Suatu hari ada
seorang ayah sedang memarahi anaknya yang baru berusia 10 tahun. Apa pasalnya?
Sang anak yang baru kelas 4 SD itu ternyata berani merokok saat di jalan pulang
sekolah. Kabar itu diketahui oleh orang tuanya dan sontak membuat mereka marah besar
pada sang anak. Tidak hanya omelan dan kata-kata keras, sang anak bahkan kerap
kena tamparan tangan sang ayah. Sang anak hanya terdiam dan menangis.
Di saat sang ayah
sudah berhenti ngomel dan marah-marah, anak itu lalu berujar, “Pak, saya tahu
saya salah. Tapi kenapa Bapak kok marah banget saat saya merokok? Saya kan
belajar merokok dari Bapak!” Sang ayah hanya terdiam.
Ternyata, anak
itu belajar merokok dari ayahnya sendiri yang kebetulan juga perokok berat.
Saat berangkat sekolah ia ditemani ayahnya sarapan, sang ayah lalu merokok.
Saat berangkat sekolah, ia diantar ayahnya pake motor, yang juga sambil
merokok. Saat pulang sekolah, anak itu menjumpai ayahnya sudah pulang kantor
juga sedang merokok.
Bagaimana bisa
sang ayah melarang anaknya merokok sementara dia sendiri selalu memberi contoh
merokok. Bagaimana bisa sang Ayah menjaga anaknya dari perilaku perokok,
sementara dia sendiri memberi contoh bagaimana jadi perokok.
Itulah keteladan.
Ternyata, untuk mengubah seseorang tidak cukup hanya dengan memberi nasihat,
teguran atau bahkan hukuman. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa
seseorang untuk melakukan perubahan memerlukan keteladan. Ya, contoh yang baik
seperti apa dan bagaimana melakukan kebaikan itu sendiri.
Sayangnya, hari
ini kita menjumpai dari keseharian tidaklah mudah untuk menemukan keteladanan.
Di kantor, di rumah, di masyarakat bahkan dalam kehidupan bernegara sekalipun.
Banyak orang hanya bisa berkata dan berpesan. Mengajak orang untuk melakukan
kebaikan dan kemuliaan.
Namun, sangat
disayangkan, banyak juga yang berututur kebaikan itu tidak berhasil memberikan
contoh keteladanan bagaimana melakukan kebaikan. “Stop Korupsi!” Eh, yang
terjadi malah makin marak. Bagaimana rakyat akan percaya pada mereka yang
mengatakan hentikan koruptor, sementara dia sendiri melakukannya.
Apa pun profesi kita,
ketika berkomunikasi berhati-hatilah. Kita yang jadi pemimpin, jangan hanya
belajar menyuruh dan memerintah. Belajarlah juga untuk bisa memberi contoh dan
teladan terbaik, yang jadi karyawan, jangan hanya bisa berbicara hujat sini
hujat sana.
Belajarlah untuk
memberi contoh terbaik bagi karyawan yang lain atau bahkan pada pimpinan
sekalipun. Kita sebagai orang tua, jangan hanya pandai berpesan dan memberi
nasihat. Jadilah orang tua yang juga pandai memberi contoh terbaik bagi
putra-putri kita. Karena ternyata contoh keteladan akan jauh lebih berkesan
dibandingkan dengan hanya kata-kata saja.
Yang berprofesi
sebagai trainer, ustadz, guru, keteladan sangat penting. Audien Anda tidak hanya
mendengar dan melihat apa yang kita tuturkan saat berhadapan. Mereka juga punya
mata dan telinga di luar sana yang mamu mendengar dan melihat seperti apa sikap
dan perkataan kita saat jauh dengan mereka.
Mereka juga akan
melihat bagaimana sikap kita di rumah terhadap keluarga dan tetangga. Mereka
juga akan mendengar bagaimana pribadi kita saat kita sedang bermu’amalah. Saat
kita mengajak dan mengatakan kebaikan, benarkah kita juga melakukannya? Mereka
juga akan menilai kita.
Apakah kita hanya
pandai berututur, atau kah pandai juga memberi keteladanan. Dan keteladanan itu
akan besar pengaruhnya dibandingkan jika hanya kata-kata saja. Semoga perubahan
terjadi di sekitar kita karena kita tak hanya berkata-kata saja tapi memberikan
contoh keteladan terbaik. Setuju? (Asep Supriatna)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar