Sebagai salah satu lembaga negara yang
memiliki berbagai prestasi di bidang kearsipan, Bank Indonesia (BI) memiliki
visi standar arsip yang berkelas dan berstandar dunia. Oleh karena itu secara
intensif BI perlu melakukan sosialisasi tentang kearsipan khususnya “Penggunaan
Dokumen Elektronik (DE)”, guna menjadikan arsip sebagai bukti akuntabilitas,
bukti sah dan tulang punggung organisasi.
Untuk mewujudkan visi tersebut, BI menggelar
Seminar Nasional Kearsipan dengan tema “PERAN STRATEGIS TATAKELOLA DOKUMEN
ELEKTRONIK” pada hari Selasa tanggal 8 Desember 2015, bertempat di Ruang
Serbaguna Menara Syafruddin Prawiranegara, Kantor Pusat Bank Indonesia.
Diadakannya seminar ini adalah untuk memberi
wawasan, wacana, pengetahuan dan sebagai sarana knowledge sharing bagi para pengguna Dokumen Elektronik sesuai
dengan ketentuan dan perundang-andangan yang berlaku.
Acara dibuka oleh Ibu Suzanna G Hamboer,
Kepala Grup Pengamanan dan Arsip KPBI. Dalam sambutannya beliau meyampaikan
bahwa telah banyak institusi menggunakan teknologi informasi dalam kegiatan
operasionalnya. Kemajuan teknologi ini telah melahirkan informasi elektronik
dan dokumen elektronik. Agar dokumen elektronik tersebut memberi manfaat yang
lebih optimal maka para penguna dokumen elektronik harus memamahi tatakelola
dokumen elektronik dengan baik, benar sesuai dengan standar praktek terbaih (best practice) dan perundang-undangan.
Hal ini dimaksudkan agar dokumen elektronik bener-benar otentik, sehingga dokumen
elektronik dapat diakui dan digunakan sebagi alat bukti dipengadilan. Oleh
karenanya peran strategis tata kelola dokumen elektronik sangat penting
dipahami guna menghindari adanya contra
productive dan menimbulan masalah dikemudian hari.
Bertindak selalu moderator adalah Sri
Yulistiani (Kepala Divisi Pengaturan dan Pengelolaan Kearsipan Bank Indonesia),
sedangkan nara sumber yang ditampilkan
adalah Drs M Taufik MSi Deputi Bidang ANRI mengupas tentang Undang-undang no 43
tahun 2009, Dr Pri Pambudi Teguh, SH, MH pejabat Panitera Muda Perdata Mahkamah
Agung berbicara tentang Pemanfaatan Dokumen Elektronik Dalam Penanganan Perkara
di MA, Anthonius Malau Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Ditjen Aplikasi
Informatika Kemkominfo RI membawakan Peran Strategis Tatakelola Dokumen Elektronik
dan Perspektif UU ITE, Taufik Asmiyanto M.Si Ketua Program Studi Manajemen Informasi dan Dokumen Program
Vokasi Universitas Indonesia menyampaikan kajian Quo Vadis Manajemen Arsip Elektronik
di Indonesia.
Dihadiri oleh sekitar 200 peserta termasuk
undangan dari Perbankan, Institusi BUMN, Unit Kearsipan Pemprov DKI, Akademisi,
Perbarindo, Perbanas, Asosiasi Arsip Indonesia dan Satuan Kerja Bank Indonesia.
Latar belakang diselenggarakannya seminar ini, mengingat perkembangan teknologi
informasi dan globalisasi telah mengubah perilaku masyarakat maupun peradaban
manusia secara global. Sehingga banyak lembaga dan institusi telah menggunakan
teknologi informasi dalam kegiatan operasionalnya sebagai sarana manajemen
informasi, transaksi dan komunikasi yang melahirkan informasi elektronik dan
dokumen elektronik. Sehingga dokumen elektronik tersebut memberi manfaat yang
lebih optimal sebagai alat bukti yang sah dipengadilan, oleh karenanya perlu wacana
terkait tatakelola, pemahaman dan pengetahun tentang dokumen dimaksud.
Dokumen elektonik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan,
dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki
makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
M. Taufik dari ANRI menyampaikan bahwa
penlenggaraan kearsipan bertujuan menjamin terciptanya kegiatan kearsipan yang
dilakukan oleh sebuah lembaga, tersedianya arsip yang otentik, terpercaya
sebagai alat bukti yang sah. Serta menjamin perlindungan kepentingan negara dan
hak-hak keperdataan rakyat, mendinamiskan sistem yang komperehensif
terpadu, menjadi bukti
pertanggungjawaban, keselamatan aset nasional dan meningkatkan kualitas
pelayanan publik.
“A
borderless, Invincible, Cyber Connected”, demikian ungkap Anthonius Malau
dari Kemkominfo mengawali pembicaraannya sebagai narasumber dalam seminar
tersebut. Kegiatan dunia maya telah merubah transformasi sosial budaya hampir
diseluruh penjuru dunia. Mulai dari etika, pengetahuan, regulasi, pembangunan,
hukum dan aktivitas lainnya. Seperti adanya e-commerce,
e-banking, cyber notary, e-voting dll.
Hal tersebut di Indonesia, kini diperkuat
dengan diberlakukannya Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Yang melatar belakangi undang-undang tersebut diciptakan
adalah karena UUD 45 Pasal 28, yang melindungi sistem informasi yang baik,
terjaga dan utuh (security dan integrity).
Undang-undang ini melindungi serangan (attack),
penyusupan (intruder) atau
penyalahgunaan (misure), dengan
membuat aturan yang secara teknis melakukan tatakelola kegiatan yang terkait
informasi transaksi elektronik, sesuai dengan aturan hukum.
Pemanfaatan TI dan transaksi elektronik
bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
informasi dunia, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik,
memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan
teknologi seoptimal mungkin serta bertanggung jawab, memberikan rasa aman,
keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna TI.
Sedangkan Taufik Asmiyanto akademisi dari
Universitas Indonesia berpendapat bahwa melihat konstelasi dokumen elektronik
dalam kancah pertarungan kuasa hukum pembuktian, jelas menyadarkan kita bahwa
pengembangan sistem manajemen dokumen elektronik yang terpercaya dan akuntabel
dalam tata kelola kearsipan nasional adalah sebuah tuntutan. Kegagalan dalam
menghadirkan dokumen elektronik sebagai bukti hukum di masa depan tidak perlu
terjadi sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Dalam membangun sistem
ini jelas diperlukan sinergi positif dari pihak terkait dengan mendasarkan pada
pengalaman-pengalaman negara yang telah menerapkannya dan kajian-kajian
akademis lintas disiplin.
Diskusi-diskusi ilmiah pragmatis lintas
disiplin secara berkelanjutan perlu dirancang agar hasil kajian akademis dapat
dipaparkan dan dapat menemukan manfaat praktisnya. Sehingga tujuan
mengembangkan sistem manjemen arsip elektronik untuk memastikan bahwa arsip
sebagai hasil aktivitas transaksi organisasi dapat tersedia saat diperlukan.
Ketersediaan ini dimaknai bahwa sistem yang ada harus mampu menjaga keaslian
dan keutuhan isi dari informasi arsip itu, dengan mempertahankan kontrol
intelektual arsip, yang mencakup informasi konstektual yang memadai dapat
menghadirkan provenans, konteks dan
struktur arsip dan manajemen arsip mempunyai karakteristik otensitas,
kehandalan, integritas dan kegunaan. Sehingga arsip elektronik yang dihasilkan
merupakan arsip organisasi yang professional, akuntabel, integritas dan inovatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar