dan kenyalnya kikil,
lezatnya Mie Kocok “Pak H. Endan” makin terasa.
Berada di pelataran parkir toko ”kartikasari”
dekat stasion kereta api Bandung, mie kocok ini, sudah sangat populer. Kepopuleran namanya menghinggapi orang orang
yang hobi berkuliner di Bandung tiap Sabtu atau Minggu. Rasa yang tak bisa dilupakan yang membuat nama
Mie Kocok H. Endan terus melambung. Rasa kikilnya enak empu kenyal-kenyal gitu. Mie-nya pakai mie basah yang halus dan warna
kuning pekat, terus mie itu di rebus bersama tauge, lalu kalo udah mateng di
taro di mangkok, baru deh di kasi kuah. Pake kaldu sapi, rasa kuahnya gurih, lamak nian rasanya. Di tambah perasan
jeruk nipis, kasi kecap manis, sama sambel yang asam pedes rasanya makin enak,
mantap!!
Menurut Wawan, salah seorang keluarganya yang selalu melayani pembeli dengan ramah, usaha yang diturunkan mamangnya ini dipelajarinya tahun 1990-an. Pada tahun 1992 Wawan mulai membantu menjajakan mie kocok berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya sambil memanggul. Setelah dipanggul beralih dengan mendorong roda. Pada tahun 1997 Wawan mulai menetap di emperan toko roti Kartika sari yang sekarang sudah menjadi pusat usaha mie kocoknya. "Semua perlu perjuangan, bagaimana caranya agar laku," tutur Wawan.
Sampai saat ini, Mie Kocok-nya tak pernah sepi pelanggan, terutama hari-hari libur. Dalam satu hari bisa menghabiskan sekitar 80 kaki sapi. Sedangkan jika akhir pekan bisa mencapai 100 kaki sapi. Dalam satu hari omzet yang lumayan bisa didapatkan. Bapak dari tiga putra ini masih ingin terus mempertahankan nama usahanya yang sudah populer. Meski begitu dirinya masih punya kenginan untuk mebuka cabang. Sehingga penyebaran penjualan Mie Kocok H Endan bisa merata. Satu porsi mie kocok spesial Rp 13 ribu sedangkan mie kocok biasa Rp 12 ribu. Penambahan sumsum tulang yang lembut dan kuku sapi yang sedap serta kerupuk kampung dalam mie kocok spesial menambah kenikmatan di tengah kaldu yang kaya rasa. Apalagi miunmannya es kelapa jeruk, makin nggak keliatan deh mertua yang lewat, wah... wah... wah... (sumber : Blog tetangga)
Gejrot....!
Beberapa waktu lalu waktu sedang jalan-jalan dengan teman, sempat nyobain satu jenis jajanan yang lumayan rasanya. Namanya “Tahu Gejrot”.
Hohohoho…..kurang familiar namanya. Yups soalnya ini memang bukan makanan khas
Kota Jakarta. Jajanan yummy ini asalnya dari Cirebon. Bahan dasarnya tahu
goreng, entah tahu Sumedang atau bukan, yang jelas tahu itu dalemnya kopong.,
dan ringan banget sehingga kalau dimakan kriuk..gurih…kriuk…enak… hmmmmmm.
Bumbunya cuma bawang putih, bawang merah dan cabe rawit yang boooaaanyaaakkkk. Kedua benda tersebut kemudian digerus kasar dicobek tanah liat kecil. Setelah itu, disiram kuah warna coklat dari botol, yang terbuat dari gula jawa dan sedikit cuka. Atau ada kuah lain dari jenisnya. Yang jelas, encer dan rasanya manis asem. Terus tahu yang udah dipotong kecil-kecil dicempungin kedalem ramuan ajaib didalem cobek tersebut. Yaaiiilaaaaa, jadilah seporsi tahu gejrott. Rasanya? yummyyy ... asem manis dan poedeeeeessss.
Bagi yang belum coba harus nyoba, tahu gejot sederhana tapi
kesannya nggak kampungan. Pedagangnya biasa keliling kampung-kampung bahkan di
Mall sekarang juga sudah ada.
Sekali Merdeka Tetap Merdeka !!
Menjelang perayaan Upacara bendera
dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke-68, Bank Indonesia Kantor Pusat bersolek. Hiasan
lapangan upacara merona merah putih mendominasi. Upacara HUT Kemerdekaan RI ke
68 tangal 17 Agustus 2013 di BI-Jalan MH Thamrin No2 Jakarta Pusat, dilaksanakan
mulai sekitar pukul 07.30 WIB. Gubernur Bank Indonesia, Bapak Agus martowardojo
bertindak sebagai inspektur upacara. Upacara HUT RI kerap kita rasakan hanya
sebagai ritual tahunan, namun BI tak pernah melewatkan sekalipun tanpa mencoba
menorehkan arti dan makna.
Pengibaran bendera merah putih
diiringi dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilaksanakan dengan
serangkaian prosesi yang dilakukan oleh Paskibra BI berjalan dengan khidmat.
Langkah langkah tegap paskibra yang berjumlah 35 orang, mengantarkan Sang Merah
Putih menuju tempat pengibarannya sangatlah indah. Peserta terlihat amat
terkesan mengikuti jalannya upacara. Sebagai pembawa bendera merah putih
adalah Sdri Ayu Ismiarti dari Departemen Pengawasan Bank 3, didampini oleh
Nanda Y. Virga dan Budi Sanjaya dari Depertemen Logistik dan Pengamanan.
Dipanggung
kehormatan terlihat Anggota Dewan Gubernur beserta Istri, serta sejumlah undangan
termasuk Anggota Veteran RI yang berasal dari Bank Indonesia. Upacara yang
diselenggarakan merefleksikan kita semua atas semangat juang para pahlawan dan
Bapak Bangsa pendahulu kita dalam merebut kemerdekaan untuk kemudian menwujudkan
cita cita luhur kehidupan bengsa yang bebas, berdaulat, adil dan makmur.
Setelah pengibaran bendera dilanjutkan
dengan pembacaan naskah naskah Pancasila dan naskah Pembukaan UUD tahun
1945. Peringatah
HUT Kemerdekaan RI ke 68 Tahun 2013 kali ini mengambil tema “Bakti Untuk
Negeri”
Dalam sambutannya Agus Martowardojo
mengajak Pegawai untuk menubuhkan kesadaran bahwa BI layak mengemban tugas
mulia, sadarlah kita semua adalah pilihan terbaik di Indonesia melalui bidang
yang ditugaskan untuk memenuhi panggilan pelayanan publik bagi bangsa. Bank
Indonesia harus menjadi bank sentral yang disegani dan memiliki kredibilitas
tinggi, serta menjadi yang terbaik dikawasannya. Segala daya dan upaya harus
kita arahkan secara optimal agar fungsi dan tugas yang diamanatkan dapat
dijalankan dan dilaksanakan secara berkualitas dengan hasil yang prima.
Tepat pukul 08.30 WIB upacara selesai dilaksanakan, ditutup dengan
doa dan dikumandangkannya lagu lagu daerah oleh Paduan Suara Bank Indonesia,
selaku dirigen adalah Sdr Agus dari DSDM. Setelah upacara selesai
diadakan acara ramah tamah Gubernur Bank Indionesia dengan peserta
upacara dan photo bersama pelaksana upacara termasuk Paskibra.
Langganan:
Postingan (Atom)