Bapak bersandar sebentar
dibangku tapi kemudian ku lihat dia sudah sibuk dengan pekerjaannya yang lain
walau sambil duduk dikursi roda. Aku tahu dia tak kan mau istirahat kalau
pekerjaannya belum beres. Aku tak pernah melihatnya diam kecuali malam saat
tidur. Apalagi cucu-nya semakin banyak, so dia selalu sibuk untuk
menyenangkan cucunya.
Bapakku bukan seorang pejabat
apalagi tokoh, tapi dia sosok yang sangat tegar bahkan ketika beberapa kali
orang terkasihnya membuat kesalahan. Dia selalu bisa memaafkan setiap
kesalahan. Bapakku seorang Penjaga Malam kalau sekarang Satpam, dia nyaris tak berpenghasilan karena uangnya
selalu terkuras untuk biaya kebutuhan sehari hari.
Bapak humoris, teliti, rapi, pekerja keras, dan
sangat suka membaca. Sebagai pegawai yang disiplin, setiap pagi atau malam pada
tahun 60-an beliau berangkat ke kantor tempat beliau bekerja dengan naik
sepeda. Baju dan celana drill-nya
selalu dikanji dan disetrika dengan lipatan yang rapi. Biar bajunya awet,
bagian leher nggak cepat kotor oleh keringat, beliau selalu mengenakan
saputangan yang dilipat dua menjadi bentuk segitiga untuk melapisi tengkuknya.
Ujung-ujungnya saputangan itu kemudian diikat di
leher bagian depan. Gaya deh, kayak cowboy aja. Properti kerja beliau adalah topi fieldcap warna biru, dan ransel yang
digantungkan di planthang sepeda. Supaya irit, beliau juga selalu
membawa makan siang dari rumah, biasanya hanya dengan lauk tempe kesukaannya. Selain
karena nggak punya cukup uang, katanya Bapak nggak menganggap perlu makan enak, yang penting kenyang
He likes to listening the radio. Yang didengarkan tentu saja RRI. Beliau gemar
lagu-lagu keroncong dan klenengan
apalagi dangdut. Kadang-kadang beliau rengeng-rengeng menyanyi pelan-pelan. Lagu kesukaan beliau adalah
“Keroncong Jembatan Merah”. Kalau ada siaran wayang, sering beliau mendengarkan
semalam suntuk.
Semangat belajar Bapak sangat
tinggi, walaupun cuma lulusan SMA. Terlihat dari koleksi buku-bukunya yang
penuh satu lemari. Dari mulai yang buku bersifat sosial sampai
politik-pun dilahapnya. Bapak memang tak sekolah tinggi tapi dari belajarnya
yang otodidak banyak ilmu yang telah dikuasainya. Setelah Beliau meninggal,
yang diwariskan kepada kami hanya buku. Rencananya buku itu akan kusumbangkan, walaupun buku tua dan usang tapi ilmunya masih up to date.
Waktu beliau sakit dirawat
di RS Bintaro, aku mendampingi dan menungguinya. Tak terasa air mataku mengucur
perlahan, menatap Ayahku. Di keheningan malam yang hitam ayahku terbaring
lemah, tak sanggup lagi mengusap kepalaku, tubuhnya telah lumpuh. Dimatanya terpancar kelelahan setelah menjalani seribu
peristiwa, kulit yang rapuh penuh ukiran jalan kehidupan disekujur badannya.
Tubuhnya yang lelah,
mengisahkan bahwa cintanya yang
putih telah dibuktikan seutuhnya untuk keluarga. Garis garis perjuangan
terpahat ditelapak tangannya, alur kasih sayang terpahat
dihatinya, dia ajarkan pada kami
anaknya bahwa hidup harus diimani, dan iman
juga harus dihidupi.
Dia juga yang menanamkan
kerja keras, kerja harus jujur, kerja harus serius, beradab dan berbudaya,
nggak boleh sembarangan. Menurutnya,
karena budaya kerja yang kuat akan menuntun perilaku seseorang secara terpola.
Budaya kerja sebagai sistem aturan memungkinkan rasa lebih baik dalam
mengerjakan sesuatu, dapat membangkitkan kesanggupan untuk beradaptasi dengan
keadaan yang berbeda.
Menurutku
benar juga, sebab dulu sebelum ada budaya kerja di Bank Indonesia (BI), untuk
bertemu pimpinan setingkat Satkerpun harus membuat janji ber-tele-tele. Sekarang relatif mudah,
langsung datang atau ngecek kesekretaris, bila ada ditempat bisa langsung
menghadap. Ketika berdialogpun agak longgar terlihat santai walau tetap menjaga
rasa hormat. Meski terlihat kecil namun hal itu sudah membuktikan bahwa
hubungan atasan dan bawahan di BI telah mencair tidak konservatif.
Kasir
BI ditahun 1990-an, nggak perlu macam-macam, nggak perlu senyum, nggak perlu
menyapa karena perbankan yang perlu bukan BI. But now jaman sudah berbeda,
kasir harus bekerja cepat dan akurat, ramah. Paradigma sudah berubah dituntut
oleh jaman yang memprioritaskan pelayanan, jujur rendah hati dan dapat
dipercaya.
Di
Bidang Kearsipan, Bidang Logistik, Bidang Moneter, Bidang Sitem Pembayaran,
Bidang Kehumasan pelayanannya berpacu dengan waktu. Long time a go jalur birokrasinya panjang, membutuhkan waktu lama. But now BI menerapkan fungtuality hanya
membutuhkan waktu singkat, tepat waktu tepat kualitas, budaya kerja telah
melekat menciptakan kinerja optimal yang
didukung perubahan teknologi.
Bahkan
saat ini Pegawai BI sadar betul bahwa kerja yang baik dan maksimal adalah total
melayani masyarakat, apalagi tugas BI melakukan pengaturan dan pengawasan bank
telah dialihkan ke OJK. Pegawai tahu betul akan values-nya, harus melaksanakan tugas dengan ikhlas dan dedikasi
tinggi, nggak mengeluh, tertib, teliti dan mau meningkatkan kompetensi.
Pada
setiap kesempatan berhubungan dengan media pejabat atau petugas yang ditunjuk
tak lagi bicara masalah intern BI tapi kepentingan nasional. BI kini menjadi
institusi yang mampu memecahkan persoalan rakyat mengacu pada praktek-praktek
terbaik, BI adalah lembaga pelayan masyarakat karena semua kebijakannya
didasari pada pencapaian tujuan masyarakat jangka panjang. Sehingga pemikiran
yang keliru tentang BI kini berubah menjadi persepsi BI yang menghasilkan
produk berkualitas bagi masyarakat, yaitu produk stabilitas makro moneter dan
stabilitas keuangan.
Secara
perlahan tapi pasti BI menjadi lembaga bank sentral yang kredibel melalui
penguatan nilai-nilai strategis, Pegawainya senantiasa mengutamakan kepentingan
bangsa, etis, bermoral, integritas tinggi, disiplin, loyal dan
bertanggungjawab. Insyallah BI dapat beradaptasi dengan jaman dengan terus
meningkatkan budaya kerja dan perubahan.
Karena semangat budaya kerja yang wariskan
Bapak, walaupun sudah melewati masa kerja 31 tahun, aku nggak ingin dibilang
makan gaji buta, seorang pegawai seusiaku saat ini kebanyakan kerjaannya hanya browsing internet yang nggak ada hubungannya dengan pekerjaan, lalu ngobrol,
kemudian nongkrong dengan teman sekerja tak mengerjakan apapun. Enak memang
tapi menurutku ini berarti kita tak dianggap oleh lembaga, kita jadi nggak
produktif, nggak berpengaruh, bahkan jika kita nggak masuk kantorpun pimpinan
nggak peduli. Oh My God…
Sekarang aku bekerja dengan didasari rasa nyaman, enjoy nggak ada beban. So someday I wish dapat menyumbangkan keberhasilan lebih tinggi. Sehingga pekerjaanku dapat kesempatan untuk dihargai oleh orang lain, karena semua pekerjaan kulakukan dengan sepenuh hati. Pekerjaan yang kulakukan adalah sesuatu yang baru, aku nggak mau terjebak rutinitas, makanya ide-ide kreatif pun mengalir, ada rasa haus untuk tumbuh menjadi yang terbaik.
Sekarang aku bekerja dengan didasari rasa nyaman, enjoy nggak ada beban. So someday I wish dapat menyumbangkan keberhasilan lebih tinggi. Sehingga pekerjaanku dapat kesempatan untuk dihargai oleh orang lain, karena semua pekerjaan kulakukan dengan sepenuh hati. Pekerjaan yang kulakukan adalah sesuatu yang baru, aku nggak mau terjebak rutinitas, makanya ide-ide kreatif pun mengalir, ada rasa haus untuk tumbuh menjadi yang terbaik.
Jika
ingat masa kecil, Bapak sering ngajak renang
di sungai dikampung nenek, menggosok gigi bersama, makan bersama, jalan-jalan
sore, naik sepeda bersama, main layangan.
Nonton orang main tenis di Senayan, tapi tempatnya sekarang sudah jadi
Plaza Senayan, atau ngeliat orang ngawinin kuda ditanah kosong yang sekarang
sudah jadi Senayan City.
Masa kecilku adalah masa
yang penuh dengan kemanjaan. Kemanapun jika bapak suka aku diajaknya berjalan
kaki, jaman itu sepeda masih mahal harganya. Karena Bapak cuma seorang Satpam
mana mungkin dia bisa beliin aku sepeda. Makan aja tiap hari pake telor rebus
yang dibelah empat atau pakai terasi goreng.
Kini Bapak telah tiada, Bapakku meninggal dalam usia 71 tahun, setelah 15 tahun pensiun. Beliau
sakit stroke dan diabetes. Bapak cuma seorang pegawai rendahan dikantornya tapi
dia merasa kuat fisiknya. Sakit flu, demam dan masuk angin nggak pernah dirasa.
Padahal fasilitas pengobatan di tempatnya bekerja cukup baik. Karena Bapak tak
pernah memperhatikan kondisi kesehatannya akhirnya penyakitnya menggerogoti
sampai menahun, hingga susah untuk diobati. Setelah di-opname sekitar
satu bulan akhirnya Beliau wafat.
Sekarang jika
mengenang Bapak, yang kuingat adalah ketekunan beliau bekerja, serta semangat
belajar beliau yang tak pernah padam hingga akhir hayatnya. Kegemaran beliau
membaca buku menurun padaku sepenuhnya. Beliau nggak pernah mengajariku
menulis, tapi dari hobi membaca itulah muncul kegemaranku untuk menulis. Aku
bersyukur karena BI memiliki nilai nilai strategis Bank Indonesia, yang
menyadarkanku untuk menjaga, menciptakan kredibiltas BI dengan
perilaku kerja terbaik dan meningkatkan citra diri Pegawai bank
sentral.
Bapakku adalah pahlawanku, I
Love U Dad, semua karaktermu turun ke anakmu. Agus tetap agus yang dulu, yang keras kepala sepertimu, masih juga anakmu
yang nurut tapi manja. Hanya sedikit karakter ibu yang menurun ke Agus,
cerewet, care dan panikan.
Berbahagialah
Bapak dialam akhirat, kami anak dan cucumu selalu berdo’a semoga Allah SWT memberikan
tempat terbaik untukmu di surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar