Semua
orang pasti tahu bahwa dunia perbankan Indonesia dikenal warisan dari penjajah
Belanda. Sejarah perbankan-pun nggak lepas dari pengaruh negara yang menjajah,
baik untuk bank pemerintah maupun swasta. Setelah adanya nasionalisasi De Javasche
Bank (DJB) menjadi Bank Indonesia tanggal 1 Juli 1953, secara otomatis semua
kantor cabang DJB menjadi kantor cabang Bank Indonesia.
Termasuk
yang ada di Manado, gedung tersebut eks De Javasche Bank (DJB) kini menjadi
cagar budaya (heritage). Hampir semua
gedung eks DJB menampilkan aura kemegahan arsitektural bergaya eropa. Seperti
bangunan bersejarah lainnya, fungsi gedung ini berubah-ubah karena masa
penjajahan.
Gedung DJB
Manado, terletak di Jalan Suprapto-Pasar Empat Lima yang dibangun pada tahun
1910, setelah dipergunakan oleh Bank Indonesia kondisinya berubah hampir bukan
seperti gedung yang merupakan heritage, nilai history-nya hilang, nilai estetikanya kurang diperhatikan, karena
semuanya tertutup oleh material modern yang menyelimuti. Sehingga keindahan
yang ditampilkan tidak nampak seperti gedung jaman belanda.
Sangat disayangkan, bahwa
sebenarnya pemanfaatan gedung eks De Javasche Bank sebagai memorabilia
diharapkan dapat mendekatkan Bank Indonesia dengan masyarakat, saat ini kosong.
Terutama dalam menikmati dan menjawab keingintahuan akan arsitektur khas
bangunan peninggalan kolonial nggak difungsikan sama sekali. Walau daerah Pasar
Empat Lima masih menjadi daerah perniagaan tetapi sejak gedung BI nggak digunakan,
suasanya nggak seramai dulu.
BI sejak tahun 1996 menempati
gedung yang lebih modern di Jalan 17 Agustus No 56 Manado, terletak 70 m diatas
permukaan laut. Kini gedung Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara (KPw DN BI Manado), terlihat sangat indah. Lokasinya
yang berhadapan langsung dengan kantor Gubernur Sulut, sangat mendukung untuk
mengambil keputusan terkait roda ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar