Aku sebenarnya nggak tertarik membaca buku
ini, tapi karena perpustakaan kantor akan menyelenggarakan acara Coaching Clinic yang menampilkan pengarang
buku “Gelombang” yaitu Dee Lestari, terpaksa aku harus membawa perasaanku untuk
menyelami apa yang dikisahkan oleh Dee pada buku-bukunya.
Walaupun antara satu judul buku dengan yang
lain nggak ada cerita sangkut pautnya, namun aku mencoba membaca rangkaian
kisah terdahulu. Tapi dari awal cerita buku gelombang saja aku sudah dapat
menarik benang merah tentang supernova, meskipun masih belum faham betul
karakter tokohnya. Apalagi cerita yang disuguhkan berlatar budaya batak, yang
menebarkan semangat hidup dan keberanian.
Inilah bukti kehebatan Dee dalam melakukan
metamorposis dari seorang artis penyanyi menjadi penulis, dia dapat mengubah
minatku yang semula hanya membaca buku-buku berbau sejarah dan biografi tokoh,
kini mencoba mendalami sebuah novel yang bercerita tentang dunia amerika yang dijelajahi
orang batak.
Dalam Gelombang banyak istilah baru seperti
Sarvara, Harbinger, Infiltran yang bikin penasaran untuk terus mencari artinya.
Disini seorang pembaca macam aku harus terus membuka tiap-tiap halaman dengan
teliti dan bertanya pada orang yang mempunyai pengetahuan tentang itu. Apalagi
berbagai bahasa banyak dipakai sebagai percakapan tokohnya, sehingga menambah
vocabulary pembacanya.
Biar agak josssss novel ini dibumbui kiasan
cerita romatis antara Alfa dan Ishtar yang tertulis di alinea ke 4 halaman 246,
yang membuat wawasan seseorang menjadi cepat berubah : “Leherku
bergerak maju dengan gerakan meragu, menjemput bibirnya yang sedikit membuka,
tanganku mendarat dilekuk pinggangnya. Ishtar menyambut dengan anggun, tidak
kesusu, dan menggebu. Ciumannya hangat sekaligus terkendali. Ia membuatku nyaman”.
Seperti itulah yang dapat kunikmati dari
bacaan ini, hangat, romantis, slowly but
sure, terkontrol, comportable feeling. Karya
Dee yang brilian, dapat mengubah pandanganku terhadap Hidup. Aku merasa belum
menemukan kata yang tepat, tentang sejatinya mencari, meretas jalan untuk tahu
sebenarnya untuk apa kita tercipta didunia? Gelombang Dee menjadi peta, menjadi
informasi, sebagai penghibur.
Pandanganku terhadap novel
kini berubah drastis, karena Dee bilang di alinea kedua hal 435 : “Aku mempercepat laju terbangku, menuju
bangunan yang kutuju, bangunan kini wujudnya benar-benar berbeda. Warnanya
orangnye keemasan seperti sepotong langit senja. Tanpa katas, bangunan itu
berbentuk seperti lingkaran. Tapi begitu aku turun mendekat, bangunan itu
seprti bola sempurna dengan jalur-jalur yang mengulung-gulung dan saling
membelit didalamnya. Pergerakan jalur-jalur itu begitu cepat sehingga saling
memakan, tanpa mengubah kesempurnaan bentuk bolanya”.
Please Dee, kapanlagi
karya berikutnya keluar...? Aku sekarang terpaksa memburu karyamu, karena dapat
menginspirasi kehidupanku yang sudah melewati setengah abad ini. Untuk Dee
Lestari semoga sehat selalu, aku menunggu masterpiece-mu.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar