Sehabis bekerja selama dua hari di Mataram
Lombok, ini hari terakhir maka sekarang dah waktunya buat cari pengalaman
wisata sambil refreshing. Pada saat kunjungan yang lalu, jika ingin ke Senggigi
aku menyurusi jalan dekat pantai sampai ke Bangsal. Tapi kali ini Bang Gustaf ,
pengemudi kami menawarkan jalan alternatif, yaitu melalui bukit daerah Pusuk di
kaki Gunung Rinjani. Tawaran yang bagus dan kami setuju, biar semua daerah di
Lombok kami lalui.
Daerah Pusuk adalah daerah perbukitan, jadi
kami melalui daerah yang kanan kirinya ditumbuhi hutan. Nuansa hijau rimbun nan menyejukkan bukan satu-satunya yang ditawarkan
oleh bagian gunung Rinjani ini. Kebetulan saat itu sedang musim durian,
terlihat disepanjang jalan puncat Pusuk pedagang durian berjajar menunggu
pembeli.
Kebanyakan yang jualan
durian disini mempunyai stock yang
tidak banyak, paling-paling seorang pedagang hanya menaruh di meja display-nya hanya sekitar 5 atau 6 buah
durian. Pedagang disini adalah pedagang rumahan, yaitu hanya berdagang jika
pohon duriannya berbuah yang jatuh dari pohonnya sendiri. Nggak seperti ditempat
lainnya yang berjualan karena ada pemasok.
Selain durian, yang
dijajakan disini juga adalah “tuak”, atau air dari bunga pohon nira. Rasanya
manis alami karena diambil langsung dari pohonnya. Air nira ini kata penjualnya
jika didiamkan selama 8 jam diluar kulkas, akan berubah menjadi asam dan
mengandung allkohol kadar rendah. Oleh karena itu boleh minum tuak hanya
sekedar ingin tahu saja, sebab jika diminum banyak dan terus menerus akan
berakibat serius mengalami gangguan koordinasi gerak tubuh, kemampuan pikiran
atau mabuk istilah awamnya.
Pusuk yang terdapat didaerah
perbatasan antara Lombok Barat dan Lombok Utara adalah merupakan persinggahan
para turis sebelum menuju beberapa obyek wisata, seperti Gili Air, Gili Meno,
dan Gili Terawangan. Puncak bukit Pusuk ini juga menjadi tempat favorit bagi
pengendara mobil dan motor untuk beristirahat, sekedar melemaskan otot. Pusuk
menurutku benar-benar paduan yang pas, antara hijau dan birunya alam yang
mendamaikan.
Ketika sampai dipuncak
Pusuk, suara alam mengiringi ratusan monyet yang bercengkerama, berjajar dan
berseliweran di pinggir jalan. Banyak diantaranya menyebrang jalan, seenaknya.
Kalau dikota yang menyebrang jalan adalah ayam atau kucing, disini monyet
menyebrang sambil meminta makanan pada pengendara yang lewat. Daerah ini
merupakan rumah bagi ribuan monyet yang dilindungi oleh balai Konservasi Alam Taman
Nasional Gunung Rinjani. Aku sempat berhenti sejenak memberi secuil roti pada
seekor monyet yang sedang menggendong anaknya, monyet itu mendekap erat anaknya
dengan penuh perlindungan dan kenyamanan.
Dipuncak Pusuk selain bisa
menikmati pemandangan alam, udara disini begitu segar, seolah olah sedang
mencuci isi paru-paruku yang biasa terkena polusi di Jakarta. Di sepanjang
jalan, banyak sekali kendaraan yang melaju dengan kencang. Tapi bang Gustaf
nggak terpengaruh ikutan ngebut, karena Susana disekitar Pusuk sayang kalau
dilewatkan begitu saja. Dia justru mengurangi kecepatan kendaraan, biar kami
dapat menikmati perjalanan yang indah, menanjak dan berkelok-kelok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar