Untuk menata segala kehidupan menjadi selaras
antara duniawi dan rohani adalah pandangan hidup dan kesehari-harian masyarakat
jawa pada umumnya, misalnya cara berbusana yang serasi, keselarasan dalam
berbicara meskipun sedang dalam emosi batin
yang meledak-ledak tetap berusaha santun dalam mengungkapkan isi hatinya. Ngono
ya ngono nanging aja ngono (begitu ya begitu tapi jangan begitu) adalah
peribahasa jawa dalam mengungkapkan keselarasan dapat menahan
emosi. Keselarasan berarti dirinya dapat mengatur keseimbangan emosi dan
menata perilaku yang laras, harmonis dan tidak menimbulkan kegoncangan. Saling
menjaga diri, saling menjaga cipta, rasa, karsa dan perilaku, adalah pandangan
hidup dan realitas hidupnya walau terjadi ritme-ritme karena dinamika kehidupan
masyarakat. Dari sini maka “Gamelan” yang irama musik termasuk tembang jawa itu
disusun dan dibuat.
Asal Mula Gamelan Jawa
Kemunculan gamelan
didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa
pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya
dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan
Majapahit. Awalnya, alat musik
instrumen gamelan dibuat berdasarkan relief yang ada dalam Candi Borobudur pada
abad ke-8. Dalam relief di candi tersebut, terdapat beberapa alat musik yang
terdiri dari kendang, suling bambu, kecapi, dawai yang digesek dan dipetik,
serta lonceng. Sejak itu, alat musik tersebut dijadikan sebagai alat musik
dalam alunan musik gamelan jawa. Alat musik yang terdapat di relief Candi
Borobudur tersebut digunakan untuk memainkan gamelan. Pada masa pengaruh budaya
Hindu-Budha berkembang di Kerajaan Majapahit, gamelan diperkenalkan pada
masyarakat Jawa di Kerajaan Majapahit.
Konon, menurut kepercayaan orang Jawa, gamelan itu sendiri diciptakan oleh Sang Hyang Guru Era Saka, sebagai dewa yang dulu menguasai seluruh tanah Jawa. Sang dewa inilah yang menciptakan alat musik gong, yang digunakan untuk memanggil para dewa. Alunan musik gamelan jawa di daerah Jawa sendiri disebut karawitan. Karawitan adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan alunan musik gamelan yang halus. Seni karawitan yang menggunakan instrumen gamelan terdapat pada seni tari dan seni suara khas Jawa,
Musik Gamelan merupakan
gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not nada dari
Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik dari
India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang
kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini. Coba memperhatikan urut-urutan dari alat
gamelan ketika dibunyikan dalam sebuah irama Gending. Perhatikan saja tarikan
dari tali rebab, disusul bunyi suara dari bilah-bilah logam kuningan yang
disebut slentem, lalu bunyi saron, kendhang, kenong, gambang, dan lain-lainnya,
yang selalu diakhiri suara gong di penghujung bait irama gendhing.
Seni gamelan Jawa tidak
hanya dimainkan untuk mengiringi seni suara, seni tari. Saat diadakan acara
resmi kerajaan di keraton, digunakan alunan musik gamelan sebagai pengiring.
Terutama, jika ada anggota keraton yang melangsungkan pernikahan tradisi Jawa.
Masyarakat Jawa pun menggunakan alunan musik gamelan ketika mengadakan resepsi
pernikahan, kemudian berfungsi
pula untuk menyemarakkan upacara-upacara. Namun yang paling intensif ialah
untuk mengiringi pagelaran wayang dan seni panggung (kethoprak atau
sendratari). (Sumber
: Blog Budaya Nusantara, Supra Kelana, Suryadinata Putra).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar