Senin, 26 Januari 2015

Nginep Di Hotel Tentrem Yogyakarta

“Sugeng Rawuh”…. Sapaan yang terdengar ringan namun mewakili warga kota Yogyakarta yang santun ini, itulah cara bell boy Hotel Tentrem meyambut tamunya. Hal itu yang kualami saat pertama kali, turun dari kendaraan yang menjemput setelah tiba dipintu masuk hotel tersebut, letaknya di Jalan AM Sangaji Yogyakarta.



Setelah memasuki lobby, terasa banget aroma rempah-rempah dan tumbuhan herbal yang dipancarkan dari segala penjuru membuat suasana seperti didesa. Bukan aroma wewangian modern yang terpancar, namun bau yang ditimbulkan dari campuran serei dengan beberapa bahan jamu tradisional yang biasanya dipakai untuk bahan obat memiliki segudang khasiat.



Bau yang alami ini adalah upaya untuk melestarikan budaya Indonesia, khususnya terhadap rempah-rempah. Yang pada jaman dahulu menjadi tujuan utama bangsa eropa melanglang buana, hingga singgah di perairan Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Sisa-sisa keberadaan mereka dahulu hingga kini masih ada berupa benteng dan bangunan lainnya. Diantaranya Benteng Toluko di Ternate, Benteng Pendem di Cilacap,  Benteng Fort de Kock di Bukitttinggi, Benteng Fort Marlborough di Bengkulu, Benteng Victoria di Ambon, Benteng Van Der Capellen di Batusangkar, Benteng Van Der Wijk di Gombong, Benteng Fort Du bus Di Papua, Benteng Vredeburg di Yogya, Benteng Vantenburg di Solo dan masih banyak lagi.



Berawal dari gagasan sederhana owner-nya dan penerapan teknologi ramah lingkungan, nampak sekali bahwa hotel ini sangat mengedepankan kelestarian lingkungan hidup. Hal ini terbukti dengan disain interior yang spektakuler dan Indah yang merupakan perpaduan antara tradisional dan modern. Hampir seluruh kamar yang tersedia memiliki balkon, sehingga setiap tamu dapat menikmati suguhan pemandangan kota Yogya dan alam sekitarnya.



Lokasinya yang berada ditengah kota, dari  hotel ini dapat dengan mudah menunju tempat wisata atau mencari kuliner tradisional maupun internasional yang lezat. Baik yang dijajakan di kakilima maupun restoran terdekat. Namun apabila tamu tak punya cukup waktu, tanpa perlu bersusah payah keluar hotel. Sebab Hotel ini menawarkan berbagai fasillitas mulai dari restoran, business centre, lapangan tenis, executive lounge, galeri seni, ball room, spa, kids playground hingga kolang renang.  



Untuk breakfast hampir seluruh menu ada, mulai dari menu kuliner nusantara, oriental, western, bahkan menu ini setiap hari berganti. Sajian kue yang ditampilkan adalah jajan pasar dan dessert peranakan dengan resep tradisional. Tak ketinggalan untuk menjaga kebugaran, pengunjung setelah sarapan dapat menikmati jamu tradisional.  Pelayanan food and beverage terbaik dapat dinikmati disini, dengan menghadirkan pengalaman banquet dan didukung oleh chef terbaik dan fully equipped kitchen.



Tutur sapa personilnya biasanya dimulai dengan sapaan jawa, yang dipergunakan masyarakat kota Yogya. Direpsionis ketika akan check in, disapa dengan “Sugeng Enjing” yang artinya selamat pagi atau “Sugeng Enjang” artinya selamat siang. Jika kita membutuhkan sesuatu dan menelepon petugas house keeping pada malam hari, dia menjawa dengan “Sugeng Dalu” atau selamat malam.



Dari hal itu nampak bahwa sistem managemen hotel terlihat tradisional, tetapi dari fasilitas dan pelayanan sangat excellent, cepat dan responnya baik sekali. Ini membuktikan bahwa pegawai hotel merupakan aset perusahaan, sehingga pelatihan dan kesejahteraan yang diterima merupakan isu penting bagi kelangsungan karakter organisasi manajemennya.



Dalam menghadapi persaingan bisnis penginapan, harga yang ditawarkan untuk menggunakan hotel ini cukup kompetitif jika dibandingkan dengan hotel lain yang ada di Yogya. Menentukan target pasar serta ekspansi hotel kedepan, tentrem telah mempelajari karakter masyarakat Yogya, termasuk adat istiadat, serta melakukan pendekatan personal terhadap semua pihak yang dapat diajak bekerjasama.



Upacara-upacara adat yang ada di Yogya, seperti Upacara Grebeg, Tumplak Wajik, Sekaten, Grebeg Muludan, Labuhan, adalah merupakan upacara adat yang wajib dilakukan oleh pihak Kasultanan Yogyakarta. Dalam acara ini banyak sekali wisatawan yang berkunjung ke Yogya, tentu hal ini telah diantisipasi pihak manajemen. Sekaligus bersinergi dengan Pemda DIY, sambil memberi saran dan masukan terhadap apa yang dibutuhkan wisatawan yang ke Yogya baik lokal maupun asing. Termasuk menyiapkan paket harga sesuai kondisi low, high, peak season dengan dibarengi nilai lebih di bidang pelayanan.



Karakter owner-nya yang orang jawa asli, pastinya beliau sangat nasionalis. Karena membangun hotel dengan disain anak bangsa, hotel ini merupakan independent hotel yang murni dibangun dan manage sendiri tanpa operator. Pemilik bukan orang yang anti produk luar negeri, semua yang ada dihotel ini asesoris maupun interior-nya hanya berupaya menunjukan kecintaannya pada Indonesia dengan meningkatkan kemandirian bagsa melalui hasil karyanya.



Sejalan dengan misi dan visi Tentrem yang melestarikan, mengembangkan budaya, tradsisi, sumber daya Indonesia serta memperkenalkan pada masyarakat dunia dengan keramah tamahan khas bangsa Indonesia. Manajemen sangat optimis dengan dukungan dari berbagai pihak hotel ini menjadi chain hotel bertaraf internasional dimasa mendatang. Hotel akan terus berusaha sebaik mungkin meningkatkan mutu pelayanan, menciptakan kenyamanan bagi para tamu hingga dua jempol, dengan begitu maka hotel ini akan menjadi Indonesia banget.



Minggu, 18 Januari 2015

Sop Magelang Yoeni, Sop Ayam Kampung

Hari terakhir menjelang meninggalkan Yogyakarta, aku coba ngebuktiin apa yang dikatakan temanku disana. Dia bilang cobain deh Sop Magelang, isi sopnya sangat sederhana, tapi memberikan sesuatu yang sangat luar biasa. Kebetulan aku nginep di Hotel Tentrem Yogya, yang jaraknya nggak jauh dari sebuah resto sop magelang, yaitu resto sop Magelang “Yoeni”. Lokasinya di sekitar perempatan  Jetis yaitu pertemuan antara AM Sangaji  dan Jalan Prof Dr Sarjito, dekat SMA 1 Yogyakarta.



Resto ini dibuka belum terlalu lama, dipertengahan tahun 2007. Mas Bambang dan Mbak Yoeni adalah pemilikik dan pengelola resto ini. Tempatnya nggak terlalu luas, kapasitasnya cuma buat sekitar 20 orang. Tapi kondisinya bersih dan rapih, pelayan juga seperti kebanyakan orang Yogya ramah dan sopan.



Sarapan pagi sangat cocok banget menikmati hidangan disini, karena menu yang ditawarkan adalah sop bening yang berisi bihun dan kol, dengan toping bawang merah goreng. Hangat diperut, sedap dilidah. Selain sop pengunjung bisa menikmati  isian sop dengan tergantung selera. Ada empal goreng, paru goreng, paha dada ayam goreng, sayap ayam goreng, kepala ayam goreng, tempe dan tahu goreng serta sambel terasi yang dapat menggoyang lidah.



Harganya pun sangat sederhana, sop nasi campur hanya 5 ribu rupiah, sop nasi pisah 6 ribu, sopnya saja 5 ribu, empal 19 ribu per porsi berisi 3 potong, paru 19 ribu per porsi berisi 3 potong, kepala ayam 15 ribu perposi berisi 2 potong, ayam goreng perporsi 20 ribu berisi satu dada dan satu paha, ayam crispy 17 ribu perporsi, tempe tahu 4 ribu per porsi berisi dua tahu dan dua tempe.



Minumannya yang tersedia ada teh es, es jeruk, lemon tea, teh jahe, capucino, berbagai macam juice, es matador,  es baja hitam. Es matador dan Es baja hitam adalah minuman produk dari restoran tersebut. Isinya varian seperti biasanya es campur atau es teller. Dikasih nama matador dan baja hitam agar menarik perhatian pelanggan saja.



Karena resto ini bukanya cuma dari pagi sampai pukul 2 siang, pelanggannya kebanyak orang yang mencari sarapan, yang datang dari kantor dan perumahan sekitarnya. Seporsi nasi sop kalau dimakan tanpa tambahan menu lain sih rasanya kurang tajam, namun juice sirsaknya rasanya boleh juga. Tapi kenyataannya diresto ini pelanggan yang berkunjung silih berganti, hingga parkirnya memenuhi jalan. Kalau dilihat dari dari kalender yang dipajang di dinding resto, kayaknya penggemarnya bukan hanya seantero kota Yogya, sebab mulai dari kalender perusahaan kecil, menengah hingga perbankan di kota sekitarnya terpampang.  





Yang unik disini adalah empal dan parunya serta ayamnya empuk banget, tulang ayamnya juga bisa langsung disantap. Sebab Mas Bambang dan Mbak Yoeni bilang kalau ayam kampungnya masih muda, apalagi masaknya pakai presto, jadi semua tulang ayam nggak terbuang. Oh ya asal tahu aja bahwa teh yang dihidangkan enak dan harum beraroma alami, katanya sih bahwa teh ini adalah made in resto ini sendiri, yang dibuat Mbak Yoeni.
Someday I wish kembali tugas ke Yogya, jika nggak sempet ke Magelang, aku akan  mampir dan makan sop Magelang Yoeni.


Nyantap Bakmi Jowo Mbah Gito Yogyakarta

Baru pertama kali mengunjungi dan makan di Restoran Bakmi Jowo Mbah Gito. Suasananya ndeso banget, seluruh restonya terbuat dari kayu cuma dindingnya aja gedeg (anyaman bambu). Lampu yang mnerangi modelnya seperti lampu jaman dulu, pegawainyapun menggunakan baju adat jawa surjan dan blankon. Mulai dari pertugas dapur, pelayan hingga kasir.




Lokasinya di jalan Nyiageng Nis no 9, Peleman-Rejowinangun Yogyakarta. Buka mulai  pukul 10 pagi hingga pukul 23 malam. Malam itu Pelanggannya cukup ramai, mobil yang parkir memenuhi semua tempat yang telah tersedia.  




Tempat pengunjung bersantap ada yang menggunakan meja, ada juga yang lesehan. Bagi yang lesehan biasanya digunakan oleh pengunjung yang rombongan atau keluarga. Sebab bisa ngobrol dan bercengkerama dengan leluasa sambil nyelonjor. Tempatnya sederhana tapi patut diacungi dua jempol.





Menu yang tersedia disini adalah bakmi godog, bakmi goreng, bihun godog, nasi goring, capcay, gado gado, soto dan beberapa menu daerah magelang. Untuk bakmi godog dan bihun godog jika ingin yang spesial , campurannya bisa dengan paha, sayap, dada, kepala, ati rempela, ceker, brutu yang semuanya diambil dari ayam kampung. Asal tau aja menu disini hampir semuanya menggunakan telur bebek, oh ya…  ukuran bakmi disini porsinya jumbo, jadi kalau mau pesan diperhitungkan dulu.



Minumnya ada wedang jahe (Uwoh), yaitu minuman yang berwarna merah berbahan dasar jahe dan beberapa rempah-rempah yang berasal dari daerah Bantul. Disebut Uwoh karena banyak isinya mirip seperti sampah.



Selain itu penggemar kuliner dapat memilih Teh Poci yang disediakan menggunakan gula batu. Jika nggak ingin pakai gula batu juga boleh, tapi rasanya agak sepet. Namun kalau pakai gula batumesti diperhatikan jumlahnya, jangan sampai kebanyakan nanti terlalu manis.




Pesan makan disini nggak perlu waktu lama, karena wajan di dapur tempat memasak ada sekitar 6 orang yang bertugas meracik masakan. Nggak seperti ditempat penjualan bakmi jawa yang lain, harus antri pakai nomor. Disini selain cepat, pelayannya juga ramah. Pantaslah kalau di Bakmi Jowo Mbah Gito banyak pelanggan.

Jumat, 16 Januari 2015

Bajaj Historis Nangkrak Di Hotel Tentrem Yogyakarta

Menurut Irwan Hidayat, bajaj ini bukan sembarang bajaj tapi sebuah alat transportasi bersejarah karena mengantar Pak Jokowi dan JK ke KPU saat menjadi calon presiden dan wakil presiden, dalam pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2014 lalu. Selama ini belum ada presiden yang mau naik angkutan umum arus bawah tersebut, makanya kedua  bajaj ini dinilai memiliki nilai historis. Makanya dia beli bajaj itu untuk disimpan.



Oleh pemiliknya saat ini dipajang di lobby Hotel Tentrem Yogyakarta yang juga owner Bos Jamu Sido Muncul tersebut. Irwan berharap dengan diparkirkannya bajaj dihotel, dapat membuat kesan unik bagi tamu hotel. Sehingga setiap tamu yang datang kesitu mau berfoto dan menyebarkan foto tersebut kesemua relasi, family dan sanak saudaranya baik menggunakan foto maupun video, yang nantinya akan menjadi promosi secara tidak langsung bagi hotelnya. Yang pasti bertajuan meningkatkan kunjungan hunian kamar-kamar di Hotel Tentrem.



Harga per bajaj cukup tinggi sekitar 140 juta, sebenarnya jika membeli bajaj yang baru nggak mencapai segitu harganya. Namun karena Irwan tertarik dengan nilai historis bajaj tersebut maka dia membeli bajaj yang baru senilai 120 juta per unit, lalu ditukar dengan bajaj yang dimiliki oleh Bu Nela dan Pak Daud dari Cipete Jakarta.  Sebagai tanda terima kasih pada Bu Nela dan Pak Daud maka Irwan merogoh kantong sebanyak 40 juta, juga diberinya pengemudi bajaj yang mengemudikan tersebut saat ditumpangi Jokowi dan JK sebesar 25 juta. Jadi total harga kedua bajaj tersebut adalah 330 juta.



Karena diletakkan di lobby hotel kondisi bajaj sangat terawat dan bersih, memang bajaj tersebut yang masih baru, terlihat dari flat nomor  B 2062 DE dan B 2954 MA keluaran Februari tahun 2014. Bagian dalam bangku penumpang maupun pengemudi serta dashboard, nggak ada debunya, nggak bau bensin , nggak bau asap atau bau bajaj seperti kalau kita berada didalam bajaj di ibukota.  Jadi cocoklah apabila kedua bajaj itu nongkrong disana untuk menarik minat dan perhatian  masyarakat.



Kanapa sih Jokowi dan JK mau naik bajaj, padahal kan waktu itu saingannya Pak Prabowo dan Hatta diantar mobil Lexus putih dengan atap terbuka…? Alasannya adalah kesederhanaan, rakyat dan kerakyatan. Orisinilitas Jokowi-JK nampak jelas dengan menumpang bajaj, mereka ingin mensejahterakan rakyat, bukan memamerkan kemewahan dengan menumpang mobil lexus, mercy atau mobil mewah lainnya.



Didepan bajaj dipajang sebuah pigura yang berisi foto Jokowi dan JK sedang memberi tanda tangan pada kaca bajaj, disitu terdapat pula tulisan “Tuhan Berkahilah Indonesia”, juga terdapat tanda tangan Jokowi dan JK, sehingga sahlah bahwa ini benar-benar alat transportasi yang mengangkut kedua pasangan tersebut jadi Presiden dan Wakilnya. Kata salah seorang resepsionis hotel tersebut tanggal peresmian peletakkan bajaj ini, juga nggak sembarangan tapi mempunyai arti, yaitu 8 September 2014 pukul 08.08. Yang berarti bahwa angka 8 melambangkan kesuksesan dan kekayaan, sedangkan angka 9 melambangkan kedudukan atau pangkat. Sebagai bukti dengan menaiki bajaj ini Pak Jokowi dan JK terpilih menjadi RI 1 dan RI 2.



Sejak dibeli hingga diletakkan di lobby hotel, bajaj ini tidak mengalami modifikasi sedikitpun, masih original. Siapa tahu suatu hari nanti jika berkunjung ke Yogya, baik Jokowi maupun JK berkenan menginap dihotel ini, beliau pasti teringat dengan alat transportasi masyarakat kelas bawah ini, yang mengawalnya menjadi orang nomor satu dan nomor dua di Indonesia.




Tanpa Pasar Klewer Solo Sepi

Dulu pada jaman penjajahan daerah Klewer di Solo merupakan tempat pemberhentian kereta api, disitu terdapat para pedagang pakaian terutama yang berbahan dasar batik. Banyak sekali pedagang yang mangkal disitu, sambil menjajakan dagangan dengan menyampirkannya pada bahu pedagang tersebut atau menggantungkan pada suatu tempat. Sehingga kain atau baju yang tergantung tersebut kelihatan pating klewer(bergantung acak-acakan). Nah dari situlah nama “PASAR KLEWER” diambil, hingga abadi sampai kini.



Asal tau aja dulunya juga pasar klewer nggak sebesar sekarang, pada tahun 1969 pasar klewer diperluas sebesar sekarang dan direnovasi menjadi dua lantai. Letaknya pun jadi mepet dengan Mesjid Agung Surakarta, yang berada disekitar Keraton Kasuhanan Surakarta. Akibat renovasi tersebut jumlah kios pun bertambah menjadi 2064 unit.



Dengan ramainya pengunjung, penjual sekeliling bertambah banyak, kakilima menjamur. Akhirnya lama kelamaan pasar ini menjadi ikonnya kota Solo. Hampir seluruh kiosnya dihuni oleh pedagang batik, baik yang berkualitas maupun yang ecek-ecek. Pasar ini juga sebagai penampung home industry masyarakat sekitar yang memproduksi batik. Batik yang ditampung disini bahkan juga dikirim dari produsen kota-kota yang ada di Jawa hingga Madura.



Namun kegagahan dan eloknya pasa klewer pada hari Sabtu malam tanggal 27 Desember 2014, sirna. Malam itu klewer terbakar, pas dengan perayaan sekatenan di Solo. Jarak alun-alun tempat sekaten berlangsung dengan klewer cuma sekitar seratus meter. Api berawal dari bagian tengah pasar yang dengan cepat menjalar membakar seluruh areanya.
Karena malam itu tepat dengan perayaan sekaten, maka jalan disekitarnya macet bahkan tertutup dipakai untuk parkir segala macam kendaraan. Sehingga mobil pemadam kebakaran yang akan memadamkan api nggak bisa masuk, tertutup lautan masa.



Toko-toko yang ada disitu, sedang banyak-banyaknya menimbun barang dagangan, persiapan buat sekaten yang akan berlangsung selama satu minggu. Semuanya ludes kobong, nggak tersisa coz barang dagangannya hampir semuanya berbahan dasar kain. Api dengan cepat merambat dari satu kios ke kios lain, asap hitam pekat membumbung tinggi. Tapi mobil pemadam nggak ada, dia tertahan disekitar Jalan Slamet Riyadi Solo, karena masyarakat yang menghadiri sekaten memenuhi areal keraton hingga jalan yang menuju kearah Pasar Klewer.



Mobil pemadam belum juga datang, akhirnya pemilik toko dibantu  masyarakat yang ada disekitar situ, bahu membahu mematikan api. Walau untuk masuk ke dalam pasar terhambat, karena kunci gerbang klewer di pos Satpam penjaga pasar raib… entah kemana ! Padahal menjelang tutup pasar, katanya kunci tersebut masih ada menggantung ditempat kunci.



Karena kejanggalan tersebut, akhirnya merebak isu bahwa klewer dibakar, bukan kebakaran. Ini dikuatkan oleh pendapat seorang pedagang yang mengatakan bahwa, sebelum terbakar pedagang disini berjubel, nggak beraturan dan susah diatur, parkir semerawut, kakilima yang berdagang disekitar pasar bikin macet. Oleh karenanya Pemkot setempat berniat untuk merevitalisasi pasar tersebut. Namun banyak sekali pedagang yang menolak, terutama mereka yang memiliki lebih dari satu kios.



Dari niat revtalisasi pasar tersebut, beberapa pihak keberatan. Dikhawatirkan akan menghilangkan nilai nilai kearifan lokal dan aroma ketradisionalan, termasuk mengikis local genius pasar dalam lorong-lorong yang sempit dan pengap, yang selama ini melekat dengan klewer. Hasil penelitian terkait dampak revitalisasi menyebutkan bahwa nantinya terjadi perubahan interaksi sosial dan pendapatan pedagang, karena harga kiosnya pasti mahal. Isu dimaksud menguatkan bahwa klewer sengaja dibakar. Walahualam.

Saat ini kesibukan disekitar Pasar Klewer nyaris nggak ada, jalan-jalan sepi, kaki lima nggak ada, pedagang asongan menghilang, abang becak pun menjauh. Nggak ada lagi suasana  tradisional. Agar pelanggannya nggak lari, pedagang pasar klewer hanya memasang sepanduk dipagar gedung-gedung disekitarnya, yang menginformasikan bahwa untuk sementara mereka pindah ketempat terdekat. Ada juga pedagang yang jualan menggunakan mobil disekitar klewer, menanti langganannya berkunjung kembali.



Keramaian pasar klewer kini lenyap, dampaknya adalah pengunjung Masjid Ageng Keraton Surakarta Hadiningrat  sepi. Biasanya hampir semua pengunjung muslim yang datang ikut beribadah dimasjid ini, selain untuk sholat mereka juga beristirahat, sambil tidur-tiduran. Masjid ini peninggalan jaman Sunan Pakubuwono III, yang dibangun pada tahun 1763. Dengan status sebagai masjid kerajaan, maka segala kegiatan yang dilakukan dimesjid ini adalah untuk mendukung kerajaan. Pada saat Ied atau sholat jum’at, sewaktu masih ada Pasar Klewer, jamaah yang sholat penuh. Tapi sejak peristiwa kebakaran, otomatis masjid ini kosong melompong.

Dampak lain adalah pedagang kakilima yang biasanya memadati jalan sekitar klewer, nyaris musnah. Mereka nggak dagang lagi, padahal jumlahnya mencapai 900 orang. Tukang parkir kehilangan pekerjaan, Wanita perkasa yang membantu membawakan belanjaan pengunjung langka, restoran dan warung nasi sekitar klewer nggak ada pembeli, belum lagi para copet yang kehilangan mata pencarian.



Efek kebakaran pasar ini sungguh drastis, merubah situasi kota Solo yang ramai dengan transaksi batik menjadi sepi pengunjung. Pihak Pemkot berniat bekerjasama dengan Keraton untuk menampung pedagang di alun-alun kota Solo, tapi hal itu belum terwujud sebab keraton minta kompensasi uang 3 miliar. Jika uang 3 miliar jadi digelontorkan maka alun-alun boleh dipergunakan, jika tidak maka keraton akan menutup untuk kegiatan pasar.


Mudah-mudahan kedepan, Pemerintah Pusat, Pemkot Solo dan Keraton dapat bekerjasama mencari solusi terbaik, agar Pasar Klewer dapat dibangun kembali. Sehingga dapat menampung kegiatan ekonomi pedagang kecil dan menengah, karena Pasar Klewer merupakan sentra industri batik, yang menjadi ciri khas pakaian kebanggaan bangsa Indonesia.

Ngintip Dapur Pembuatan Bakpia di Yogya

Oleh-oleh yang identik dengan Jogja selain gudeg adalah bakpia. Di daerah Pathok banyak sekali home industry produsen bakpia. Bakpia berbahan asli isian kacang hijau, namun akibat selera pasar produsennya menawarkan aneka bakpia kreasi baru dibuat dengan perpaduan berbagai macam bahan.



Kok namanya bakpia, aneh juga kenapa ya..? Nama bakpia, gabungan antara bakpao dan kue pia. Kedua kue ini adalah makanan kegemaran penduduk keturunan Tionghoa  di Yogya. Dari perpaduan kue tersbut akhirnya terciptalah bakpia yang kemudian terkenal hingga saat ini.



Setelah menjadi kue yang dirasa enak dan menarik, ditahun lima puluhan ada seorang keturunan menjajakan bakpianya dari rumah ke rumah di sekitar Pathok, masyarakat tertarik. Kemudian munculah berbagai macam bakpia dengan merek yang disesuaikan dengan nomor rumah mereka di Pathuk. Ada Bakpia 145, Bapia 25, Bakpia 75, Bakpia 49, bahkan sekarang sudah nggak pakai nomor rumah lagi tapi menggunakan merek tertentu, disesuaikan dengan rasa dan isian bakpia. 



Karena sudah sampai diperkampungan bakpia, penasaran banget kalo nggak liat proses pembuatan bakpia itu berlangsung. Maka aku mencoba untuk sedikit nakal dengan mengintip. Tiba-tiba aku dihampiri oleh seorang karyawati wanita, namanya Mbak Suherti. Wahhhh… Serta merta aku memohon ma’af, tapi di luar dugaanku malah diajak ke dalam. Aku hanya tersenyum melas, wanita tadi mengarahkanku masuk lebih ke dalam untuk melihat rangkaian proses pembuatan bakpia.



Karyawan dan karyawatinya Jogja banget, baik dan ramah dalam mempersilahkan, menjelaskan serta mengajarkan pembuatan bakpia. Di pabriknya, lokasi produksi dan pemasaran berdampingan, sehingga aromanya begitu menyatu dengan rasanya yang gurih. Apalagi disediakan pula hidangan tester alias nyicipi gratis.



Manis, legit, harum, dan gurih adalah kata yang sering terucap ketika pelanggan mencicipi kuliner yang satu ini. Rasa manis dan legit tercipta dari campuran kacang hijau impor dan gula sebagai isi bakpia. Sedangkan rasa gurih muncul dari kulit luar yang terbuat dari adonan tepung, dicampur dengan minyak nabati yang kemudian dipanggang menggunakan oven tradisional berbahan bakar areng.



Perpaduan rasa itu menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam setiap gigitannya. Seiring dengan berkembangnya makanan ini dan banyaknya permintaan dari pelanggan, oleh sebab itu home idustri Bakpia 25 memiliki pegawai tetap 40 orang mulai dari kasir, marketing, hingga buruh yang tugasnya membuat bapkia. Kalau sedang peak season, seperti tahun baru dan menjelang idul Fitri. Pegawainya mesti ditambah dengan pegawai lepas harian karena permintaan meningkat.



Kini Bakpia tak hanya berisi kacang hijau saja, telah berkembang dengan berbagai  varian isi. Beragam bakpia yang ditawarkan dengan harga bervariasi, namun tentu saja kualitas juga berbeda. Bakpia kualitas baik hanya dibuat dengan bahan-bahan terbaik sehingga awet nggak mudah rusak disimpan dalam waktu tertentu serta kenikmatan rasanya nggak berubah.



Ingin mencicipi? atau sekedar ingin tahu cara pembuatannya? Silahkan berkunjung ke Yogyakarta khususnya ke daerah Phatok, buktikan kelezatannya. Perpaduan budaya dan industri rumah tangga, menjadikan bakpia buah tangan yang wajib dibeli.