Hajatan perkawinan itu ada di suatu rumah, di
hajatan itu lumayan ramai tamunya. Para undangan datang dan pergi. Satu tenda
menaungi suasana pesta di halaman rumah yang tak seberapa luasnya. Pesta
kawinan itu tak hanya diramaikan undangan, tetapi terlebih penonton yang asyik
menyaksikan seorang penyanyi organ tunggal sedang beraksi. Pakaiannya sensual
juga goyang erotis dan penampilannya, lagunya "Keong Racun". Satu
keyboard yang lantas dikenal dengan organ tunggal mengiringinya.
Di sekelilingnya beberapa lelaki sedang
berjoget dengan bermacam gaya. Terdengar sorak-sorai dan berbagai komentar.
Terlebih ketika mereka mengacungkan uang sawer. Tak jelas lagi, siapa
sebenarnya yang sedang ditonton, penyanyi yang bahenol itu atau para penjoget.
Tak ada panggung. Pertunjukan itu berlangsung di sebuah sudut di teras rumah.
Tampak sempit, tetapi tak menghalangi hasrat orang untuk berjoget. Sesekali penyanyi memanggil
nama ibu dan bapak hajat, Pak RT, atau siapa pun yang dianggap penting untuk
ikut joged. Orang yang maju ke pentas sambil bawa duit,
buat bergoyang bersama dengan sang penyanyi yang lebih dikenal dengan istilah
nyawer
Tontonan makin "panas" ketika Pak RT turun berjoget. Begitu pula manakala seorang undangan "menyumbangkan" sebuah lagu. Lagunya "Istri Saleha". Ia pun duet dengan penyanyi dangdut itu, sementara istrinya menyaksikan sambil mesem-mesem. Agak kurang pas, karena penyanyi dadakan itu suaranya fals. Akan tetapi tak apa, yang penting nyanyi, joget, dan nyawer.
Sejujurnya...
melihat penyanyi dangdut dengan segala kelebihannya itu, bermacam rasa sakit
pedih iba dan banyak lagi bercampur aduk menjadi satu. Bukan menghayati lagu
apalagi casing penyanyinya. Kehidupan selebritis kecil-kecilan itu seringkali
berlawanan arah dengan apa yang selama ini orang-orang pikirkan. Kebanyakan
mereka menganggap hidupnya gemerlap dan selalu ada tawa ceria di dalamnya.
Padahal semua itu hanya ada di panggung sandiwara. Turun dari situ, carut marut
kehidupan yang mengarah ke sisi gelap banyak menggeluti. Tak jarang di
kehidupan nyatanya, sang bintang itu justru mengenaskan untuk ukuran manusia
normal.
Selain menghiasi pesta perkawinan, tak jarang
setiap adanya pentas dangdut entah dalam rangka ulang tahun organisasi atau
orang mengadakan hajatan selalu dipenuhi oleh orang-orang kelas pekerja, bahkan
kelas menengah kadang-kadang menengoknya saja…malu-malu…kalieee…!!!. Keberadaan
musik Dangdut memang dinilai banyak kalangan sebagai musik yang membawa
aspirasi kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala kesederhanaan dan
kelugasan dalam setiap pementasannya. Ciri khas ini tercermin dari lirik serta
bangunan lagunya dengan gaya pentas yang sensasional dari para artis yang
membawakan lagu-lagunya hingga para penonton terbius dalam goyangannya yang
terkadang terlihat gayanya seronok hingga membuat orang yang melihat
menjadi melotot…tot, tapi dalam acara itu nyawer pasti nggak ketinggalan dan
bahkan dominan, sampai membuat acara jadi lebih meriah.
Efek menyawer adalah bahwa seorang penyanyi
atau pengiringnya akan memperoleh tambahan penghasilan, walau kadang efek
samping dari acara sawer menyawer itu mudah menyeret seseorang lupa diri, padahal beras buat masak dirumah sudah habis.
Nyawer biasanya dilakukan menjaga prestise seseorang, jika orang banyak
menyawer maka namanya akan selalu disebut-sebut dan dipanggil-pangil oleh
penyanyi. Semakin dia banyak nyawer semakin sering dia dipanggil, semakin
panjang lagu yang dimainkan, sehingga menaikan harga dirinya dihadapan
pengunjung dan penyanyi (Rawins.com dan Teguh Imanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar