Burung…
kakaktua, hinggap di jendela.. Nenek sudah tua, giginya tinggal dua…
Tentu syair lagu anak-anak seperti di atas pernah hinggap dalam memori masa kecil kita. Pasti ingatan masa kecil, ia akan lekat dan menjadi ingatan abadi kita. Lagu-lagu tersebut kuhapal dan bisa menyanyikannya waktu kelas satu SD, tentu diajari sama guru-guruku yang cantik, yang tangannya bagus sehingga kalau tepuk tangan suaranya lantang, plok … plok …plok… gitu. Aku sangat mengagumi cara beliau bertepuk tangan, nyaring bunyinya mengiringi kami bernyanyi. Tapi itu hanya kenangan dijaman aku kecil dulu…
Tentu syair lagu anak-anak seperti di atas pernah hinggap dalam memori masa kecil kita. Pasti ingatan masa kecil, ia akan lekat dan menjadi ingatan abadi kita. Lagu-lagu tersebut kuhapal dan bisa menyanyikannya waktu kelas satu SD, tentu diajari sama guru-guruku yang cantik, yang tangannya bagus sehingga kalau tepuk tangan suaranya lantang, plok … plok …plok… gitu. Aku sangat mengagumi cara beliau bertepuk tangan, nyaring bunyinya mengiringi kami bernyanyi. Tapi itu hanya kenangan dijaman aku kecil dulu…
Sekarang, lagu-lagu tersebut sering
sekali mampir ke telingaku, hampir setiap hari, bisa jadi sehari dua kali,
setiap pagi jam 8 atau sore sekitar jam 5. Lagu-lagu anak-anak tersebut di
medley bersambung dengan lagu naik kereta api, tut..tut..tut… siapa hendak
turut ke Bandung – Surabaya…
Hal ini bisa
terjadi karena keponakanku, yang menginjak usia 2 tahun 7 bulan
sangat menyukai lagu-lagu tersebut. Bahkan dia sudah hapal syair-syairnya.
Dengan kefasihan lidahnya yang masih jauh dari sempurna, dia sering
menyanyikannya yang akhirnya mengundang tawa bersama. Dia belajar
lagu-lagu tersebut bukan dari guru TK, karena dia memang belum sekolah. Play
Group pun belum. Dia belajar nyanyinya lewat Mang Odong-odong yang selalu setia
menjemputnya untuk keliling beberapa blok di sekitar rumah. Sepanjang
perjalanannya, kaset lagu-lagu anak-anak diputarkan. Dan Neng Geulis pun asyik
menikmati sambil goyang-goyang kepala, terangguk-angguk seirama dengan lagunya.
Tiap menjelang jam tayang Neng Geulis
sudah harus rapi, kemudian menunggu kedatangan odong-odong tersebut. Aku
sembari menyuapinya, duduk di depan sembari say hello pada tetangga yang lalu
lalang. Tapi mereka juga sudah pada paham, sapaannya juga tak jauh dari
kalimat,”Nunggu odong-odong ya, dik?” … Hehehe… aktifitas rutin sih … Kalaupun aku
tidak sempat, pasti mimin yang asisten rumahtanggaku mengasuhnya sambil menemaninya.
Terus terang, aku sangat berterimakasih
pada Mang Odong-odong tersebut, Ibu-ibu penitip anak- biasa memanggilnya
demikian, nama aslinya sampai kami tak mengetahuinya. Orangnya sangat sabar,
sayang pada anak. Dan rasanya aku pribadi kok enjoy banget dengan aktifitas
Neng Geulis yang tak pernah absen naik odong-odong langganannya.
Pertama, Mang Odong-odong terbukti
sayang anak, kalau ada yang rewel selalu sanggup menenangkannya. Bahkan pernah aku
melihatnya tak canggung membopong anak yang telah belepotan BAB di celananya.
Mungkin saking asyiknya bernyayi, sampe tak terasa BAB di bebek-bebekan yang
dinaikinya.
Kedua, aku mengetahui rumah dan keluarga
dari Mang Odong-odong, sehingga hati juga tidak was-was perihal kemana anakku
dibawa pergi. Mang Odong-odong dulunya penjual es cendol , yang kemudian
beralih profesi sebagai ‘guru TK’. Rupanya mengelola odong-odong lebih
menjanjikan daripada mendorong gerobak cendol.
Ketiga, Neng Geulis akhirnya juga
mengenal banyak teman, setidaknya dengan teman-teman sebaya yang sudah menjadi
pelanggan tetap odong-odong tersebut.
Keempat, Biarlah neng Geulis belajar
nyanyi dari sana karena kalaupun sekolah TK kelak, belum tentu dia akan diajari
lagu-lagu tersebut.
Sebenarnya aku-lah yang harusnya
menjadi guru nyanyi bagi keponakanku. Tapi, terus terang kok aku kurang telaten
ya. Kurang bijak juga kalau menjadikan waktu sebagi alasan, karena toh aku
bukan wanita karier yang waktunya banyak di luar rumah. Sebagian besar waktuku
meski sembari mengerjakan banyak hal, habis di rumah. Di bawah usia TK, keponakanku
selalu dekat denganku. Tapi ya itu tadi, … aku kok kurang telaten mengajarinya menyanyi.
Jadi bagiku, peran Mang Odong-odong
sangat membantu dalam mengajari anak bernyanyi dan bersosialisasi. Tak banyak
pula biaya yang harus kukeluarkan. Ongkos untuk Neng Geulis tidak pernah
dilebih atau kurangkan, Cuma Rp. 2000,- dari pertama naik sampai anak habis
tinggal Neng Geulis seorang yang kemudian diantar ke depan rumah. Di kasih
lebih selalu tidak mau. Makanya, secara pribadi aku sering memberinya bingkisan
semacam kaos, baju untuk anak atau cucunya atau bahkan sekedar kue-kue. Yah, …
hitung-hitung nitip anak sih…(Saw-Bandung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar