Kamis, 28 Desember 2017

Pendidikan Merubah Kehidupan


Ceremony graduation alias wisuda pastilah sangat berarti bagi mahasiswa. Sebab prosesi wisuda menandakan tamatnya seseorang dari bangku kuliah. Pastinya perkuliahan dilewati dengan susah payah, sebagaian orang harus mengorbankan banyak hal termasuk masa muda untuk mendapatkan kebanggaan dirinya, demi masa depannya.

Moment ini sangat kunanti-nantikan, momen yang pada hari itu toga dipindahkan dari kiri kekanan. Momen semua rasa menjadi satu antara tangis, tawa, haru, lebur menjadi kebahagiaan. Wisuda juga adalah momen yang ditunggu para orangtua, setelah bertahun-tahun dihiasi dengan pengorbanan dan do’a agar sang anak berhasil. Hari itu anak-anakku telah berhasil mengukir senyum kebanggaan diwajah orangtuanya, membuat orang tuanya merasa bahwa perjuangan mereka telah terbayarkan.
 
Saat mereka wisuda dengan semangat yang tinggi aku menghadiri acaranya, sebab sebagai seorang ayah yang ketiga anaknya telah menjadi sarjana, bahkan sebagai orang yang berkerja di Bank Indonesia pada level bawah, aku sama sekali belum merasakan bagaimana rasanya di wisuda. Karena sekolahku cuma lulus SMA, yang nggak ada acara wisudanya. Makanya  seumur hidup aku belum ngerasain di wisuda, mungkin itulah yang aku rasakan sehingga mengapa anak sekolah dasar bahkan sekolah taman kanak-kanak, juga mengadakan wisuda.

Kepada anak-anakku pernah kubilang bahwa pendidikan yang membuat nasib berubah, pendidikan untuk kehidupan yang lebih baik. Wisuda menjadi sarjana adalah awal perjuangan yang sebenarnya untuk menjadi manusia yang berguna. Sebagai orang tua aku nggak pernah menuntut, selain meminta kepada mereka untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik, sebab aku memahami bahwa jika kita berusaha sungguh-sungguh pasti akan berhasil. Timbulkanlah suasana kompetitif disegala bidang, agar kita selalu up to date.

 
Kini harapan dan amanah sudah dimulai, seorang sarjana tidak boleh egois dalam kehidupan tetapi harus berkontribusi untuk negara dan bangsa, bukan sekedar menjadi komentator peran negatif dan menyalahkan orang lain atas amburadul-nya ekonomi dan keterpurukan negara ini, sarjana harus lebih mandiri. We all different paths in live, but where we go we take a little bit of each other everywhere.

 
Kini mereka tengah melanglang buana ke beberapa Negara yang berbeda, Deni anakku yang pertama bekerja di PT Bank BNI Qatar, Timur Tengah. Selesai mejalani kuliah S2-nya di Universitas Indonesia tahun 2015, melaksanakan amanah yang harus disyukuri dan dijalani, tanggung jawab akademik harus segera dipikul. Dia harus mencurahkan apa yang didapat saat kuliah untuk masa depannya demi kemajuan bangsa dan Negara.

Aku juga berpesan padanya agar jangan berpuas diri, selama tugas disana carilah ilmu untuk menambah pengetahuan yang sudah ada, yang dapat mendukung kinerja. Yang lebih penting lagi adalah jujur dan jaga integritas,  sebab orang yang pinter belum tentu punya akhlak yang tinggi. Biarin biasa-biasa aja yang penting anakku bermoral baik dan akhlakul kharimah, mulia, dan shaleh. Lagian juga aku bilang ke Deny nanti kalau sudah kembali ke Indonesia jadilah pegawai yang baik, berdedikasi, loyal dan berintegritas. Sebab sekarang banyak sekali ppegawai yang ada diberbagai kantor kerjanya cuma duduk-duduk, kalau ada waktu senggang main gaple, ngobrol yang nggak penting dan main game di computer. Banyak sarjana yang nggak jujur dan nggak punya integritas, banyak juga sarjana yang korupsi sebab waktu kuliah bapaknya mungkin ngebiayain anaknya pake uang yang nggak halal.

Seli anakku yang kedua sekarang bekerja di sebuah perusahaan kecil di Houston, USA. Waktu masih di Indonesia dia bekerja di PT Buhler Indonesia, karena Bahasa inggrisnya lancar dia sangat berminat bekerja di perusahaan asing. Saat ini selain bekerja disana, kegiatan sehari-harinya sebagai seorang perempuan dia mengurus rumahtangganya, yang bersuamikan warga negara setempat.

 Seadangkan anakku yang ketiga Desi, saat ini ikut menemani suaminya yang tengah mengambil S3 di Colchester, Inggris. Selain itu kegiatan rutin yang dijalani selama disana adalah mengikuti berbagai kegiatan pendidikan yang bakal dipakai nanti jika sudah balik ke Indonesia. Karena dia yakin bahwa ilmu apa pun yang dipelajari disana pasti akan berguna demi masa depannya, yang akan dia terapkan nanti.

Kupesankan padanya bahwa belajar diri menjadi kuat akan segala rintangan yang terus berusaha mendera tanpa ingin berhenti. Walaupun sesak dan terseok dalam langkah, dunia ini terus berputar tanpa pernah berhenti kecuali Dia telah berkehendak. Seuntai doa yang terus menghiasi bibir yang terus berkelana semakin membuat jiwa merasa semakin tegar atas segala ujian dan cobaan yang selalu menghadang.

Keberadaan mereka saat ini sudah tak menimbulkan beban lagi bagiku yang sekitar tiga tahun lagi akan menjalani MPP, mereka sudah bisa hidup mandiri. Semoga ketiga anakku menjadi orang yang berguna, yang dapat memutus kemiskinan dan kebodohan dalam keluarga. Sebab selama menyekolahkan mereka banyak sekali jalan berliku dan perjuangan yang harus kujalani. Aku tak mau anak-anakku hanya seperti bapaknya yang kurang mengenyam bangku pendidikan, aku ingin mereka maju sebab untuk meyekolahkannya perlu perjuangan dengan berhemat, kegigihan dan kasih sayang keluarga.

 

Terima kasih Tuhan atas segala pelajaran hidup yang terus menari-nari dalam setiap detik kehidupan. Membuat segalanya menjadi nyata dan terbuka, Engkaulah yang memberi segala tanpa seorangpun bisa menolak. Karena aku tahu setiap yang Kau berikan adalah hal yang paling indah dan terbaik dalam setiap hembusan nafas kehidupan. Sekarang hanya ucap syukur yang kupanjatkan, semoga anak-anakku bisa menjalankan kehidupannya dengan baik dan mendapatkan ridho Allah SWT. Mudah-mudahan fungsi dari kelima jari tangan mereka serta tegaknya kaki mereka bermanfaat bagi agama dan bangsa ini serta mendapat barokah. Amiiiin ya Allah ya Rabbal’alamiiiin, 

 

Kerja dan Usaha


Mudah-mudahan dunia sudah berubah. Di generasi saya, orangtua selalu berpesan agar kita belajar baik-baik dan kemudian menjadi pegawai yang baik, syukur-syukur pegawai negeri. Kemudian harapan sekeluarga, bahkan sekampung, adalah kita naik pangkat dan menjadi pejabat.

Kita pun di dalam perusahaan sering berobsesi yang sama. “Kapan saya dipromosikan?” atau “siapa yang pantas menduduki jabatan itu?” Tanpa terasa, kita sebenarnya membentuk mental ketergantungan pada otoritas yang kental. Sebagai akibat, kita pun memandang banyak hal di sekitar kehidupan sebagai sesuatu yang stagnan. Kita menjalani siklus bekerja baik-baik, menunggu naik gaji, kalau beruntung, bisa mendapat bonus. Bagi yang berpenghasilan kecil, uang lembur pun diharap-harapkan dan akhirnya menjadi penghasilan tetap.
 
 

Dari manakah kita bisa meningkatkan penghasilan bila ingin hidup lebih konsumtif dengan beragam tawaran menarik di iklan-iklan? Bila iman tidak kuat, bisa timbul pikiran jahat untuk mendapat uang lebih, ngobyek, atau bahkan korupsi ketika ada kesempatan. Apakah ini juga pangkal tolak gejala korupsi yang seolah olah menjamur dan sulit dihentikan? Bila kebanyakan dari kita masih bermental seperti ini,  bagaimana mungkin masyarakat kita bergerak dan bisa menciptakan laba bagi perusahaan tempat ia bekerja, dan pada akhirnya membawa rezeki yang lebih banyak untuk dirinya juga? Bagaimana juga kita bisa membawa negara ini berkompetisi dengan negara lain dan menjadi juara di kancah internasional?

Sebenarnya, kita perlu sedikit keluar dari kungkungan mindset manajerial dan berpikir seperti layaknya seorang wirausaha. Seorang manajer biasanya hanya memikirkan upaya agar pencapaian target bisa dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Bila target tercapai, ia berharap akan mendapat reward, dan promosi. Semakin berambisi semakin ia berkutat di organisasinya, dan tidak berpikir jauh ke depan, baik memikirkan sumber daya lain maupun peluang-peluang yang bisa mendorong kinerja dengan besaran yang berbeda. Mental ini adalah mental yang pada abad ke-20 sering disebut sebagai mental ambtenaar, yang bertahan hanya bermodal kepatuhan dan perintah atasan.

Kita semua tahu bahwa negara pun berdagang dan tidak mengikuti pakem-pakem yang stabil. Setelah 50 tahun beroperasi di Indonesia, tiba-tiba Freeport harus menghadapi perubahan cara dagang yang diminta pemerintah. Masih ingatkah kita akan pidato Presiden Joko Widodo pada awal pemerintahannya? Dengan bahasa Inggris yang tidak cemerlang beliau mengundang dan membuka peluang bagi negara lain untuk berinvestasi di Indonesia.

Bukankah warna yang dibawa presiden kita ini adalah warna pedagang? Bagaimana Negara dapat membiayai pembangunan jalan tol di Kalimantan dan Papua sana? Bagaimana Negara dapat menggerakkan roda perekonomian masyaratakatnya bilamana infrastruktur pun tidak tersedia. Andaikata saja, saat sekarang pejabat pemerintah tetap tidak sadar bahwa Negara kita ini perlu meningkatkan dan mengamankan pemasukan serta menekan pengeluaran, bagaimana jadinya Negara kita?

 
Teori A-R (“ambition-resource”)

Almarhum Prof CK Prahalad menggagas Teori A-R, yang membedakan mental saudagar dengan mental manajer. Yang pasti, seorang saudagar tidak hentinya mencari tahu mengenai lingkungan, mengendus kesempatan, membaca gelagat masyarakat, dan menemukan kesempatan untuk mencetak keuntungan yang lebih besar. Pertanyaan selanjutnya, apakah saya mempunyai sumber daya yang cukup untuk menangkap peluang tersebut?. Dari sinilah Prahalad kemudian menamai teorinya, teori antara ambisi dan sumber daya. Begitu ada kesenjangan antara ambisi dan sumber daya yang dimiliki, seorang saudagar akan berpikir keras, inovatif, dan inventif, bagaimana cara mendapatkan sumber daya yang cukup untuk menjangkau ambisnya. “There is no entrepreneur who start off with more than a penny in his pocket but dreams to reform the world”. 

Dengan pengembangan teknologi, tantangan geopolitik, harapan generasi milenial, dan pertumbungan gig economy, apakah kita masih mungkin menanggapi perkembangan ini dengan mental ambtenaar tadi? Para pakar juga  mengingatkan, “business as usual is not an option”. Saat sekarang dunia sudah menjadi demikian kompleks, dinamis, dan tak terduga. Dunia kerja yang masih merupakan tanda tanya ini, perlu kita terobos dengan keberanian pengambilan risiko, antusiasme perubahan, take action, tetap mengejar inisiatif baru sambil juga melihat jauh ke depan.

 
Tampaknya kewirausahaan ini bukan dominasi para star ups saja, tetapi kita semua harus mulai mengembangkan mental wirausaha ini meski berada di dalam organisasi sekalipun. Banyak orang mendirikan divisi inovasi di perusahaannya, tetapi mengapa keberhasilannya tidak istimewa? Hal ini karena tidak semua orang dalam organisasi bermental saudagar yang selalu mewaspadai kesempatan yang lewat dan berpikir inovatif untuk pengembangan organisasi. Jadi bagaimana memulainya?

 
Jelas kita tidak bisa terus menerus mengembangkan organisasi berwarna “command & control”, yang para manajernya hanya berpatokan pada prosedur standar, SOP, dan berpegang di situ. Disiplin perlu berubah bentuk menjadi sistem akuntabilitas, komunikasi terbuka, dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai organisasi sambil menghayati tujuan yang lebih luhur.
 

Mentalitas “everything is a test”

Dengan mentalitas bahwa segala tindakan dan keputusan bisa salah dan bisa berubah, kita harus terus berjalan maju dengan keyakinan dan tanggung jawab 100 persen. Kita tidak bisa menunggu segelintir manusia di manajemen puncak untuk berinovasi dan mebawa perubahan. Kitalah yang perlu bergerak, mecoba dan gagal. Ide harus terealisasi dan selalu sudah dihitung untung ruginya. Waspada terhadap mentalitas yang senantiasa menunda nunda karena ragu atau sikap perfeksionis.

Make a bold choice and make mistake, karena kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika kita tidak belajar dari kesalahan dan berhenti untuk berusaha. Kita, di mana pun posisinya perlu bertanya kepada diri sendiri: siapa dan sukses apa yang ingin kamu temui? Only you can change your current outcomes – stop waiting for something or someone else to help you.(Sumber : Experd)

 

 

Hidup Dengan Mesin HD


Suara mesin hemodilisa-HD (mesin pencuci darah) yang ada di Ruang Renal Unit Rumah Sakit PGI Cikini, terdengar dengan alunan irama yang merdu dan sayup-sayup. Begitulah setiap seminggu tiga kali aku mendengar dan merasakan mujizat Allah yang di ciptakan melalui tangan manusia untuk membantu diriku dalam memperahankan hidup.
 
 
Tanpa mesin HD ini, aku yakin bahwa sudah sejak dua tahun lalu aku tak merasakan nikmat Allah yang diberikan padaku di dunia ini. Aku pasti tak merasakan bagaimana nikmatnya mengantar ketiga anakku dalam menikahi pasangan hidupnya masing masing, bahkan sampai mereka memberikan cucu aku pasti tak akan pernah melihatnya.

Setiap pelaksanaan HD, puluhan orang berbaring di Kasur masing-masing, biasanya ditemani keluarga terdekat, istri atau suami, kadang anak-anak jika anaknya berbakti dan sayang pada orangtua.

Begitupun aku, istriku selalu setia menemani, sebab tanpa ada yang menemani terus terang semangat buat hidup jadi berkurang. Tapi kalau istri ada disamping, hidup ini rasanya tak ingin berhenti, karena terasa sekali sayang dan kesetiaan yang terjalin selama 30 tahun menjalani bahtera rumah tangga, benar benar terasa seperti kasih Rachman dan Rachim dari Allah SWT.

Sudah menjalani HD selama 2 tahun, rasa sakit jarum yang menusuk tanganku selama 5 jam nonstop sudah hampir tak kurasakan. Aku sudah terbiasa dengan rasa sakitnya tusukan jarum tersebut, mungkin bagi orang normal yang sehat, akan ngilu melihat darah mengalir dalam selang yang diputar kedalam mesin, lalu diproses dan disaring dalam tabung dialiser yang menggantikan funsi ginjal.

Walaupun demikian, alhamdulilah aku tidak seperti teman-teman lain seperjuangan yang sering dirawat karena kurang disiplin dalam mengkonsumsi air. Bagi kami pasien gagal ginjal minum itu dalam 1x24 jam tidak boleh lebih dari 600 ml, atau seukuran botol air mineral yang sedang. Untuk makan harus makanan dengan protein tinggi (telur, ikan, daging), jika  yang dimakan kurang mengandung protein tinggi, haemoglobin (HB) tubuhnya akan rendah. Akibatnya ya harus tambah darah, kurang nafsu makan, sering mual, badan lemas, tulang ngilu, dada sesak, susah berjalan.

Makanya buat teman dan sabahat yang sekarang masih sehat dan normal, minumlah air putih yang cukup, kalau waktunya MCU yang harus diikiuti, jangan sampai kita nggak care dengan diri sendiri. Sebab MCU itu adalah tujuannya untuk mendeteksi dini kondisi tubuh kita, jika tidak ditemukan sesuatu yang mengganggu kesehatan ya bersyukur, tapi jika sudah ada tanda-tanda yang kurang baik, cepatlah konsultasi kedokter dan ikuti nasehatnya.

Jangan sampai ada beberapa teman dari BI yang kini jadi pasien seperti aku, datang kerumah sakit dalam kondisi terlambat. Dokter MCU dari awal sudah menganjurkan untuk cuci darah, tapi karena menurutnya cuci darah itu sesuatu hal yang menakutkan maka dia tak mau ikuti anjuran dokter. Akhirnya dengan kondisi yang sudah cukup parah, baru mau melakukan cuci darah, kondisi badan sudah lemah, nafas tersengal-sengal, kaki bengkak, perut buncit. Kalau sudah terlambat penangannya lebih repot dan rumit.

Tolong diperhatikan, jangan terlalu sering mengkonsumsi minuman kaleng, sofdrink, makanan kaleng, minuman herbal, jamu-jamuan. Minuman dan makan tersebut sudah terkontaminasi zat kimia yang dapat membebani kerja ginjal, akibatnya akan kurang baik bagi ginjal. Gagal ginjal dapat dicegah dengan menerapkan cara hidup sehat, mengatur pola makan dan minum, seimbangkan gizi, tidak merokok, olahraga yang cukup, manajemen stress dan lanjutkan konsep hidup sehat.

HD atau cuci darah bukan suatu pengobatan yang menakutkan, walaupun tujuannya cuma untuk bertahan hidup bukan untuk kesembuhan, dengan  bantuan mesin HD banyak sekali pasien rawat jalan yang sampai bertahun tahun bisa bertahan hidup. Yang penting disiplin jangan banyak air masuk dalam tubuh, jangan makan buah-buahan (banyak mengandung kalium) karena mengganggu fungsi jantung, kecuali buah papaya yang membantu melancarkan pencernaan.

Hidup dengan gagal ginjal bukan menjadi penghalang bagi penyandangnya untuk tetap berbuat baik bagi sesama, dan berkurang semangat untuk bekerja. Sebelum HD dari pagi sampai siang waktu istirahat selesai aku tetap masuk bekerja, setelah itu aku ijin pimpinan untuk HD. Walaupun terkadang kini banyak aku minta ijin sakit tidak masuk karena kondisi tubuh yang kurang sehat.

Kini aku bergabung dengan komunitas gagal ginjal, kami saling tukar informasi, edukasi dan motivasi. Sekarang aku merasa bahwa penyakitku ini menjadi sarana Allah SWT untuk menyebarkan kebaikan dan semangat hidup dalam keterbatasan. Telah divonis ginjal tak perlu pesimis dan putus asa, gagal ginjal bukanlah akhir dari segalanya. Yang penting KISS (kasih, ikhlas, sabar, syukur), jika sudah menyadari ini niscaya kita akan menjalani hidup dengan lebih tenang dan menerima kondisi yang ada sambil terus berjuang mencari kebaikan dan beramal dalam hidup.