Jika
kita cermati ada banyak kegiatan perbankan yang rentan terhadap tindak
kejahatan, mulai dari perizinan, rahasia bank, pengawasan dan pembinaan bank
serta yang berkaitan dengan usaha bank itu sendiri. Tindak pidana perbankan yang
paling eksterim adalah perampokan bank dan pengalihan rekening secara tidak sah.
Kejahatan
perbankan kerap melibatkan orang dalam. Ini bisa terjadi lantaran lemahnya sistem
pengawasan dan administrasi sebuah bank. Kasus di bank syariah mandiri bogor
menjadi bukti. Apalagi kasus yang termasuk sensasional
yaitu : kasus BLBI, Bank Century, Bank Mega, hingga Bank Bali yang sampai saat
ini belum jelas keputusan penyelesaiannya. Hal ini menjadi preseden buruk bagi
upaya pencegahan kejahatan perbankan di tanah air. Kampanye anti fraud yang dilakukan perbankan menjadi
isapan jempol belaka karena hukuman bagi pelakunya tidak cepat diputuskan dan
membawa efek jera.
Ada
3 hal mendasar yang menyebabkan kaus pembobolan bank di Indonesia kian hari
kian bertambah. Pertama rusaknya fungsi hukum sebagai rambu-rambu kejahatan.
Selama ini tidak ada hukuman yang berat bagi pembobol bank, sehingga kemudian
beredar pameo dikalangan pembobol bank, “kalau membobol bank jangan tanggung2
yang besar sekalian bermiliar-milar, setelah itu paling pelaku cuma mengeluarkan semilyar rupiah
untuk aparat penegak hukum maka semuanya akan beres”. Pelaku pembobolan Bank
BNI, Bank BRI, Bank Mandiri semakin memperkuat pameo tersebut.
Kedua,
lemahnya sistem pengawasan Bank Indonesia (BI), di BI sendiri sering terjadi
kekurangan SDM sehingga mereka mengalami kesulitan untuk melakukan
pengawasarn terhadap kantor2 cabang bank didaerah, meskipun didaerah itu terdapat kantor
perwakilan BI. Seharusnya perbankan bisa menggunakan forum bankir di daerah
yaitu Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) atau Himpunan Bank Bank Milik
Negara (Himbara), untuk memperbaiki kontrol internal bank. Ketiga lemahnya
koordinasi kantor pusat BI dan perwakilan. Selama ini fungsi monitoring BI
hanya mengandalkan laporan bank semata, tidak mempunyai sistem intelegen untuk
mencegah penyelewengan di perbankan. Akses BI ke informasi bank sangat
terbatas sehingga jika terjadi pembobolan bank, aksi yang dilakukan BI sudah
terlambat.
Fenomena
pembobolan bank di tanah air, jika dibiarkan terus berlanjut tanpa tindakan
konkret preventif untuk menanganinya, sangat memalukan dan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan
pada institusi perbankan. Untuk mencegah agar pembobolan bank tidak terulang
ada 3 hal yang harus dilakukan oleh BI atau Pemerintah yaitu: Pertama perkuat penegakan hukum, cara ini
memang klise karena menjadi instrumen klasik yang mudah diucapkan namun sulit
diwujudkan. Salah satu caranya adalah membersihkan aparat penegak hukum, baik
jaksa, polisi, maupun hakim. Jika ketiga penegak hukum itu masih kotor maka
penegakan hukum akan sulit dilakukan. MoU yang sudah dijalin BI dengan aparat penegak hukum tersebut sebaiknya dievaluasi lagi. Minta agar para
petinggi lembaga-lembaga itu proaktif, membantu penegak hukum
membersihkan lembaga mereka dari aparat rakus bermental maling.
Kedua perbaiki kelemahan BI yaitu pengawasan
dan koordinasi, karena dua celah itulah yang selama ini dijadikan jalan bagi mereka
yang berniat membobol bank. Walaupun nantinya pengawasan bank akan dilakukan
oleh Organisasi Jasa Keuangan (OJK), namun pembobolan bank yang terjadi saat
ini adalah pada masa transisi atau peralihan pengawasan dari BI ke OJK. Jadi BI
masih sangat berkepentingan demi kepercayaan masyarakat terhadp bank.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar