Kapan awal mulanya profesi Penjahit keliling dilakukan,
sampai sekarang nggak ada yang tahu. Yang pasti profesi ini ada karena orang
Indonesia suka dengan kesibukan, agar kita konsumennya nggak perlu repot-repot
mencari penjahit jika ada pakaian yang rusak. Mangkanya jika weekend, waktunya bisa dipakai bercengkerama dengan keluarga
dan uncang-uncang kaki istirahat dirumah, nggak perlu mikirin baju yang rusak .
Dulu waktu daerah Warga Batik (sekarang
Permata Hijau – Jakarta Selatan) sedang jaya, banyak sekali menampung tenaga
kerja, terutama mereka yang mempunyai skill
menjahit. Sebab diderah itu banyak sekali usaha konfeksi yang dimiliki
masyarakat setempat, memproduksi pakaian. Namun kini sejalan dengan
perkembangan kota, Permata Hijau telah menjadi perumahan elite dan apartement
kelas atas, sehingga usaha konfeksi masyarakat tergusur entah kemana.
Rojak yang asli Subang-Jawa Barat adalah
salah satu jebolan konfeksi yang ada disana, usianya kini menginjak 30 tahun.
Sewaktu masyarakat Warga Batik Berjaya usianya masih balita, dia belajar
menjahit dari usaha konfeksi pamannya yang memproduksi pakaian jadi. Sejak
kecil dia sudah memiliki perhatian yang lebih terhadap seni jahit menjahit
baju, sehingga di usianya kini ketrampilan otodidak menjahitnya dapat menghidupi seorang
istri dan 2 anaknya yang masih balita.
Setiap hari dari pagi hingga petang dengan
mengayuh sepeda roda tiga yang dimodifikasi sedemikian rupa hingga mirip becak,
dilengkapi dengan mesin jahit manual dan
segala tetek bengeknya, dia menyusuri
kampung kampung disekitar Kebayoran Lama sampai Kebun Jeruk untuk jemput bola pelanggan.
Sebab didaerah itu banyak sekali orang kos-kosan dan tinggal di kontrakan, yang
hampir setiap hari memerlukan keahliannya. Hanya pada hari Jum’at dia mangkal
didaerah Kebun Jeruk, sebab waktu yang ada cuma sedikit terbentur sholat
Jum’at.
Pekerjaan yang digeluti sangatlah mulia dan
sangat membantu orang-orang yang membutuhkan pakaian karena sobek, kekecilan
atau kegedean. Kendati demikian konsumennya
nggak usah banyak pkikir, sebab Rojak mempunyai solusinya mengatasi
pakaian-pakaian yang rusak, dengan melakukan permak atau menjahit yang sobek
hingga dapat digunakan kembali.
Kepercayaan (trust) pelanggan adalah hal yang utama bagi Rojak dalam bekerja.
Sering kali custumer-nya meminta
untuk memperbaiki dirumah, sebab ada bebrapa kesulitan yang harus diselesaikan secara
teliti. Makanya ketika dia membawa pulang pakaian atau celana pelanggan untuk
dikerjakan dirumah, itu adalah hal yang biasa bagi pelanggannya. Rojak mampu
mengembalikan pakaian atau celana sebelum tempo yang diberikan berakhir, sehingga
kepercayaan pelanggannya terjaga dengan baik.
Sebelum menentukan daerah Jakarta Selatan
khususnya Kebayoran Lama sebagai pilihan market-nya,
Rojak terlebih dahulu harus membaca situasi dan perkembangan daerah ini. Hal
ini penting sebelum masuk mengawali usaha kecilnya, dia menilai daerah ini
cocok sebab banyak universitas berdiri, hingga banyak penghuni kos-kosan yang
membutuhkannya, dan banyak kantor baru yang dibuka makanya banyak orang-orang
yang tinggal di kontrakan mencarinya.
“Alhamdulilah ekonomi daerah sini lumayan,
jadi banyak sekali penduduk yang punya pakaian minta dijahitin, kadang
dibenerin ditempat, kadang disuruh bawa pulang karena tingkat kesulitannya
tinggi dan butuh waktu”, ujarnya. Pada dasarnya penjahit keliling seperti
Rojak, melayani reparasi berbagai semua jenis pakaian. Namun yang paling banyak
permintaan sekedar menjahit yang robek dan ganti resleting. Besar tarifnya
tergantung jenis bagian yang dikerjakan, yang pasti harganya sangat ekonomis
dan familier.
Penghasilan Rojak rata-rata sekitar Rp 150.0000
setiap hari, dengan menyelesaikan sekitar sepuluh orderan, bisa juga cuma 7
orderan jika jahitannya agak rumit. Dari pekerjaannya ini dia bisa menghidupi seorang
istri serta dua orang anaknya yang tinggal di kontrakan di daerah Kebayoran
Lama juga. Bila rejeki sedang mujur dia bisa membawa pulang uang lebih dari Rp 300.000.
Apalagi jika tahun ajaran baru sekolah akan dimulai, banyak sekali yang pasang
nama, kancing, lambang, badge dan
pesen seragam baru.
Termasuk order-an
menjelang Hari Raya Idul Fitri, yang bisa membuatnya keteteran karena ingin cepat selesai, bahkan jika seminggu sebelum lebaran kadang dia menolaknya, “sudah
over order, terlalu banyak” ungkapnya.
Bagi orang yang nggak mampu beli pakaian baru, tentu pakaian lama sangat
berarti digunakan silaturahmi ke sanak family.
Namun semua palkaian lama nggak bisa digunakan karena sobek dan modelnya
ketinggalan jaman. Nah….! Disinilah Rojak mulai beraksi dengan menggoyang kaki
mesin jahit plus ketrampilannya, untuk memutar roda kehidupan dan mendapat
rejeki.
Jika musim hujan, menjadi waktu yang kurang
menguntungkan sebab berhari-hari gerobak jahitnya diparkir di depan kontrakannya
karena tak bisa kemana-mana. Inilah saat-saat harus ngirit segala pengeluaran
agar ekonomi keluarganya tetap balance.
Tujuh tahun sudah Rojak menjadi penjahit keliling,
menurutnya menjadi penjahit keliling lebih menyenangkan dibanding dengan kerja pabrik
konfeksi. Interaksi dengan pelanggan dilokasi berbeda menjadi kebahagiaan
tersendiri baginya, apalagi sampai sekarang belum ada pelanggan yang complain serius dengan hasil
pekerjaannya. Malah beberapa pelanggan sering minta nomor telponnya, apabila
butuh jasa jahit keliling tapi Rojak nggak ditempat, pelanggan dapat
menghubunginya dan akan mengunjungi konsumennya pada kesempatan pertama.
Prinsip yang dipakai dalam usahanya adalah
pertama terima semua keinginan pelanggan dengan segala kemampuan mulai dari
jahit dengan ongkos murah kalau perlu harga dibawah pasaran tapi jangan gratis.
Kedua melakukan pekerjaan secepat mungkin misalnya pembuatan celana, mulai dari
terima bahan sampai jadi dipatok
targetnya 2 hari. Ketiga menjemput bola,
sebab dulu pernah penghasilannya nggak berkembang karena lokasi usahanya susah
diakses. Apalagi saat ini competitor usaha
jahit keliling di kawasan Kemanggisan, Palmerah, Rawa Belong, Pos Pengumben
sudah menjamur.
Yang menjadi Kendala bagi Rojak adalah
kemampuannya yang terbatas terhadap pola, hal itu dia rasakan jika ada konsumen
yang ingin bikin baju dengan model terbaru. Rojak berharap suatu hari nanti
pemerintah memperhatikannya dengan memberi kursus menjahit agar skala usahanya
bisa berkembang. “Nggak usah bagi-bagi duit buat modal, tapi cukup berikan
pelatihan ketrampilan menjahit sesuai dengan perkembangan mode”, tuturnya
berharap.
Menurut informasinya bahwa yang melakukan
usaha jahit keliling ini rata-rata jebolan dari buruh pabrik konfeksi, sehingga
kemampuannya bisa diandalkan. Konsumennya juga kebanyakan kaum urban dari
daerah yang cenderung suka dilayani, maksudnya mereka tahu sedikit tentang tren
fesyen pakaian luar negeri tapi pikir-pikir dulu sebelum membeli barang baru
karena harganya mahal. Maka jadilah kaum urban ini konsumen pertama yang mem-vermak pakaian lama untuk mengikuti
tren.
Dibeberapa tempat di Ibukota, profesi seperti
ini susah ditemukan. Padahal untuk ekonomi kelas bawah pendapatannya lebih dari
cukup. Semoga usaha Rojak dari rumah kerumah ini penuh berkah dengan segala
kenikmatan yang diberikan Allah SWT, dengan menengok kebawah Rojak selalu
bersyukur menempuh perjuangan hidup dan berbagi kebahagiaan pada sesama.