Setiap kota pasti memiliki makanan khas, yang
akan dicari oleh pecinta kuliner yang mendatangi wilayah tersebut. Akan tetapi,
nggak demikian dengan Batam. Sebagai wilayah yang baru terbentuk sekitar 25
tahunan, lumayan sulit untuk menemukan jenis masakan khas di kota ini. Dengan
penduduk yang sebagian besar berasal dari luar, justru makanan asal daerah
pendatang itu yang mewarnai suasana kuliner Batam.
Begitu repotnya menemukan makanan khas Batam, sehingga yang kucari justru
makanan yang familier dengan lidah sehari-hari di Jakarta. Salah
satunya adalah sebuah rumah makan. Namanya ”Warung Sunda Bu Joko”. Dari
segi makanannya saja mungkin sudah tergolong unik, untuk ukuran Batam,
mengingat rumah makan ini menyediakan bermacam sambal plus lalaban a la Sunda. Plus bemacam ikan air tawar. Unik, karena, kabarnya,
Batam harus mendatangkan sayuran dari pulau lain. Hasil alam yang bisa dicukupi
sendiri oleh Batam hanyalah ikan laut. Ikan air tawar pun, kabarnya, terpaksa
didatangkan dari luar pulau. Bagaimana mau beternak ikan air tawar?
Di Batam tidak terdapat sungai.
Dulu sewaktu aku masih tugas di Batam sekitar
tahun 1997 s.d 2002, warung Bu Joko masih kecil, hanya sepetak ruangan ruko
berkuran 3 x 6 meter aja. Kemarin waktu aku berkunjung kesana dalam rangka
dinas, aku terpana karena warung bu joko masih eksis dan tambah luas. Menempati
dua lantai ruko yang masing2 seluas 7 x 7 meter. Wawww hebat bener pikirku
dalam hati, karena perjuangan yang tak kenal lelah, akhirnya warung Bu Joko
identik dengan kota Batam.
Warga dan masyarakat yang tinggal disekitar
Nagoya pasti tahu warung ini, karena inilah satu-satunya tempat makan yang
menunya rumahan dan harganya sangat terjangkau. Tempat makan ini buka mulai
pukul 7 pagi hingga pukul 21 malam. Peminat yang datang dari pagi sampai menjelang
tutup tak pernah berhenti, bagaikan ombak ditepi laut silih berganti. Jika pagi
kebanyakan penghuni sekitar yang mau sarapan, jika siang hari warga pekerja
dari kantor sekitar Nagoya, kalau sore menjelang malam ada turis lokal dan para
penggemar masakan rumahan.
Saking kondang
dan larisnya warung satu ini,
kalau siang sampai susah dapat tempat duduk. Kalaupun dapat duduk terus belum
selesai makan sudah ditunggui orang lain yang juga akan makan disini. Lokasinya
berada di Nagoya Square-Batam bagian tengah, antara Goodway Hotel dan Lai Lai
Mutiara Hotel, menjadikan warung ini sangat strategis jika dituju dari sengala
penjuru di Batam. Ditambah para penghuni ruko sekitar hotel itu sangat padat,
apalagi harganya relatif murah dan menunya banyak pilihan.
Menu di sini antara lain; sop, sate
kambing, gulai kambing, ikan nila goreng, lele goreng, botok, pepes tahu, pepes
ayam, sayur asem, sayur lodeh, tempe bacem, tahu bacem, telor balado, iakan
asin goring, urap-urapan, sambel terasi, sambel ijo, lalap-lalapan, kerupuk,
berbagai jus dan masih banyak lagi. Bikin iler jadi ngeces walau cuma mendengar
aja.
Saat pertama kali dulu aku agak ragu, bagaimana pemilik warung dan
pelayan menilai harga makanan yang kita makan. Karena kita ngambil sendiri menunya
dengan cara prasmanan sesuai selera. Tak berapa lama setelah
aku menyuap makanan, seorang pelayan datang membawa segelas air putih untuk
minum. Aku nggak begitu memperhatikan apa yang dilakukan. Sejenak dia
meletakkan sepotong kertas putih di depan piringku. Oh… rupanya begini caranya.
Pelayan tersebut menghitung berapa yang harus ku bayar dengan melihat makanan
yang ada di piring. Aku jadi nggak kuatir salah sebut apa yang telah kumakan,
karena sudah dihitung. Nanti setelah selesai makan baru aku menuju kasir untuk
membayar semua yang tercantum dalam bon makanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar