Selasa, 29 Oktober 2013

Toleransi

Toleransi, hal yang membuat kita masih bisa hidup dengan nyaman sampai hari ini. Bagaimana tidak, hanya dengan sebuah toleransi kita nggak perlu susah payah berkelahi setiap hari karena adanya perbedaan. Perbedaan selalu indah jika kita bisa memandangnya dengan kacamata berbeda. Beda bukan berarti salah, beda bukan berarti tidak. Bisa membayangkan bagimana jadinya kalau semua bunga berwarna merah atau semua hewan berwarna hitam? Mungkin akan terasa sangat membosankan, nggak ada perbedaan yang bisa membuat semuanya menjadi indah dilihat.


Tuhan menciptakan perbedaan bukan tanpa maksud. Jika semua makhluk sama, lalu darimana kita belajar? Belajar dari yang benar supaya tahu mana yang salah dan belajar dari yang salah supaya tahu mana yang benar. Akankah kita mengenal sebuah makna toleransi? Jika berbeda saja membuat kita nggak tahu makna toleransi bagaimana jika semua diciptakan sama, mungkin kita akan menjadi makhluk individualis yang sama sekali tidak peduli dengan orang lain.

Kita harus terbiasa dengan sebuah perbedaan. Masih ingat semboyan negara kita? Bhineka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi akhirnya satu jua. Jika kita sebagai generasi mudanya saja sudah pandai bertikai dan tawuran, lalu bagaimana jadinya negara kita belasan tahun ke depan, padahal nanti kita akan mengisi kursi-kursi kosong dalam berbagai profesi yang ada. Mungkin setiap masalah yang ada diselesaikan dengan menggunakan otot, bukan otak. Belasan tahun sekolah terasa sia-sia bukan? Jangan sampai hal itu terjadi.(RM)


Kamis, 24 Oktober 2013

Belajar Menjadi Pendengar

Pimpinan atau orang pintar yang selalu berada diatas sering sekali susah mendengar apa yang dikatakan bawahannya. Merasa diri lebih pintar ini yang membuatnya nggak mau mendengar, tetapi kita sebagai bawahan atau orang yang masih yunior merasa diri sedang haus-hausnya ilmu maka kita akan selalu sadar bahwa kita harus banyak mendengar.


Kebanyakan orang pintar sepertinya malas dan tak mau mendengar,  mungkin orang-orang pintar itu terlanjur nyaman merasa lebih pintar. Mereka sering terlalu asyik bekerja dengan gayanya. Mereka bekerja sesuai dengan kata hatinya. Mereka merasa orang lainlah yang membutuhkan dirinya. Sementara itu, kita  yang belum pintar terlalu banyak bertanya dan kebanyakan ide, jadi atasan atau yang merasa lebih senior merasa bosan untuk mendengar. Bisa juga karena ide kita terlalu bagus dan mempunyai nilai inovasi yang dapat menjatuhkan wibawanya, sehingga kadang-kadang atasan menjadi jengah dan merasa digurui.

Orang pintar dan ahli tapi tak mau mendengar saat bekerja ia akan menjadi trouble makerdan dibenci banyak orang. Mereka merusak kebersamaan dan menguras energi. Karir mereka boleh jadi melesat namun kemudian berhenti di titik tertentu Tapi kalau orang pintar yang jadi atasan dan senior kita mau mendengar apa yang kita sampaikan,  luar biasa karena kemampuan mendengar dan kemauan belajar memang sangat diperlukan, paling susah ngasih masukan sama orang yang sudah merasa pintar, merasa senior, merasa banyak ilmu dan pengalamannya. Kalau sudah pintar dan mau buka mata, buka telinga, buka hati pasti orang pintar itu akan diberikan kemampuan untuk bisa rendah hati sehingga punya kemampuan untuk mendengar orang lain.


Biasanya orang pintar yang nggak mau mendengar itu adanya dikalangan birokrat, karena banyak tipe pemimpin yang fix mindset, sehingga tidak mau mendengar dan resisten terhadap perubahan, mereka tinggal dalam comfort zone mereka, untuk itu buat teman-teman dan diriku sendiri jadilah orang yang berguna untuk orang lain, dengan growth mindset, terbuka, out of the box dan seperti padi. Terimalah masukan dan dengarkan orang yang lebih muda, orang baru, orang bawahan, apalagi yang lebih berani berinisiatif jangan langsung di cap menjadi orang yang lancang.

Rabu, 23 Oktober 2013

Tungku Pembakaran

Beberapa hari lalu aku berkujung ke Museum Bank Indonesia (MBI) di daerah Kota Tua, Jalan Pintu Besar Utara No 3 Jakarta Barat. Masuk dari pintu depan aku langsung menuju halaman parkir di belakang dan memarkir kendaran disitu. Aku terperangah karena ada tungku pembakaran yang dulu di pakai oleh Bank Indonesia untuk memusnahkan uang kartal yang sudah Tidak Layak Edar (UTLE). Tidak layak edar karena telah lusuh, robek dan rusak bentuk fisiknya. Menurut informasi katanya tungku diletakan dihalaman museum sudah lama, sejak museum dibuka untuk umum.


       Pasti ini benda yang banyak menyimpan cerita dan sejarah karena diletakan di halaman museum, dan sebelum aku kerja di Bank Indonesia-pun tungku ini sudah dipergunakan. Aku ingat ketika itu tahun 1976, pertama kali kali tinggal di Kebun Tengsek (areal parkir belakang musem), asap pekat warna hitam yang keluar dari tungku, sungguh sangat menggangu lingkungan, karena kotor dan juga baunya yang kurang sedap. Tapi kami warga Kebun Tengsek nggak ada yang protes, karena mengganggu lingkungan pada saat itu hal yang biasa dilakukan dan nggak ada yang ngelarang seperti sekarang.


Saat ini pemusnahan uang dilakukan dengan cara yang berbeda, dan hasilnya pun tak mengganggu lingkungan sama sekali. Proses pemusnahan uang yang tidak layak edar yang masuk ke Bank Indonesia melalui dua proses penyortiran yaitu penyortiran oleh petugas kas dan mesin penghitung. Kemudian uang yang tidak layak edar yang telah melalui proses sortir dipindahkan ke salah satu ruang peleburan. Di ruangan peleburan ini tersedia mesin yang hanya bisa dioperasikan oleh petugas khusus. Dari mesin tersebut dihasilkan uang yang sudah musnah dan tak layak edar, bentuknya bulat-bulat dengan warna yang berbeda tergantung dari nominal uang yang dimusnahkan.


Banyak yang menggunakan hasil pemusnahan itu untuk bahan kesenian, didaur ulang untuk membuat tas, sebagai bahan baku pembakaran atau beriket. Terkadang juga yang berbentuk beriket ini diberikan oleh Depatemen Pengelolaan Uang untuk survenir bagi tamu yang berkunjung ke DPU. Kenapa limbah pemusnahan diberikan pada masyarakat ? limbah uang hasil pemusnahan uang kartal itu tidak akan disalahgunakan karena sudah berstatus sampah, yang sama sekali tak nilai uangnya. Pemusnahan uang tidak layak edar ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab Bank Indonesia melalui kebijakan clean money policy untuk tersedianya uang kartal yang layak edar dimasyarakat.


Selasa, 22 Oktober 2013

Setetes Darah Adalah Nyawa

          Untuk kesekian kalinya kantorku mengadakan aksi donor darah, acara yang rutin diselenggarakan ini sangat menarik perhatian penghuni seluruh gedung. Terlihat baru sekitar Pukul 9 pagi  hari pertama, pendonor membludak, ini membuktikan bahwa manusia sebagai makhluk sosial, selalu ingin hidup berdampingan dengan sesama sebagai sesuatu yang wajar. Hidup bertetangga, kerja sama dengan teman sejawat, teman kantor, bersosialisasi bersama teman sekolah, kuliah bahkan lewat situs pertemanan you tube, twitter ataupun face book menjadi kebutuhan sehari-hari di jaman teknologi informasi.


Dari sekian banyak kegiatan bersosialisasi di atas tadi, kita sebagai Pegawai sangat peduli kepada sesama yang sedang dirundung petaka, misalnya sakit dan harus memerlukan pertolongan segera. Terutama pertolongan yang terkait dengan transfusi darah, makanya hampir seluruh personil melibatkan diri menyumbangkan darahnya.


          Kantorku sangat concern dengan acara donor darah ini, terbukti banyak sekali Pegawai yang antusias menyumbangkan darahnya. Donor darah amat membantu menambah stok darah bagi orang-orang yang membutuhkan. Karena menurut petugas dari PMI, bahwa antara kebutuhan dan stok darah yang tersedia belum seimbang. Karenanya, aksi yang dilakukan ini diharapkan bisa meringankan beban dan terpenuhinya kebutuhan darah di Jakarta. Meskipun hanya sedikit, namun sumbangan darah dari BI dan mitra ini dapat menambah jumlah darah dan bisa dimanfaatkan.


          Satu kendala yang kerap menghalangi seseorang untuk mendonorkan darahnya adalah rasa takut dan mitos yang beredar di masyarakat. Mitos rasa takut terhadap jarum suntik menjadi salah satu alasan rendahnya jumlah pendonor wanita dibandingkan pria. Selain mitos yang beredar bahwa seseorang kerap mengurungkan niatnya mendonorkan darahnya adalah bahwa donor darah dapat menyebabkan gemuk. Faktanya kegemukan terjadi karena jumlah kalori yang masuk lebih banyak dari yang dikeluarkan dan nggak ada kaitannya dengan donor darah.


          Memang pada awalnya, ketika pertama kali mendonorkan darah ada rasa takut akan jarum suntik yang masuk lengan, hingga rasa lemas dan pusing sebagai dampak telah diambil darahnya ternyata rasa cemas itu nggak ada. Perasaan cemas itu terlalu dilebih-lebihkan oleh beberapa sahabat dan teman sekantor yang sebenarnya dirinya takut jarum suntik dan belum tertarik menjadi pendonor darah. Malahan kegiatan donor darah itu akan membuat ketagihan pendonornya minimal setiap tiga bulan sekali harus mendonorkan darahnya. Donor darah baik bagi kita dan sesama. Kalau kita sehat dan memenuhi syarat sebagai pendonor darah, kenapa nggak dilakukan dengan rutin sebagai wujud aksi sosial bagi sesama manusia?


          Hidup hanya sekali satu kali, jadi isi dan warnailah dengan kegiatan positif untuk mengembangkan diri dan berguna bagi sesama. Mengisi hidup dengan memperhatikan sesama, tentu saja menjadi sebuah hal indah dan sarat makna. Memang tak ada manfaat langsung menjadi seorang pendonor darah, namun dengan mendonorkan darah secara rutin setiap tiga bulan sekali, maka tubuh akan terpacu untuk memproduksi sel-sel darah baru. Sedangkan fungsi sel-sel darah merah adalah untuk oksigenisasi dan mengangkut sari-sari makanan. Dengan demikian fungsi darah menjadi lebih baik sehingga donor menjadi sehat. Selain itu, kesehatan pendonor akan selalu terpantau karena setiap kali donor dilakukan pemeriksaan kesehatan sederhana dan pemeriksaan uji saring darah terhadap infeksi yang dapat ditularkan lewat darah.

          So berbagi kepedulian nggak melulu berupa materi atau barang. Bentuknya bisa apa saja, bahkan dengan apa yang kita punya yang melekat dari tubuh ini. Salah satunya dengan darah, kita donasikan bagi yang memerlukan bagi kelangsungan hidupnya karena memerlukan darah saat yang bersangkutan sedang menjalani perawatan medis lewat tindakan operasi, dimana organ tubuhnya memerlukan darah orang lain lewat transfusi darah.(Arum.S)



Simulasi Kebakaran

          Grup Pengamanan Bank Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) DKI Jakarta dan Departemen Museum Bank Indonesia (DMBI), menggelar acara simulasi Kebakaran. Acara dilaksanakan pada hari Selasa 22 Oktober 2013, diikuti oleh total 200 orang peserta yang berasal dari Departemen  yang bertugas di Museum Bank Indonesia (MBI) termasuk personil perusahaan pihak ketiga dan Pengunjung museum yang sedang menjelajahi MBI.


          Simulasi yang mengambil tema ”dasar dasar penanggulangan bahaya kebakaran” ini, di koordinir oleh Suprapto selaku Pejabat Grup Pengamanan Bank Indonesia. Dalam sambutannya sebelum simulasi, disampaikan bahwa ada 3 tujuan simulasi dilakukan, pertama memastikan peralatan pengamanan yang terkait dengan kebakaran berfungsi dengan baik dan kondisi siap pakai.


Kedua untuk melatih, membiasakan Floor Captain serta penghuni gedung untuk melakukan penanggulangan kebakaran dan evakuasi secara benar, sesuai dengan indikator evakuasi yang terpasang di museum. Ketiga untuk mengetahui respon time dinas pemadam kebakaran, mulai menerima telepon dari Bank Indonesia sampai tiba dilokasi simulasi.


         Latihan dipandu langsung oleh Tim Satgas Bencana, dan Satuan Pengamanan (Satpam) Bank Indonesia yang bertugas di MBI. Para peserta mendapatkan simulasi langsung dari orang yang berkompeten. Dengan adanya pelatihan ini seluruh peserta dapat memahami bagaimana menyiasati, menghambat, menghadapi dan menyikapi sesuatu yang memungkinkan terjadinya kebakaran.


          Dalam simulasi ini juga diselipkan aplikasi menggunaan alat pemadam api ringan (APAR) dan hydrant. Peserta sangat antusias dalam mengikuti latihan, terlihat dari bagaimana mereka memainkan APAR dan menyemprotkan air ketitik api yang terjadi di lantai 3 MBI.


Setelah dilakukan pemadaman menggunakan APAR, api terlihat membesar, Pegawai yang ada tak sanggup memadamkan api. Lalu pimpinan pengamanan selaku Incident Commander  menelopon DPK DKI Jakarta untuk meminta bantuannya memadamkan api yang sudah mulai berkobar. Dalam waktu 9 menit mobil DPK datang dan langsung menuju siamese connection untuk membantu memadakan api.


Setelah itu ditindaklanjuti dengan melakukan evakuasi terhadap seluruh penghuni gedung. Evakuasi harus dilakukan dengan hati-hati dan mempunyai kesulitan tersendiri, mengingat salah satu penghuni gedung adalah pengunjung yang sedang menjelajah MBI berjumlah sekitar 120 orang, yang tak mengenal serta awam terhadap kondisi MBI itu sendiri.


Walaupun dalam simulasi di-skenariokan ada korban namun, secara keseluruhan simulasi berjalan lancar dan tak ada korban, apalagi korban yang cedera. Musliha selaku pengawas latihan, menyampaikan bahwa kesempatan ini adalah kesempatan yang sangat berharga sekali, diharapkan kepada semua peserta setelah menjalani pelatihan dapat memunculkan kepeduliannya tentang sesuatu yang menyebabkan terjadinya kebakaran dan bertindak dengan cepat dan akurat. Serta semua petugas yang berada di Museum Bank Indonesia mengetahui dan mampu memberikan respon yang cepat dan tepat dalam menghadapi bahaya kebakaran di tempat bekerja dengan tenang dan tidak panik.


Senin, 21 Oktober 2013

Ternya Naek Kereta Enak dan Nyaman



          Sudah lama aku ingin sekali mencicipi bagaimana rasanya naik kereta dari Tanah Abang ke stasiun lain di Jakarta, tapi selalu saja ada halangan. Kalau naik kereta antar provinsi seperti ke Yogya, Cirebon sih sudah sering, tapi kalau kereta jarak pendek, sumpah belom pernah. Tentunya sebagai warga ibukota yang nggak punya KTP Jakarta, Busway selalu jadi pilihan utama untuk berkeliling kota. Namun mengingat bahwa jalur busway belom sampai ke daerah Bintaro apalagi Serpong, alternatif lain untuk ke tempat-tersebut adalah naik bus, angkot, atau kereta.


          Akhir-akhir ini aku harus kerap mengunjungi daerah Bintaro, karena menjenguk Bapakku yang sedang dirawat di RS Bintaro. Awalnya, aku masih keukeuh gak mau naik kereta karena acap kali mendengar cerita-cerita tentang copet, jambret dan ketek. Maksudnya selain di kereta banyak copet dan jambret, katanya di kereta juga banyak yang bau ketek, dari teman-teman pengguna setia kereta api.


         Awalnya, aku masih mempercayakan kepergian ku ke Bintaro pada angkot yang dengan setia mengantarku ke RS Bintaro dan menurunkanku dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya untuk berganti ke angkot berikutnya. Diluar hari kerja, aku bisa sampai Bintaro dalam waktu 2 jam. Bayangkan betapa banyak keringat yang kukucurkan dan betapa menyengatnya bau badanku setelah bermandi peluh di angkot selama dua jam, mana ngetemnya lama lagi. Yang bikin tak tahan adalah macetnya, ampiiuuuun deh.


           Sampai minggu lalu, gak tahu kenapa kok tiba-tiba pengen banget naik kereta yah.... Aku akhirnya menuju ke stasiun terdekat dari tempat tinggal, yaitu stasiun Tanah Abang. Aku baru sadar kalo naik kereta ternyata ber-AC. Masuk ke kereta pun, ternyata lumayan nyaman, nggak berdesak-desakan yang kubayangkan, nggak seseram yang kutakutkan. Awalnya, bingung nanti aku turunnya dimana yah... tapi ada peta jalur kereta api terpampang di setiap pintu kereta jadi memudahkan bagi mereka yang newbie dalam perkereta-apian.

         
          Finally, I reach Stasiun Jurangmangu only 20 minutes less than a half an hour. Hahaha less time consumption. Pulang ke Jakarta pun akhirnya naik kereta lagi. Ternyata naik kereta itu cukup enak dan cepat,  hasil testimoni mungkin akan berbeda dengan pengguna kelas lain. Catatan, kalau mau naik kereta, sebaiknya pantau dulu jadual keberangkatan kereta, biar nggak kelamaan nunggu keretanya di stasiun. Naik kereta Commuter Jabodetabek jadi serasa naik MRT di Singapur, bersih dan tertib.(Cipu)


Wanita Berbagi Cerita


Alkisah suatu waktu di pusat kota metropolitan. Ada seorang wanita kaya sedang menyusuri trotoar, sambil melihat - lihat barang di etalase pertokoan. Tiba - tiba muncul seorang wanita pengemis yang lusuh dan kumal. Ia meminta - minta sekeping belas kasih dari setiap orang yang lewat di trotoar itu. Termasuk pada wanita kaya tadi.


 Wanita kaya itu mengambil dompetnya, mengeluarkan uang lima ratus ribu rupiah dan bertanya, ”kamu kuberi uang ini, apakah kamu lebih memilih untuk membeli perhiasan atau membeli makanan?”

”Tidak, Nyonya, aku tidak pernah membeli perhiasan seumur hidup saya,”
jawab pengemis itu.

”Apakah kamu akan menghabiskannya untuk berbelanja?' wanita itu bertanya lagi.

”Tidak, Nyonya, aku tidak mau membuang waktu untuk berbelanja,” jawab pengemis itu. ”Aku selama ini memakai seluruh waktuku untuk bertahan hidup. sekedar pengganjal perut yang keroncongan”

”Apakah kamu akan menggunakannya untuk pergi ke salon?” wanita itupun bertanya sekali lagi.

”Anda salah?” jawab pengemis itu. ”Aku tidak pernah merapikan rambutku selama dua puluh tahun.”

Wanita itu berkata, ”Oke. Aku tidak akan memberimu uang ini. Sebaliknya, aku akan mengajakmu makan malam di restoran dengan suamiku.'

Pengemis itu terkejut. ”Tidakkah nanti suami Anda akan memarahi Anda?
Lihat saja, aku kotor dan mungkin berbau sangat busuk.'

Wanita itu berkata, ”Tidak masalah. Suamiku perlu melihatmu agar dia tahu apa jadinya seorang wanita jika tidak diberi uang untuk belanja, perawatan ke salon, dan membeli perhiasan !!!”.









Fenomenal


          Seeorang yang dulunya cuma sebagai figuran, pelawak tidak terkenal dan bukan siapa siapa ternyata sekarang menjadi sosok terkenal dan fenomenal. Dalam sebuah acara disalah satu televisi swasta Tukul Arwana banyak mengeluarkan ucapan, cel
otehan dan celetukan spontannya yang membuat banyak orang terpingkal-pingkal, kemampuan melawaknya yang sangat baik dan komunikatif membuatnya menjadi artis terkenal. Dia juga terkenal menyebut “Ndeso!”, ”Tak sobek-sobek”, “Katro”, “Silent please”, atau “Puas, puas?”.



          Tukul selain namanya sendiri juga punya panggilan keren, yaitu “Re-Re-Re-Reynaldi”. Dalam membawakan acara talk show-nya, hampir semua bintang tamunya terpesona dengan bibirnya yang unik. Dan kadang-kadang malah Tukul sendiri yang ngaku kalau bibirnya itu “maju”. Dalam acara tersebut Tukul biasanya ditemani oleh Vega Damayanti dan Pepy sebagai pemancing yang juga suka ngocol.

          Sebagai seorang yang berasal dari sebuah desa di Semarang, sejak remaja ia sering tampil melucu di panggung tujuh-belas agustus-an disekitar kampungnya. S
iapa sangka, dibalik kesuksesannya kini, tukul ternyata pernah mengalami hidup yang sangat menderita. Tukul benar-benar berjuang dari titik yang terendah sebelum akhirnya mencapai sukses. Ia juga pernah mencari nafkah sebagai sopir angkot di kota asalnya. Lalu dalam masa susahnya Tukul memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan diterima oleh temannya, Joko Dewo dan Tony Rastafara. Kedua temannya ini banyak membantu kebutuhan sehari-hari Tukul yang mengontrak di bilangan Blok S, disekitar Fatmawati - Jakarta Selatan.

          Dalam masa “mbambung” atau luntang-lantungnya itu, Tukul menikah dengan gadis berdarah Padang bernama Susiana atau yang lebih dikenal dengan Susi “Similikiti”. Tukul pun pindah ke sebuah kontrakan di daerah Cipete Utara setelah menikah. Demi menafkahi hidup keluarganya Tukul sempat menjadi sopir pribadi, dan beberapa pekerjaan lainnya hingga akhirnya mencoba melamar ke Radio Humor Suara Kejayaan (SK) bekerja bersama rekan pelawak lainnya seperti Bagito, Patrio, Ulfa, dan beberapa temannya yang lainnya yang kini juga telah terkenal.

          Selain melawak lewat radio, Tukul mencoba jiwa seninya sebagai artis dengan menjadi figuran dan model video clip. Dari sana-lah Tukul mulai naik daun.  Dasar nasib lagi mujur, Ia diajak main Lenong Rumpi, ia pun semakin terkenal ketika menjadi pendamping Joshua dalam video klip diobok-obok-nya yang khas itu. Nama Tukul Arwana semakin melambung ketika Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) mempercayakannya menjadi Host acara musik “Aduhai” dan Acara “Dangdut Ria” untuk beberapa waktu di Televisi Indosiar.

          Saat ini Tukul ia dipercayakan menjadi presenter talk show “Bukan Empat Mata”. Keberhasilan dan kesuksesannya membawa Tukul dan keluarga memiliki tiga rumah kontrakkan dan dua rumah besar di kawasan Cipete Utara – Jakarta Selatan. Di rumahnya sebagai rasa terima kasih karena keberhasilannya itu Tukul mengumpulkan teman-teman seniman pelawak dari daerah dan membuat markas kecil ajang tukar pikiran sambil meramu ide kreatif lawakan. Markas kreatif ini dinamakan “Posko Ojo Lali”. Meskipun kini Tukul sudah menjadi orang tenar, tapi ia tetap low profile dan tetap menjadi dirinya sendiri.

Teman

Sahabat...
Jangan penuhi hidup kita dengan nuansa berprasangka negatif, Ataupun praduga yang membuat kita lelah sendiri, padahal orang lain belum tentu seperti prasangka kita.

Boleh jadi orang yang kita sangka buruk, sesungguhnya ia sangat baik Boleh jadi orang yang kita anggap jutek atau sombong, sesungguhnya ia hanya kurang bisa bicara.


 Jadi bangunlah prasangka baik, agar hidup ini terasa penuh warna dan semakin indah, jiwa akan tenteram dan hatipun akan tenang

Jadilah hidup bagai air yang mengalir...
Ringan tanpa beban mengikuti arus dengan ikhlas, Tapi tetap harus ada prinsip yang dipegang, bahwa kita mengalir sesuai dengan fitrah dan keridloan-Nya


Kita sudah dewasa, Kita tahu semua itu...
Namun kadangkala kitapun masih perlu untuk selalu diingatkan

Itulah gunanya teman...
Meski tanpa gandengan tangan, Meski jarak cukup jauh memisahkan...
Bahkan meski kita belum pernah ketemu, Tapi hati kita bisa mengukur...
Siapa yang pantas dijadikan teman ...???(Kang Dede FA)



Cicak

Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokan tembok. Rumah biasanya memiliki ruang kosong di antara tembok dan lisplang yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor cicak terperangkap diantara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah surat.


Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek surat itu, ternyata surat tersebut telah ada disitu 5 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun. Apa yang terjadi? Bagaimana cicak itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 5 tahun? Dalam keadaan gelap selama 5 tahun, tanpa bergerak sedikit pun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal.

Orang itu lalu berpikir, bagaimana cicak itu dapat bertahan hidup selama 5 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada surat itu! Bagaimana dia makan? 
Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan cicak itu. Apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. Kemudian, tidak tahu dari mana datangnya, seekor cicak lain muncul dengan makanan di mulutnya..aahhh! Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor cicak lain yang selalu memperhatikan cicak yang terperangkap itu selama 5 tahun.

Sungguh ini sebuah cinta, cinta yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor cicak itu. apa yang dapat dilakukan oleh cinta? Tentu saja sebuah keajaiban. Bayangkan, cicak itu tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 5 tahun. Bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu menganggumkan.(Sumber : IphinCow.Com)


Minggu, 20 Oktober 2013

Service Transformation

Dengan maksud ingin memenuhi kepuasan Pegawai  dan Stakeholder serta memperbaiki kekurangan yang selama ini menjadi penghalang kinerja Departemen Logistik dan Pengamanan (DLP), pada hari Jumat s.d Minggu tanggal 18 s.d 20 Oktober 2013, bertempat di Hotel Aryaduta – Karawaci Tanggerang, DLP bekerja sama dengan PT Chakra menyelenggarakan pelatihan “Service Transformation” bagi level Pegawai Manajer dan Asisten Manajer.


Pentingnya meningkatkan pelayanan terhadap Pegawai dan stakeholder karena berhubungan erat dengan tugas DLP yang dilakukan dalam upaya untuk memberikan rasa puas dan menumbuhkan kepercayaan stakeholder, sehingga orang orang yang berhubungan dengan DLP merasa dirinya dipentingkan atau diperhatikan dengan baik dan benar. Pelayanan juga merupakan strategi dalam rangka meningkatkan kinerja. Akan tetapi tidak cukup hanya memberikan rasa puas dan perhatian terhadap pelanggan saja, lebih dari itu adalah bagaimana cara merespon keinginan pelanggan, sehingga dapat menimbulkan kesan positif.


         Menyadari hal diatas maka sumber daya DLP harus ditunjang oleh kualitas sumber daya manusia yang handal, mempunyai visi yang jauh ke depan dan dapat mengembangkan strategi dan kualitas manajemen logistik Bank Indonesia, yang mempunyai keunggulan terutama dalam masalah governance. Yang tertuang dalam sasaran strategis DLP yaitu terwujudnya pengadaan barang dan jasa yang transparan, governance dan akuntabel.


Mindset yang selama ini dimiliki adalah bahwa Pegawai DLP hanya berperan dalam masalah memenuhi kebutuhan Pegawai BI, harus dirubah karena  bukan itu semata-mata yang dilakukan. DLP harus bisa mewujudkan organisasi yang efisien dan efektif dalam mendukung pelaksanaan strategi BI dalam bidang logistik. Antara lain meningkatkan kulaitas hasil penelitian dan kajian logistik mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan, mengembangkan kompetensi dan memperkuat leadership, serta manajemen resiko dan kontrol.


Dengan mengikuti pelatihan dimaksud perannya kedepan akan berubah tidak hanya menjadi pelayan, tetapi harus bisa membuat stakeholder yang berhubungan dengan DLP akan merasa nyaman, merasa senang sehingga segala prasarana dan sarana logistik yang dibutuhkan benar benar dapat mendukung pelaksanaan tugasnya sehari-hari.


Cara berfikir yang baik akan menghasilkan kata-kata yang baik dan juga menghasilkan tindakan serta kebiasaan yang baik pula. Jika ditanamkan secara rutin setiap hari dalam diri individu Pegawai, maka akan tercipta karakter Pegawai yang dapat diandalkan serta menjadikan citra BI prioritas utama dalam tugas. Apalagi ditambah dengan masing masing divisi menetapkan indikator parameter untuk melakukan yang terbaik, antara lain mengutamakan pelayanan stakeholder, sistem yang efektif, melayani dengan hati, perbaikan yang berkelanjutan dan memberdayakan stakeholder untuk hal yang positif.


Parameter ini harus ditetapkan sebagai bentuk komitmen manajemen, dan setiap  periode wajib untuk memonitoring dan mengukur pencapaiannya dengan analisis data yang relevan. Kaitannya dengan tugas DLP adalah melihat bagaimana pelayanan dilakukan, seberapa kuat tujuan yang ingin dicapai, bagaimana dengan indeks kinerja uatama, bagaimana motivasi dan bagaimana usaha Pegawai. Sebab hal ini akan menentukan visi dari DLP yaitu menjadi mitra strategis yang kompeten, tanggap, dan terpercaya dibidang logistik, melalui penerapan manajemen logistik dan pengamanan yang mengacu pada praktek-praktek terbaik (best practices).


Sebuah kotak mental dalam diri, yang didukung oleh kemauan hati yang religius bahwa bekerja adalah ibadah maka setiap Pegawai akan membuat keteguhan dan komitmen yang akan menolong untuk bergerak dengan pelayanan untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan yang telah ditentukan. Motivasi ikhlas ibadah akan mudah digerakkan apabila dalam alam kognitif dan afektif mampu membayangkan, memahami secara jelas dan menghadirkan visi, misi, dan tujuan penting DLP tersebut. Jika ada kekurangan dan hal hal yang belum diketahui maka Pegawai harus terus belajar dan meningkatkan kemampuan, sehingga Kecepatan (waktu) Pelayanan,  akurasi (ketepatan) pelayanan,  kenyamanan,  respon (tanggung jawab) terhadap keluhan, inovasi pelayanan. Jika itu semua dapat dilakukan maka Integritas, Kerjasama, Kemauan Berprestasi, Kegigihan, Kecepatan Beradaptasi akan segera terwujud.


Ditekankan dalam pelatihan tersebut bahwa Pegtawai satuan kerja lain dan stakeholder adalah orang yang paling penting, stakeholder tak selalu menyenangkan tapi penting buat kita, stakeholder bukanlah beban atau pengganggu terhadap pekerjaan kita, maka layanilah stakeholder dengan special karena mereka memang special, stakeholder tidak tergantung pada kita, tetapi kita tergantung pada dia. Dia bukan orangluar BI, dia adalah bagian dari BI. Semua Pegawai DLP harus selalu bisa memperbaiki diri dari setiap pengalaman yang dialami dalam tugas sehari hari, agar selalu waspada dan tetap humble.



Kamis, 17 Oktober 2013

Pelukis

Pekerjaan sehari-hari Aris Sucipto ”hanyalah” pelukis potret di trotoar Jalan Pintu Besar Selatan, Glodok, Jakarta Barat. Dari pekerjaan yang dilakoni sejak tahun 1989 itu, ketika ia tidak mendapat pekerjaan pada masa awal perantauannya ke Ibu Kota. Aris belakangan dikenal sebagai salah satu penggagas komunitas pelukis jalanan. Mereka juga yang berperan untuk menghidupkan kawasan Kota Tua Jakarta.
Aris merangkul rekan-rekannya sesama pelukis potret di kawasan Kota Tua untuk juga menghasilkan karya-karya lukis yang mumpuni. Dengan demikian, karya mereka bisa diikutsertakan dalam berbagai pameran.


Bagi Aris, pelukis jalanan tidak bisa diremehkan begitu saja. Namun, semua itu harus bisa dibuktikan dengan karya yang lahir dari hati nurani sang pelukis sehingga diakui oleh penikmat lukisan. Sejak tahun 2000 dia mendorong adanya komunitas pelukis jalanan di Kota Tua Jakarta. Komunitas itu dinamakan TrotoArt dan diharapkan bisa menjadi paguyuban di antara para pelukis jalanan. Adanya TrotoArt membuat mereka bisa saling mendukung dalam mengembangkan kreativitas dan kualitas karya.


Para pelukis potret jalanan itu muncul dari beragam kisah. Namun, mereka umumnya menjadi pelukis jalanan karena terdesak kondisi ekonomi yang sulit. Komunitas pelukis jalanan yang mulai aktif ikut serta dalam kegiatan di Museum Bank Mandiri juga digagas Aris dan dinamakan Lintang Kota. Paguyuban seperti ini diharapkan bisa menjadi wadah bagi seniman jalanan untuk berkarya dan terlibat dalam menghidupkan Kota Tua. Aris punya obsesi untuk bisa secara sendiri atau bersama pelukis jalanan lain berpameran di gedung tua di kawasan Kota Tua itu. Dalam bayangannya, pameran itu akan dibuka oleh tukang ojek ontel atau wong cilik lainnya.
”Mereka mungkin tidak paham seni, tetapi lebih jujur. Para pejabat yang membuka pameran sering mengangguk- angguk, padahal sebagian dari mereka enggak mengerti seni,” katanya.


Lalu, tambah Aris, ”Saya ingin para pelukis jalanan di Kota Tua ini bisa diberi sebuah tempat yang resmi supaya mereka bisa menata karya-karyanya dengan baik.”
Namun, di sisi lain ia sadar, untuk mewujudkan keinginannya itu salah satu cara yang harus ditempuh adalah melobi pihak-pihak terkait. ”Saya susah melobi. Itu bukan pekerjaan mudah bagi seniman. Kami menunggu tawaran pemerintah saja, untuk menyediakan wadah yang resmi di sekitar Kota Tua, entah itu di Fatahillah atau Kali Besar,” ujarnya. Tanpa batas sejak lama Aris berkeinginan supaya wong cilik juga bisa menikmati lukisan. ”Saya sendiri dari dulu suka minder kalau mau melihat pameran lukisan. Kadang melihat tatapan satpam saja sudah membuat saya takut dan tak berani masuk ruang pamer.” Oleh karena itulah, dia ingin menciptakan lukisan yang bisa dilihat siapa pun, tanpa dibatasi oleh strata sosial-ekonomi.


”Biarkan setiap orang, siapa pun, bisa menikmati lukisan itu,” kata Aris yang sejak kecil hingga remaja menjadi penjual es keliling. Tentang penghargaan untuk seniman jalanan, lulusan sekolah dasar ini mengatakan, untuk itu masih dibutuhkan perjuangan. Ia bercerita, pada suatu rapat tentang seniman jalanan di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, tahun 1990-an, Aris melontarkan keprihatinannya terhadap para pelukis jalanan yang mangkal di pinggiran kali di Pasar Baru. ”Saya tidak bilang kalau punya andil, tetapi saat itu saya ikut meminta supaya ada tempat yang layak buat seniman jalanan di Pasar Baru. Belakangan ini, di kawasan itu sudah ada tempat resmi untuk pelukis jalanan,” ceritanya.


Keinginannya untuk berpameran terwujud saat ada kesempatan menggelar pameran bagi seniman jalanan Kota Tua yang saat itu tergabung dalam paguyuban Kelompok Pintu Besar Selatan. Ajakan berpameran lukisan potret pertama datang dari Museum Seni Rupa dan Keramik di kawasan Kota pada 1996. Kesempatan tersebut mampu membangkitkan optimisme komunitas pelukis jalanan. Tawaran pameran lalu berdatangan dari hotel dan mal di Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah, dan Taman Ismail Marzuki. Pameran mereka ada yang disponsori pihak lain, tetapi sering pula para seniman ini saweran untuk menyewa stan pameran. Dengan merogoh kocek sendiri juga, ia mengadakan reuni para pelukis jalanan yang pernah mangkal di trotoar Jalan Pintu Besar Selatan. Sebanyak 60 seniman jalanan pun meramaikan acara yang digelar untuk membangun tali silaturahim kembali di antara mereka.

”Saya ingin para seniman jalanan itu bisa saling memberi semangat. Mereka yang merasa belum sukses tidak patah semangat, sedangkan mereka yang sudah berhasil tetap mau bergabung. Ini supaya para pelukis jalanan itu bisa saling melengkapi kelemahan dan kelebihan masing-masing. Dari sini diharapkan bakal lahir seniman yang berkualitas,” ujar Aris yang sebelum merantau ke Jakarta mendalami seni ukir.


Dia tidak ingin pelukis potret jalanan terjebak sebagai seniman yang berkarya saat ada pesanan saja. Pria asal Kudus, Jawa Tengah, ini menggugah rekan-rekannya untuk sadar berkesenian. Sebab, dengan mendalami seni akan mengasah hati nurani dan mampu memotret keadaan di sekeliling atau peristiwa yang mereka lihat. Bekal itu akan membuat mereka bisa menuangkannya dalam bentuk karya seni yang punya ”kedalaman”. ”Respons terhadap apa yang ada dalam pikiran saya amat beragam. Ada orang yang sinis, ada pula yang mendukung. Itu lumrah saja. Kalau enggak seperti itu, enggak ada warna- warna yang menarik dari sebuah karya,” ujarnya enteng.


Ketika Aris terlihat tidak sanggup mengikuti pendidikan lebih tinggi usai menyelesaikan SD, sang ayah mengirimkan dia untuk belajar seni ukir di Jepara, Jateng. Setelah itu, dia sempat bekerja selama beberapa waktu di perusahaan furnitur sebagai tukang ukir. Beberapa tahun kemudian, Aris memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Dia ingin memperdalam keahlian ukirnya dengan mendatangi sanggar-sanggar ukir di kawasan Ancol, Jakarta Utara. Namun, saat itu dia harus puas hanya diberi tugas sebagai tukang ampelas. Tidak puas, Aris lalu mencoba mencari pekerjaan lain. Ketika dia melintas di daerah Melawai, Jakarta Selatan, Aris melihat seorang pria lumpuh yang melukis potret di trotoar. Peristiwa itu menginspirasinya untuk juga menjadi pelukis potret. Dari pengembaraannya, ia mendapati di kawasan Kota Tua hanya ada dua pelukis jalanan. Aris lalu bergabung dan mengembangkan komunitas pelukis potret jalanan di Kota Tua. ”Keinginan saya hanyalah agar seniman jalanan ini diberi tempat yang layak untuk menggelar karya mereka,” katanya lagi mengulang dan menegaskan. (dari Blog Jong Reggae Bumi Ayu - IWAN SANTOSA/ BRIGITA MARIA LUKITA-harian KOMPAS tgl 23 januari 2009 dalam rubrik SOSOK).