Pekerjaanku dikantor sebagai orang kantoran kelas bawah
membuatku jarang bersentuhan dengan alam. Namanya juga bawahan setiap hari aku
disibukan dengan target yang harus kuselesaikan hari itu juga, kalau terlambat
sedikit pasti atasan bilang bahwa aku “payah” nggak ada semangat, maklumlah
umur sudah lewat setengah abad katanya.
Makanya setiap ada waktu libur, aku senang sekali menikmati
alam. Dulu di Jakarta sekitar tahun 70-an, alamnya masih hijau banyak sekali
kebun di daerah Simprug, Kebayoran Lama tempat masa kecilku. Disana aku bermain
sepakbola lalu mengambil jambu kelutuk tetangga, terkadang menggunakan ketapel
aku menjepret mangga dipohon orang
gedongan. Permata Hijau dulu masih rawa, tempat aku dan teman-teman belajar
berenang.
Tapi daerah itu sekarang telah berdiri banyak bangunan,
apartemen, jalan arteri, rel kereta api yang melalui situpun kini rel ganda,
sehingga sekali jalan dua rangkaian kereta bisa berpapasan. Nggak seperti dulu
harus menunggu di stasiun Palmerah atau Kebayoran Lama jika ada dua kereta yang
akan berlalu bersamaan.
Terkait pekerjaanku, ketika hari libur paling biasanya
kugunakan untuk mengistirahatkan otak biar nggak buyar dan melemaskan otot biar
gak putus. Petualanganku ini sebenarnya nggak sengaja, saat itu aku ditugaskan ke
Yogya, tetap dengan job dan rutinitas seperti biasanya. Namun disela-sela
kesibukan, interaksi dengan masyarakat sekitar masih tetap berjalan bahkan
sangat baik. Hingga pas ada kesempatan sedikit waktu sebelum kembali ke
Jakarta, aku menuju Gunung Merapi yang menawarkan sebuah petualangan
menggunakan mobil jeep.
Semenjak erupsi tahun 2010, Gunung Merapi menjadi objek
wisata dengan daya tariknya, antara lain rental
tracking menggunakan motor trail
atau climbing adventure dengan
menggunakan mobil jeep. Untuk rental jeep sendiri dibagi menjadi 4 paket, yaitu
jalur Short, Medium, Long dan Sunrise, tentu dengan harga dan durasi
penyewaan yang berbeda di tiap jalur. Aku memilih jalur Medium, dengan
alasan durasi yang nggak terlalu lama, dan dana yang cekak didompet saat itu. Oya aku dapat potongan harga dari pemilik
setelah berjanji akan memposting cerita perjalanan ini di blog.
Nggak lama nunggu lalu mobil jeep yang akan kupakai datang
berikut pengemudinya, Kamto namanya seorang
driver offroader. Aku
dipinjami helm half face. Dalam jeep tersebut bukan cuma aku
penumpangnya tapi ada 3 orang lain yang juga ingin menikmat alam merapi. Tanpa
banyak basa-basi, Kamto segera tancap gas, menyusuri sungai Opak yang
berada tepat disebelah timur Kinahrejo. Seperti diketahui sungai ini adalah
jalur lahar dingin saat erupsi, bermaterial pasir, batu beraneka ukuran,
material ini bertambah jutaan kubik setelah erupsi terjadi.
Batuan lepas mayoritas berukuran sekepal
tangan orang dewasa, kami lewati. Sungai ini juga berbentuk jalan ditengahnya
terutama, karena tempat ini juga buat hilir mudik truk yang akan mengangkut
pasir atau batu dari sungai ini. Kurang lebih 5 kilometer kami melalui jalur
sungai Opak ini, selanjutnya keluar dan masuk ke dusun Petung.
Tiba-tiba Kamto masuk dipekarangan rumah, memarkir
mobilnya aku-pun mengikutinya. Rumah ini diberi nama “Museum Sisa Hartaku”. Rumah
yang rusak parah, temboknya sudah mencoklat seperti sehabis kebakaran, atapnya
sudah diganti dengan model asbes bergelombang yang tampak belum begitu lama
terpasang. Didepan tampak mencolok seperti fosil hewan sapi, dengan tulang
belulangnya disusun rapi membentuk hewan tersebut. Beberapa barang seperti
rongsokan dijejerkan diatas meja kayu. Setelah mendekat dan diperhatikan dengan
sesakma, barang itu merupakan peralatan rumah tangga yang berada di dalam rumah
ini, dan berubah bentuk ataupun warna karena terjangan awan panas Merapi.
Museum Sisa Hartaku begitu disebutnya,
tepatnya berlokasi di dusun Petung, desa Kepuharjo, kecamatan Cangkringan,
kabupaten Sleman ini memajang beberapa barang yang tersisa saksi keganasan awan
panas Merapi, atau wedus gembel. Aku
masuk kedalam rumah yang dibagi beberapa ruangan, layaknya rumah normal. Setiap
temboknya dituliskan behuruf ukuran besar, bertemakan ungkapan perasaan para
korban erupsi, yang setiap kalimatnya mengisyaratkan tentang kesedihan ketika
bencana melanda dan juga rasa optimis bisa bangkit kembali setelah erupsi
terjadi.
Ada hal unik juga disalah satu ruangan,
terdapat jam dinding yang sudah rusak terbakar, jarum jam berhenti tepat saat
letusan Merapi terbesar saat itu. Atau beberapa pusaka keris terpajang, dan
beberapa batu mulia sebagian sudah berbentuk cicin, ketika aku akan mengambil
gambar lewat kamera, di tembok terdapat larangan untuk memotretnya. Kamto juga
bercerita ada beberapa waktu lalu pengunjung nekat memotretnya tetapi ketika
dilihat hasilnya, benda-benda tersebut nggak tampak di fotonya.
Tidak lama kami disini, langsung mengarah ke
utara lagi. Jalan ini adalah menuju Kaliadem, masih melewati jalan terjal,
walau masih ada sebagian sisa aspal. tapi lebih banyak tetutup pasir dan
kerikil. Di jalan ini Kamto lebih bisa memacu jeep lebih kencang daripada
sebelumnya ketika melewati sungai Opak.
Sesampainya di Kaliadem kami berhenti sejenak
untuk sekedar menenggak air mineral, dan mengambil beberapa foto. Kawasan ini
berada di selatan gunung Merapi, aku dapat melihat pucuk gunung dengan jelas,
disamping karena cuaca yang cerah saat itu, ditempat kami istirahat hanya
berjarak sekitar 2 kilometer dari puncak Merapi. Nggak heran jika kawasan ini
habis dilahap oleh awan panas saat erupsi. Tadinya tempat ini dipenuhi oleh
hijauan pohon, sekarang telah menjadi hamparan pasir batu muntahan Merapi.
Tanpa membuang banyak waktu, kamto kuajak
untuk melanjutkan rute selanjutnya. Karena jalannya menurun kamto bisa leluasa
memainkan kecepatan jeep, terkadang jumping
ketika melewati gundukan. Seru!. Tetapi beberapa kali juga harus meperlambat
laju mobil ketika akan menyalip truk pegangkut pasir atau batu. Jalannya hampir
dipenuhi oleh badan truk. Harus extra
hati-hati menyalipnya karena permukaan jalannya tidak rata dan terdapat
beberapa batuan.
Karena rute yang kuambil medium, nggak terasa kami sudah sampai akhir rute.
Pengalaman yang cukup mengesankan. Walau dari segi jarak dan durasi pendek,
sekitar 20 km dan lamanya kira-kira 1,5 jam. Tujuan akhirpun sampai, tempat sewaan jeep
adventure dimulai. Kawasan Gunung Merapi dengan ekosistemnya yang
bermacam-macam, dan pemandangan yang elok membuat aku betah berlama-lama untuk
menikmati suasana disini. Menikmati ciptaan Tuhan sambil merefleksikan diri
kita sendiri, seperti apakah kita dan apa yang telah kita lakukan selama ini
dengan segala anugerahNya.
Tak terasa hari mulai sore dan aku harus pulang kembali
ke hotel. Terima kasih
Kamto yang telah menemani perjalanan ini. Walaupun kita baru pertama ketemu
tetapi bisa sangat menikmati tour ini. Semoga bisa ketemu di lain waktu, dan
semoga cita-citamu memiliki mobil jeep sendiri tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar