Kali ini aku mendapat tugas ke Manado, di ujung Utara
Pulau Sulawesi, yang berbatasan laut langsung dengan Philipina.
Jauhkan....! karena jauh, setelah tiba di Kota Manado, aku menyempatkan
berkunjung makam ke salah seorang Pahlawan Naional dari Sumatera Barat yaitu : Tuanku Imam Bonjol.
Imam Bonjol yang mempunyai nama asli Muhammad Shahab,
bergelar “Petto Sjarif”, Malim Basa" dan “Tuanku Imam” anak dari Pandito Bayanuddin. Beliau adalah tokoh
pejuang Perang Padri Di Sumatera Barat dari tahun 1821 s.d 1838. Beliau bergelar
Imam Bonjol karena merupakan seorang pemimpin tokoh Padri di daerah Tanjung
Bungo-Bonjol, Pasaman. Selama berperang dengan Belanda, banyak sekali tentara kompeni yang menjadi korban, karena kegigihannya mempertahankan tanah air.
Tuanku Imam Bonjol sebelum di buang ke Minahasa, beberapa kali
diasingkan diberbagai tempat yaitu Cianjur–Jawa Barat, Ambon-Maluku hingga
akhirnya tahun 1838 sampai di Lotak dekat kota Manado. Meninggal tahun 1864, penyakit malaria yang mnyebabkan
beliau wafat, kini makamnya di daerah Lotak-Pineleng terawat dengan baik. Komplek
makamnya cukup bagus, dengan ciri utama bangunan bagonjong ala Rumah Gadang Minangkabau.
Menurut Fatmawati turunan kelima dari Pengikut beliau yang merawat makam,
bangunan ini diprakarsai, dirancang, dibiayai, dibangun oleh Yayayan Bundo Kanduang.
Makam Imam Bonjol, bersih dan rapih, tertata baik terbuat dari keramik dengan batu nisan
dari marmer. Masih ada taburan berbagai bunga serta daun pandan yang masih
segar, berarti makan ini sering dikunjungi penziarah. Didinding makam terdapat
sebuah diorama yang menggambarkan perjuangan beliau melawan belanda. Selain
berjuang beliau terkenal juga dengan gerakan dakwahnya, yang menentang
perangai tak elok warga sumetara barat, antara lain : baampok (judi), laga ayam, penyalah gunaan dadah, dan minuman
keras. Beliau berperang melawan belanda dengan semboyan Gold, glory dan gospel.
Agak kebawah arah sungai kira-kira 60 meter dari makam
beliau terdapat sebuah pondok yang
didalamnya terdapat sebuah batu kali besar rata bagian atasnya. Batu ini dulunya
dipakai beliau untuk sholat dan berzikir. Batu ini terletak ditepi sungai
dengan air bening yang mengalir. Banjir Manado di bulan Januari yang lalu, meninggalkan
bekas gerusan erosi pada dinding
sungai diseberangnya. Namun bangunan pondok tempat ibadah Tuanku Imam Bonjol tak
sedikitpun terganggu.
Didepan komplek makam terdapat sebuah mesjid, yang pada awalnya adalah mushola yang dibangun oleh Imam Bonjol, namun mushola tersebut kini telah mengalami beberapa kali renovasi. Hingga saat ini menjadi sebuah mesjid dan sering digunakan masyarakat muslim sekitar untuk silaturahmi dan menjalankan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Perjuangan Imam Bonjol yang gigih, membuat belanda
mendatangkan tentaranya dari Jawa, Madura, Bugis, Ambon, Afrika yang disebut Spoys, termasuk juga tentara pribumi
Indonesia (inlandsche) yang direkrut
kaum penjajah.Dalam daftar perwira kolonial yang ikut perang padri adalah :
Mayjen Chocius, Kolonel Bauer, Mayor, Sous, Kapitein Mac Lean, Kapitein Sininghe,
Lettu Van Der tak. Perwira tentara inlander
yang ikut memerangi kaum padri dipimpin
oleh : Kapitein Notoprawiro, Luitenant Prawiro Di Logo, Sergeant Karto Wogso, Korporaals
Prawiro Sentiko, Merto Puero.
Karena perjuangan yang tak kenal lelah, dan menjadi
inspirasi kepahlawanan bagi kaum pejuang Indonesia menentang belanda. Sebagai
penghargaan dari pemerintah Indonesia, maka pada tanggal 6 November 1973,
Pemerintah Indonesia mengangkat Tuanku Imam Bonjol sebagai Pahlawan Nasional. Namanya yang harum hingga kini dipakai sebagai ruang publik bangsa, antara lain sebagai nama jalan,
nama stadion, nama universitas, bahkan pada uang lembaran Rp 5.000, keluaran
Bank Indonesia tahun 2001, bergambar foto “Tuanku Imam Bonjol”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar