Langsung saja Projul itu namaku. Aku nggak kenal
ayah, aku nggak kenal ibu. Aku Anak siapa? Aku nggak tahu. Aku suka baca. Dari
koran yang kujual. Dari buku-buku bekas di tong sampah. Aku baca disitu, setiap
anak punya ibu. Punya ayah. Punya adik. Punya kakak. Punya kakek. Punya nenek.
Tapi aku nggak punya. Eh....! bukanya nggak punya tapi nggak tahu. Masak ada anak
ngak punya ayah dan ngak punya ibu. Nggak mungkin khan..
Aku
punya baju hanya satu. Walau sudah apek dan butut, aku pakai terus. Nggak malu?
Siapa yang malu. Temen-temenku juga kayak gitu. Aku kan anak jalanan bukan anak
gedongan yang suka nangis kalau nggak diberi baju baru. Padahal kalau aku
perhatiin. Bajunya banyak karena tiap hari bisa ganti baju. Aku nggak
ngiri. Aku ngak pingin nyolong bajunya. Soalnya aku baca dibuku nyolong itu
jahat. Jahat itu nggak baik, Aku nggak mau jadi orang jahat. Aku mau jadi orang
baik-baik. Walau kadang-kadang pingin nyolong. Tapi nggak pernah kok. Aku hanya
sedih. Kok mereka bisa pakai baju baru, sedangkan aku ngak bisa. Mereka bisa
makan enak. Aku …, boro-boro makan enak. Bisa makanpun sudah untung. Tahu ngak
?….aku suka puasa lho…, padahal bukan bulan puasa.
Aku suka
perhatiin. Anak gedongan itu kok ngak pernah ketawa. Pulang sekolah dijemput
ama sopirnya, langsung duduk dibelakang. Kok mereka diem saja ngak pada
ngomong, padahal ngobrol itu kan enak. Pernah, aku nggak sengaja lho,
“mbuntuti” kata orang jawa. Nyampe rumah, pagarnya dibukain sama pembantunya. Terus
dia nyelonong aja, ngak ngucapin makasih. Aku suka bilang makasih kalau orang
yang aku semir sepatunya ngasih uang hasil keringatku.
Aku suka
ketawa-tawa ama temen-temen walau lagi puasa karena nggak ada yang dimakan.
Ketawa itu sehat, kata Tarmin, temen aku yang suka baca buku.
Tadi aku
sedang nyemir sepatu di kantin. Yang punya sepatu itu cowok. Cowok itu sedang
ngobrol sama cewek. Mungkin ceweknya. Soalnya mesra banget sih... Mereka sedang
ngrobrol. Aku dengerin saja obrolannya. Hitung-hitung nambah ilmu. Mereka
cerita tentang filem. Mereka habis nonton Forest Gum. Mereka bilang Forest Gum
itu idiot. Kayak apa sich idiot? Kata ceweknya, idiot itu kayak bulu yang
diterbangkan oleh angin ke sana kemari, kayak bulu yang diterbangkan oleh angin
kesana kemari seperti diceritakan diawal filem itu.
Aku
jadi tertarik soal bulu yang terbang tertiup angin. Nggak tahu kapan jatuhnya.
Nggak tahu dimana jatuhnya. Aku mungkin seperti bulu itu. Soalnya aku suka
jengkel sama Satpol PP yang suka ngejar-ngejar aku. Aku suka pindah-pindah
tempat. Persis kayak bulu yang diterbangkan oleh angin. Tapi aku jadi pingin
seperti Forest Gum. Soalnya ia sekarang sudah kaya. Aku juga pingin seperti
dia. Bolehkan ?(Ippangk0945)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar