Dulu
waktu jaman perjuangan melawan penjajah, istilah Pasukan Berani Mati
ditujukan untuk para pahlawan pejuang kemerdekaan. Gimana nggak disebut pasukan
berani mati, melawan pasukan musuh yang bersenjata meriam dan senapan mesiu,
pahlawan perjuangan cuma bersenjatakan bambu runcing. Walaupun mungkin nggak
persis seperti itu keadaannya, setidaknya itu yang sering diceritakan waktu
sekolah atau kalau nonton film perjuangan di TV.
Itu
zaman dulu, kalau zaman sekarang Pasukan
Berani Mati-nya sudah berbeda, maksudnya pasukan para pekerja
yang sedang menuju tempat kerja pakai sepeda motor, termasuk aku juga. Disebut berani mati, karena memang
resikonya adalah mati. Ada tanda dilarang memutar, kita memutar karena ingin
cepat sampai. Ada perboden masuk terus dan tentunya harus melawan arus,
kemudian nggak pake helm karena masih pagi nggak ada polisi. Atau naik ketrototar ketika jalanan
macet dan penuh kendaraan. Jika berhenti dilampu merah melampaui jauh garis, bahkan sekarang lampu masih merah-pun diterjang,
pengemudi motor sudah tak peduli dengan keselamatan dirinya sendiri.
Paling
nggak itu yang aku rasakan tiap pagi ketika berangkat kerja naik motor, kondisi
di jalan raya memang mengundang nyawa. Saling serobot, salip-salipan antara
sesama pengendara motor atau motor dengan mobil. Kondisi jalan raya yang padat
dan rapat bukannya membikin pengendara motor jadi hati-hati tapi malah mengundang
bahaya, saling menyalip. Resikonya ? niat baik mau kerja cari uang malah
berujung kuburan.(sumber : blog tetangga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar