Senin, 24 Februari 2014

Pusuk Is A Romantic Place

Sehabis bekerja selama dua hari di Mataram Lombok, ini hari terakhir maka sekarang dah waktunya buat cari pengalaman wisata sambil refreshing. Pada saat kunjungan yang lalu, jika ingin ke Senggigi aku menyurusi jalan dekat pantai sampai ke Bangsal. Tapi kali ini Bang Gustaf , pengemudi kami menawarkan jalan alternatif, yaitu melalui bukit daerah Pusuk di kaki Gunung Rinjani. Tawaran yang bagus dan kami setuju, biar semua daerah di Lombok kami lalui.


Daerah Pusuk adalah daerah perbukitan, jadi kami melalui daerah yang kanan kirinya ditumbuhi hutan. Nuansa hijau rimbun nan menyejukkan bukan satu-satunya yang ditawarkan oleh bagian gunung Rinjani ini. Kebetulan saat itu sedang musim durian, terlihat disepanjang jalan puncat Pusuk pedagang durian berjajar menunggu pembeli.


Kebanyakan yang jualan durian disini mempunyai stock yang tidak banyak, paling-paling seorang pedagang hanya menaruh di meja display-nya hanya sekitar 5 atau 6 buah durian. Pedagang disini adalah pedagang rumahan, yaitu hanya berdagang jika pohon duriannya berbuah yang jatuh dari pohonnya sendiri. Nggak seperti ditempat lainnya yang berjualan karena ada pemasok.


Selain durian, yang dijajakan disini juga adalah “tuak”, atau air dari bunga pohon nira. Rasanya manis alami karena diambil langsung dari pohonnya. Air nira ini kata penjualnya jika didiamkan selama 8 jam diluar kulkas, akan berubah menjadi asam dan mengandung allkohol kadar rendah. Oleh karena itu boleh minum tuak hanya sekedar ingin tahu saja, sebab jika diminum banyak dan terus menerus akan berakibat serius mengalami gangguan koordinasi gerak tubuh, kemampuan pikiran atau mabuk istilah awamnya.


Pusuk yang terdapat didaerah perbatasan antara Lombok Barat dan Lombok Utara adalah merupakan persinggahan para turis sebelum menuju beberapa obyek wisata, seperti Gili Air, Gili Meno, dan Gili Terawangan. Puncak bukit Pusuk ini juga menjadi tempat favorit bagi pengendara mobil dan motor untuk beristirahat, sekedar melemaskan otot. Pusuk menurutku benar-benar paduan yang pas, antara hijau dan birunya alam yang mendamaikan.


Ketika sampai dipuncak Pusuk, suara alam mengiringi ratusan monyet yang bercengkerama, berjajar dan berseliweran di pinggir jalan. Banyak diantaranya menyebrang jalan, seenaknya. Kalau dikota yang menyebrang jalan adalah ayam atau kucing, disini monyet menyebrang sambil meminta makanan pada pengendara yang lewat. Daerah ini merupakan rumah bagi ribuan monyet yang dilindungi oleh balai Konservasi Alam Taman Nasional Gunung Rinjani. Aku sempat berhenti sejenak memberi secuil roti pada seekor monyet yang sedang menggendong anaknya, monyet itu mendekap erat anaknya dengan penuh perlindungan dan kenyamanan.


Dipuncak Pusuk selain bisa menikmati pemandangan alam, udara disini begitu segar, seolah olah sedang mencuci isi paru-paruku yang biasa terkena polusi di Jakarta. Di sepanjang jalan, banyak sekali kendaraan yang melaju dengan kencang. Tapi bang Gustaf nggak terpengaruh ikutan ngebut, karena Susana disekitar Pusuk sayang kalau dilewatkan begitu saja. Dia justru mengurangi kecepatan kendaraan, biar kami dapat menikmati perjalanan yang indah, menanjak dan berkelok-kelok.


Pantai Nipah Lombok

Senja hari makan ikan bakar di tepi Pantai Nipah-Pemenang, Pulau Lombok, hmmmmmm….. serasa makan  di kepulauan Hawaii… betapa tidak, duduk ditepi pantai sambil melihat kendaraan dijalan yang lalu lalang, sambil dihembus angin sepoi-sepoi meniup semilir, ditambah hangatnya kepulan asap dari nasi yang mengundang selera.


Bu Narni sang pemilik kedai yang kami kunjungi, meyambut kedatangan kami dengan senyum sumringahnya. Sambil berkata : “pas sekali bapak datang, ini cumi dan ikan baru diangkat, masih segar sekali”. Waw… mendengar beliau berkata begitu semakin meningkat air liur dari tenggorokan ku menuju lidah yang siap mengunyah.


Langsung kupesan empat ekor cumi ukuran sedang, dan seekor ikan kakap agak besar, serta pelecing kangkung dan terong bakar sebagai teman bersantap. “Bakar  ya bu, cumi dan ikannya, kami mau main air laut dulu, jangan lupa sambelnya agak pedes sedikit”, demikikan ucapku pada Bu Narni sambil berlari menuju air laut Pantai Nipah yang sore itu tak berombak. Dan mataku dimanjakan dengan pemandangan Gunung Agung Bali diseberang pulau yang nampak karena sore itu udara cerah.


Sambil bermain di air laut, aku mencium bau aroma ikan bakar yang dipancarkan dari dapur kedai Bu Narni, wah baunya sungguh sangat menggiurkan. Aku berjalan menuju dapur, dimana Mbak Ijah kawan Bu Narni sedang membuat sambel pelecing kami. Kulihat warna merah cabai dan potongan tomat yang diramu jeruk nipis, melambai-lambai memanggil selera makanku.


Setelah hidangan tersedia aku dan teman langsung melibas menu Bu Narni, tanpa cuci tangan dulu, entah karena lapar atau karena ikannya enak. Walaupun adanya di kedai yang sederhana, sungguh rasanya tak kalah dengan hotel bintang lima. Apalagi saat itu ditambah pemandangan sunset yang sangat eksotis, dilatar belakangi bukit-bukit hijau yang melingkari pantai nipah yang menegaskan bahwa lokasi itu adalah termasuk daerah Senggigi, yang merupakan surga tersembunyi siap memanjakan lidah para penyuka kuliner.


Sebenarnya profesi penduduk disini rata-rata nelayan, dimana hasil penangkapan ikan itu biasanya dibawa ke pasar untuk dijual. Namun seiring pesatnya pariwisata di Pulau Lombok, ikan tersebut di pajang pada display sekitar pantai, lalu ditawarkan pada para turis untuk kemudian dijadikan ikan bakar. Karena banyak turis asing yang menyinggahi pantai ini dan nggak suka pedas, Bu Narni nggak menyediakan sambel dalam bentuk jadi, tapi hanya dibuat jika ada pembeli yang meminta sambel saja.

Menimati indahnya pantai merupakan pengalaman yang berkesan, apalagi ditambah menu ikan bakar dari seorang Ibu yang sangat sederhana, namun memberikan citarasa nikmat se-asia pacific. DI senja itu kami mengucapakan terima kasih pada Bu Narni dan selamat tinggal pada Pantai Nipah, we just had great moment here, thanks to Lombok and we will back soon.

C u k l i

Nggak hanya terkenal dengan pelecing kangkung dan ayam taliwang, Lombok juga dikenal di seantero jagad sebagai daerah yang menyimpan dan memiliki potensi sejarah, kesenian dan kerajinan. Salah satunya adalah kerajinan “Cukli”.


Dari namanya yang agak aneh itu, orang akan bertanya-tanya, apa sih Cukli itu. Cukli adalah seni ukir dari Pulau Lombok, yaitu kerajinan tangan yang menggunakan bahan dasar kulit kerang dan kayu. Di Lombok khususnya didaerah Rungkang Jangkuk, hampir semua penduduknya melakukan kegiatan sehari-hari dengan mengkombinasikan ukiran dan potongan cukli, serta terdapat banyak handycraft centre.


Sebenarnya nama cukli sendiri diambil dari nama kerang yang didatangkan dari Sulawesi, Flores, dan Jawa. Kebanyakan kerang memiliki kulit yang keras, demikian juga dengan cukli. Warna cukli biasanya serupa warna gading namun agak putih.

Cukli dipotong kecil-kecil berbentuk dan bermotif segitiga, segi empat, segi enam. Kemudian ditempelkan dan dirangkai pada aneka kerajinan kayu, yang telah dibentuk menjadi berbagai peralatan dan perabot rumah tangga, sehingga menjadi suatu karya seni unggulan. Kerajinan ini merupakan kerajinan suku asli penghuni Pulau Lombok yaitu Suku Sasak. Kayu yang dipakai kebanyakan dari kayu mahoni, kayu meranti dan kayu jati.


Perabot tersebut berupa handycraft, frame, furniture antara lain :  sofa, meja makan, almari, sekat dinding pemisah ruangan, kotak tisu, kotak perhiasan, asbak, tempat buah, topeng, tempat tidur, bingkai panel, tempat koram, peti set, pot set, bingkai kaca, bingkai foto, meja konsul, meja rias, tempat al qur’an, ukiran cicak, ukiran ikan dan lain-lain.


Dirungkang Jungkuk kita bisa melihat proses pembuatannya, mulai dari membuat perabot dan furniture kemudian di ukir dan ditempel cukli dengan telaten. Harga yang ditawarkan bervariasi, tergantung dari kerumitan, besar kecil perabot, bahan dasar kayunya dan hiasan cukli motif lhas Lombok.   


Karena cukli ini termasuk seni ukir yang aneh dan bernilai seni yang tinggi, turis asing banyak yang meminati. Mulai dari yang berharga murah hingga jutaan. Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah daerah setempat memberikan pembinaan terhadap pengrajin ini, terutama dalam hal kualitas, motif dan manajemen pengelolaan. Sehingga produk kerajinan ini dapat di ekspor serta menjadi andalan pendapatan asli daerah.

.


Menurutku selalu beda jika menikmati kuliner asli yang dibuat dikota asalnya. Karena rasa yang timbul selain original, nikmat, enak, dan enak sekali kepuasan bathin dapat makan dikota asalnya adalah suatu kebanggaan tersendiri. Kalau sahabat berkunjung ke Lombok coba kuliner ini. Apalagi makannya di resto Taliwang Irama, kalau nggak ada yang nganter nggak apa-apa bisa pakai taksi. Pulangnya minta tolong kasir resto aja buat nelepon taksi kembali. Tempatnya disini juga luas kok, jadi kalau mau makan bersama rombongan dan keluarga besar pasti kebagian tempat.



Pelecing Kangkung Lombok

Kali ini perjalananku ke Mataram-Pulau Lombok, yang terletak di Nusa Tenggara Timur, dalam rangka tugas kantor. Jadi pada kesempatan tugas ini kumanfaatkan  jalan-jalan sekalian mencicipi kuliner. Ibarat kata pepatah sambil menyelam minum air.


Aku pernah berkunjung ke Kota Mataram ini pada tahun 2011, dulu bandaranya “Selaparang”. Sekarang berbeda, yaitu “Bandara Internasional Lombok” atau BIL di Praya. Bandara ini baru, kira-kira 2 tahun beroperasi. Nggak kecil, nggak terlalu besar juga. Ada 2 gate keberangkatan dalam negeri dan 2 gate luar negeri. Cukuplah untuk sebuah bandara internasional. Bersih, rapi, petunjuk sangat jelas. Untuk menuju ke Mataram atau daerah sekitar Bandara, bisa menggunakan taksi. Atau jika ingin nego, bisa menggunakan angkutan sewa yang dikelola oleh warga sekitar.


Atau jika ingin ke Mataram tapi budget minim, bisa naik Bus Damri dengan tarif Rp 20.000, tapi kalau sampai Senggigi Rp 30.000. Perjalanan dari BIL ke Mataram memakan waktu 1 jam. Jarak antara BIL-Mataram 40 km. Aksesnya sudah cukup baik, karena dari simpang jalur Lembar-Mataram sampai LIA sudah 4 lajur dan dibatasi dengan pembatas jalan yang besar. Aspalnya pun sangat halus.

Berhubung sampai mataram sudah agak malam, aku langsung mencari kuliner buat ngisi perut yang kroncongan dari tadi siang belum makan. Lombok terkenal dengan sambel pelecing kangkungnya, tempat itulah yang kutuju malam itu, yaitu resto “Taliwang Irama”. Walaupun bisa ditemukan dikota-lain di Indonesia, tapi kalau yang ada di Lombok pastilah pelecing dengan rasa original dan aromanya yang khas. Bagi para spicy lover  kuliner ini tepat sekali karena sambal pelecing merupakan sajian asli Lombok. Bahannya sederhana namun rasanya pedas menggigit sekaligus asam, ditambah kacang goreng bikin pelecing ini semakin mantap.


Kangkung pulau Lombok ini beda dengan daerah lain, selain besar kita bisa menyantap kangung segar ini sampe kebatang-batanya tanpa menukan bagian yang alot, semuanya nyaman dikunyah. Tauge, kacang panjang dan kacang tanah, menemani si kangkung, yang disajikan dengan "toping" sambal tomat yang menggigit dan urap. Keringat yang mengucur dan desah dari mulut yang kepedesan nggak mengurangi kenikmatan yang muncul dalam menyantap kesegaran Pelecing Kangkung ini.


Dan plecing kangkung ini dihidangkan bersama ayam menu khas Lombok yaitu “Ayam Taliwang”. Kata teman2ku di Mataram, perpaduan pelecing kangkung dan ayam taliwang adalah kuliner wajib yang harus dicipi. Karena kedua kuliner ini adalah adalah kuliner andalan kota mataram. Ayam taliwang dimasak dengan berbagai menu antara lain ayam julat, ayam pelecingan, ayam bakar biasa, ayam goreng, dan ayam bakar madu. Aku pilih ayam pelecingan, coz memberi rasa pedas yang segar. Ayam yang tersaji satu ekor utuh tapi ayamnya kecil karena menggunakan ayam kampung muda. Pemilihan ayam kampung kecil ini membuat bumbu pelecingan yang digunakan meresap sampai ketulangnya. Rasa Pedas yang menusuk berpadu cantik dengan rasa semu manis muncul dari setiap gigitan.


Biar tambah maknyussss, minumnya es kelapa muda dicampur gula merah. Aku sendiri nggak tau kenapa ya kalau air kelapa muda dicampur gula merah, kok rasa nikmat  dan kesegarannya jadi bertambah, apalagi tingkat kemudaannya pas banget, dagingnya cukup tebal dan lembut, membuat hati ini selalu memuji kebesaran Allah SWT akan semua ciptaaNnya.

Menurutku selalu beda jika menikmati kuliner asli yang dibuat dikota asalnya. Karena rasa yang timbul selain original, nikmat, enak, dan enak sekali kepuasan bathin dapat makan dikota asalnya adalah suatu kebanggaan tersendiri. Kalau sahabat berkunjung ke Lombok coba kuliner ini. Apalagi makannya di resto Taliwang Irama, kalau nggak ada yang nganter nggak apa-apa bisa pakai taksi. Pulangnya minta tolong kasir resto aja buat nelepon taksi kembali. Tempatnya disini juga luas kok, jadi kalau mau makan bersama rombongan dan keluarga besar pasti kebagian tempat.



Ikan Bakar Pasar Malam Solor Kupang

Sore itu, ketika pesawatku  mendarat pertama di Bandara El Tari-Kupang, kesan pertamaku adalah daerah yang kurang subur dengan berbagai pepohonan yang tumbuh menghijau. Beda dengan Jakarta, disini hutannya benar- benar alami, bukan hutan dari beton seperti di Jakarta. Jalanan lancar , nggak macet. Mobil yang berseliweran cukup ramai, angkotnya berkaca gelap dengan suara musik disko remix yang berdentum keras.


Ketika senja menghilang, aku menyusuri kota Kupang dimalam hari. Lampu berwarna warni memancar dikejauhan dari kapal-kapal nelayan yang mencari ikan, cahaya bersinar dari rumah penduduk yang berada diatas bukit. Tapi dilangit nggak kulihat ada bintang coz cuaca di Kupang saat ini memang sedang musim hujan, sehingga mendung saja yang menggayut diawan.


Malam itu di Pasar Malam Kampung Solor sekitar Jalan Kosasih, banyak pedagang kakilima yang menjajakan berbagai kuliner. Yang membuatku tertarik adalah pedagang kalilima yang menjajakan menu ikan. Ikan segar mulai dari kerapu, ikan kue, kakap, tenggiri, baronang, sampai udang, cumi-cumi dan kepiting berjajar menanti pembeli. Menu yang ditawarkan adalah ikan bakar. Tamu yang datang dipersilahkan memilih sendiri  jenis ikan yang disukai, lalu bernegosiasi harganya. Tak mahal dan tak murah, namun karena ikannya masih segar banget, aku memilih seekor ikan baronang.


Dengan tambahan menu tahu dan tempe goreng serta lalapan, plus sambel luat yang diberi jeruk nipis  dengan sedikit kecap manis, aku melahap menu ikan bakar kaki lima bercita rasa hotel bintang lima.  Hampir dua piring nasi kulibas malam itu. Menu ini membuat aku lepas control hingga sesudah makan terasa amat berat bangun dari tempat duduk.

Mardi yang asli Jombang, Jawa Timur, sang pemilik gerobak kakilima yang aku singgahi, bercerita bahwa dirinya telah 8 tahun menggeluti jualan menu ikan bakar ini. Hampir 5 kg udang, 5 kg cumi dan 30 ekor ikan dari berbagai jenis, setiap harinya terjual memenuhi selera tamunya. Orang yang berkunjung  datang dari berbagai daerah, kebanyakan mereka dari Pulau Jawa yang sedang tugas ke Kupang.


Karena cara jualan yang unik ini menurutnya  membuat tamu suka menikmati kulinernya. Dan sekarang kuliner ini sudah menjadi ikon kota Kupang selain se’i sapi dan jagung bose. Jika melancong  ke Kupang coba deh cicipi menu ikan bakar ini, hmmmmm yummy.



Kamis, 13 Februari 2014

Sepatu

Suatu hari seorang bapak tua hendak menumpang bus. Pada saat ia menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Lalu pintu tertutup dan bus mulai bergerak, sehingga ia tidak bisa memungut sepatu yang terlepas tadi. Lalu si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya keluar jendela.


Seorang pemuda yang duduk dalam bus melihat kejadian itu dan bertanya kepada si Bapak tua, “Aku memperhatikan apa yang Bapak lakukan. Mengapa Bapak melemparkan sepatu Bapak yang sebelah juga? Si bapak tua menjawab, “Supaya siapapun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya.”

Si bapak tua dalam cerita di atas memahami filosofi dasar dalam hidup – jangan mempertahankan sesuatu hanya karena kamu ingin memilikinya atau karena kamu tidak ingin orang lain memilikinya. Kita kehilangan banyak hal di sepanjang masa hidup. Kehilangan tersebut pada awalnya tampak seperti tidak adil dan merisaukan, tapi itu terjadi supaya ada perubahan positif yang terjadi dalam hidup kita.

Kalimat di atas tidak dapat diartikan kita hanya boleh kehilangan hal-hal jelek saja. Kadang, kita juga kehilangan hal baik. Ini semua dapat diartikan supaya kita bisa menjadi dewasa secara emosional dan spiritual, pertukaran antara kehilangan sesuatu dan mendapatkan sesuatu haruslah terjadi.

Seperti si bapak tua dalam cerita, kita harus belajar untuk melepaskan sesuatu. Tuhan sudah menentukan bahwa memang itulah saatnya si bapak tua kehilangan sepatunya. Mungkin saja peristiwa itu terjadi supaya si bapak tua nantinya bisa mendapatkan sepasang sepatu yang lebih baik.

Satu sepatu hilang. Dan sepatu yang tinggal sebelah tidak akan banyak bernilai bagi si bapak. Tapi dengan melemparkannya ke luar jendela, sepatu itu akan menjadi hadiah yang berharga bagi gelandangan yang membutuhkan. Berkeras mempertahankannya tidak membuat kita atau dunia menjadi lebih baik. Kita semua harus memutuskan kapan suatu hal atau seseorang masuk dalam hidup kita, atau kapan saatnya kita lebih baik bersama yang lain. Pada saatnya, kita harus mengumpulkan keberanian untuk melepaskannya.(Planet Motivasi)


Senin, 10 Februari 2014

Tak Pernah Menyerah

Sudah dua minggu ini aku nggak melihat sinar matahari, berarti sudah seminggu pula hujan mengguyur dari pagi sampai pagi lagi. Tapi, sore ini “whoooaa” senangnya matahari sudah muncul. Panas, cerah, walau udara masih sedikit dingin.
Perasaan ini jadi tertuju pada masalah yang sedang kuhadapi. Oke, berarti masalah yang sedang kuhadapi pun sebentar lagi akan menemukan titik terangnya. Ketika gelapnya malam berakhir ketika sang fajar keluar dari peraduannya. Ketika hujan berhenti kala pelangi muncul dengan keindahannya. Begitu juga masalah dalam hidup yang datang silih berganti. Tidak ada kesulitan yang yang abadi. Tidak ada penderitaan selamanya. Tinggal menunggu sebentar lagi, kebahagiaan akan muncul sebagai hadiah kesabaran.

Masalah yang datang silih berganti adalah bukti cintaNya pada manusia. Tergantung bagaimana manusia mengartikannya. Percayalah seberat apapun masalah yang sedang dihadapi, Allah akan memberi kita solusinya. Namun sejauh mana kita berusaha terus mencari dan tak pernah menyerah.
Karena sesungguhnya rencana Allah tidak ada yang tahu. Skenario Allah tidak ada yang bisa kita duga. Ambil hikmah dari setiap cobaan dan masalah yang Allah berikan. Percaya saja Allah akan memberikan yang terbaik. Setelah ikhtiar dijalankan maksimal, do’a dipanjatkan tanpa mengenal lelah, mana mungkin Allah mengabaikanmu. Sabarlah sedikit lagi, Allah akan memberikan solusi dari setiap masalah yang ia berikan.
Percayalah, Allah masih menginginkanmu untuk bermanja lewat do’a padaNya, Allah masih merindukanmu untuk mengadu padaNya. Ia tidak membencimu. Bukan. Bukannya ia tidak adil memberikan masalah dan cobaan padamu. Allah Maha Adil, Maha Pengasih, Maha Penyanyang. Allah sayang padamu. Allah hanya minta kamu bersabar sedikit lagi.
Bukannya Allah pun sudah sabar menunggumu taubat. Allah sudah sabar menunggumu menutup aurat. Allah sudah sabar menunggumu meninggalkan maksiat-maksiat itu.
Sekarang giliran kita manusia yang bersabar menanti segala ketentuan dariNya, bersabar menunggu keputusan terbaikNya. Yakinlah, Allah Maha Tau apa yang terbaik untukmu. Selama kita berada dijalan yang lurus, mengikuti perintahNya, menjauhi laranganNya, di situlah pertolongan Allah akan datang.
Tidaklah sulit bagi Allah memberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalah dan ujian yang sedang kita hadapi. Sabarlah sedikit lagi. Masalah, ujian, keputusasaan yang sedang kita hadapi akan berubah menjadi kebahagiaan, seperti indahnya pelangi yang muncul setelah hujan. Percayalah pada Allah, tetap Semangat bagi teman-teman yang sedang menghadapi masalah ataupun musibah.
Semoga Allah memberikan pahala yang berlipat atas kesabaran teman-teman semua. aamiin.(Ayu Apriani F)


Menu Rumahan

Setiap kota pasti memiliki makanan khas, yang akan dicari oleh pecinta kuliner yang mendatangi wilayah tersebut. Akan tetapi, nggak demikian dengan Batam. Sebagai wilayah yang baru terbentuk sekitar 25 tahunan, lumayan sulit untuk menemukan jenis masakan khas di kota ini. Dengan penduduk yang sebagian besar berasal dari luar, justru makanan asal daerah pendatang itu yang mewarnai suasana kuliner Batam.  


Begitu repotnya menemukan makanan khas Batam, sehingga yang kucari justru makanan  yang familier dengan lidah sehari-hari di Jakarta. Salah satunya adalah sebuah rumah makan. Namanya ”Warung Sunda Bu Joko”. Dari segi makanannya saja mungkin sudah tergolong unik, untuk ukuran Batam, mengingat rumah makan ini menyediakan bermacam sambal plus lalaban a la Sunda. Plus bemacam ikan air tawar. Unik, karena, kabarnya, Batam harus mendatangkan sayuran dari pulau lain. Hasil alam yang bisa dicukupi sendiri oleh Batam hanyalah ikan laut. Ikan air tawar pun, kabarnya, terpaksa didatangkan dari luar pulau.  Bagaimana mau beternak ikan air tawar? Di Batam tidak terdapat sungai.


Dulu sewaktu aku masih tugas di Batam sekitar tahun 1997 s.d 2002, warung Bu Joko masih kecil, hanya sepetak ruangan ruko berkuran 3 x 6 meter aja. Kemarin waktu aku berkunjung kesana dalam rangka dinas, aku terpana karena warung bu joko masih eksis dan tambah luas. Menempati dua lantai ruko yang masing2 seluas 7 x 7 meter. Wawww hebat bener pikirku dalam hati, karena perjuangan yang tak kenal lelah, akhirnya warung Bu Joko identik dengan kota Batam.


Warga dan masyarakat yang tinggal disekitar Nagoya pasti tahu warung ini, karena inilah satu-satunya tempat makan yang menunya rumahan dan harganya sangat terjangkau. Tempat makan ini buka mulai pukul 7 pagi hingga pukul 21 malam. Peminat yang datang dari pagi sampai menjelang tutup tak pernah berhenti, bagaikan ombak ditepi laut silih berganti. Jika pagi kebanyakan penghuni sekitar yang mau sarapan, jika siang hari warga pekerja dari kantor sekitar Nagoya, kalau sore menjelang malam ada turis lokal dan para penggemar masakan rumahan.


Saking kondang dan larisnya warung satu ini, kalau siang sampai susah dapat tempat duduk. Kalaupun dapat duduk terus belum selesai makan sudah ditunggui orang lain yang juga akan makan disini. Lokasinya berada di Nagoya Square-Batam bagian tengah, antara Goodway Hotel dan Lai Lai Mutiara Hotel, menjadikan warung ini sangat strategis jika dituju dari sengala penjuru di Batam. Ditambah para penghuni ruko sekitar hotel itu sangat padat, apalagi harganya relatif murah dan menunya banyak pilihan.


Menu di sini antara lain; sop, sate kambing, gulai kambing, ikan nila goreng, lele goreng, botok, pepes tahu, pepes ayam, sayur asem, sayur lodeh, tempe bacem, tahu bacem, telor balado, iakan asin goring, urap-urapan, sambel terasi, sambel ijo, lalap-lalapan, kerupuk, berbagai jus dan masih banyak lagi. Bikin iler jadi ngeces walau cuma mendengar aja.


Saat pertama kali dulu aku agak ragu, bagaimana pemilik warung dan pelayan menilai harga makanan yang kita makan. Karena kita ngambil sendiri menunya dengan cara prasmanan sesuai selera. Tak berapa lama setelah aku menyuap makanan, seorang pelayan datang membawa segelas air putih untuk minum. Aku nggak begitu memperhatikan apa yang dilakukan. Sejenak dia meletakkan sepotong kertas putih di depan piringku. Oh… rupanya begini caranya. Pelayan tersebut menghitung berapa yang harus ku bayar dengan melihat makanan yang ada di piring. Aku jadi nggak kuatir salah sebut apa yang telah kumakan, karena sudah dihitung. Nanti setelah selesai makan baru aku menuju kasir untuk membayar semua yang tercantum dalam bon makanan.

Sabtu, 08 Februari 2014

Gulai Kepala Kambing "Mus Incek"

Hari yang panas disiang itu, nggak menyurutkan niatku untuk menikmati menu gulai kambing yang telah kuidam-idamkan sejak berangkat dari Jakarta. Terbayang sudah sebuah kenikmatan yang dimunculkan dari selera yang lama terpendam. 


Ketika tiba di Pondok  Makan Basamo “Mus Incek” yang menunya hanya gulai kambing, aku duduk dan langsung memesan gulai kepala yang dulu sering kunikmati sewaktu betugas di kota Padang. Tak lama berselang seonggok menu kepala kambing telah muncul dihadapanku. Gulai ini yang dulu telah membuaiku dalam kenikmatan menu  yang jarang ada dikota manapun.


Kalupun ada masakan sejenis, pernah kutemui di kota Medan. Tapi bukan dimasak gulai, namun dimasak sop yang juga tak kalah enak rasanya. Tepatnya didaerah Kesawan tak jauh dari statsiun kereta api dekat Lapangan Merdeka. Sampai kinipun kudengar masih ada penjualnya, dia buka mulai sore hari jam 5 sampai habis agak malam kira2 jam 9.


Kedua menu kepala kambing yang dimasak ini sangat menarik perhatian, karena wajah kambing yang telah matang menghadap ke wajah orang yang akan memakannya. Seolah-olah menantang dan berkata “inilah aku, hidangan yang kau cari, naikmatilah aku karena aku akan memberimu sugesti  kekuatan keperkasaan”. Imajinasi inilah yang membuat gulai kepala kambing banyak mempunyai penggemar.


Apalagi memakan kambing yang masih utuh, dengan mempretelinya mulai dari hidung,  pipi, otot kepala, sampai dengan memecah tengkoraknya untuk mendapatkan otak kambing yang rasanya enak banget. Ngaak susah untuk membuka semua onderdil kepala coz telah dimasak dengan sangat matang jadi sudah serba empuk. Hal ini ketika dilakukan menimbulkan fantasi tersendiri dan kepuasan yang tak terhingga.



Aku bersama 3 orang teman dari kantor di Padang, menghabiskan  2 buah kepala dan beberapa porsi daging serta jeroan kambing. Lama kami tak berkunjung ketempat ini, serasa nikmat sekali akan semua  menu yang disediakan. Semuanya ludes tak bersisa, selain karena lapar memang menurutku menu yang dihidangkan di pondok makan Mus Incek ini, sangat lain dari yang lain dan jarang ada dikota-kota lain di Indonesia. Jika berkunjung ke Padang ada baiknya singgah kewarung ini yang terletak di Jalan Raya By Pass km 7, Kampung Dayak. Tak jauh dari perempatan Unand, sebelah kantor Pegadaian.