Kamis, 11 Januari 2018

Pergunakan TI atau Mati


Penumbuhan usaha yang di-inspirasikan dari adanya kreatifitas dan inovasi merupakan model ideal dalam rangka pembangunan yang bertujuan mengoptimalkan potensi sumberdaya tersedia dan bersifat partisipatif. Oleh sebab itu, pengungkapan kiat-kiat usaha dan penularan inovasi usaha tersebut sangat diperlukan untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Itulah awal dari pembentukan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Tujuan UMKM adalah mengembangkan usaha yang dimiliki masyarakat, agar dapat dikenal dan diminati, sehingga nantinya menjadi usaha yang menjadi favorit dan dicari.
 

Usaha-usaha yang dapat diperjuangkan melalui UMKM bermacam-macam mulai dari kuliner, obat-obatan, jamu, jasa, hingga pengelolaan barang industri rumahan seperti : membuat sabun deterjen, membuat lem kertas, membuat huruf timbul pada tembaga, minyak angin, obat nyamuk keras batangan, jamu beras kencur, sirup nanas, es cream, gula kelapa, nasi goreng keliling, toge goreng, sari buah dalam botol, garam, usaha kuliner rumah makan dan lain-lain.

Memulai sebuah usaha atau bisnis, sepertinya nggak akan langsung bisa sukses, jatuh bangun diawal merintis sebuah usaha sudah pasti ada. So jangan mudah menyerah, belajar dan belajar dari kesalahan dan kekurangan, meskipun usaha sudah bisa berjalan sempurna, pasti masih tetap ada hambatan.

Ketika mulai sebuah bisnis baru yang sering terjadi adalah membelanjakan modal untuk membeli barang yang tidak diperlukan dalam produksi dan penggunaan biaya operasional yang tak perlu. Atau bisa jadi untuk biaya promosi yang tanpa disadari terlalu berlebihan, akhirnya produk kurang untuk dijual. Selain itu modal yang dimiliki juga terbatas, sedangkan profit belum menghasilkan. Maka yang terjadi adalah kerugian dan mearasa gagal dalam awal usaha.

Bank Indonesia melalui PBI No 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015, telah memberikan peluang kepada perbankan untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan pada UMKM, berupa pelatihan kredit/account officer, pelatihan, fasilitasi dalam pemanfaatan pmeringkat kredit (credit rating) untuk usaha kecil dan usaha menengah dan publikasi serta pemberian award. Dengan adanya PBI ini berarti perbankan secara utuh harus siap membantu pengembangan UMKM termasuk laporan progress bisnisnya. Selain itu Bank Indonesia juga memberikan bonus kepada bank yang bisa menyalurkan kredit ke sektor usaha UMKM diatas rasio yang ditentukan.

Upaya BI untuk mendorong pertumbuhan kredit UMKM adalah dengan memberikan kelonggaran batas atas LFR hingga menjadi 94% dengan kualitas kredit baik. Selain itu terdapat ketentuan dari segi NPL, yaitu bahwa rasio NPL total kredit bank secara bruto (gross) ,5% dan rasio NPL kredit UMKM bank secara bruto (grsoss) ,5%. UMKM di Indonesia hamper mencapai 50 juta unit usaha namun tidak semua bankable.

Selain itu upaya BI dalam membantu pengembangan UMKM adalah melakukan kesepakatan bersama dengan Kementrian Koperasai dan Usaha Kecil dan Usaha Menengah anatara lain :

1.    Tujuannya adalah mendayagunakan dan mensinergikan sumber daya dari para pihak dalam rangka peningkatan akses pembiayaan dan pengembanagn UMKM, menuingkatan pengetahuan dan ketrampilan UMKM.

2.    Pelatihan Business Development Sevice Provider (BDSP) atau konsultan Keuangan Mitra Bank dan Inkubator.

3.    Penelitian dalam rangka pengembangan UMKM termasuk biaya, produktivitas, daya saing, nilai tambah dan kualitas UMKM.

4.    Hyperlink dan sosialisasi penggunan situs resmi Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia dan Bank Indonesia.

5.    Fasilitasi penyelenggaraan intermediasi perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dengan UMKM melalui Bazar, Expo, Workshop, Pameran

6.    Fasilitasi dan koordinasi pembentukan Perusahaan Penjamin Kredit Daerah

Berbagai upaya lain yang telah dilakukan BI dengan berbagai institusi antara lain : Kerjasama di Sektor Pertanian dengan Kementrian Pertanian, dengan PT Jatropa Green Energy tentang kerjasama Pengembangan Klaster Komoditas Jasa Pagar, dengan Gabungan Kelompok Tani Mekarmukti dan PT Mitratani Agro Unggul tentang kerjasama Pengembangan Klaster Cabai, dengan Kementrian Kelautan dan Perikanan tentang Percepatan Pembanganan Sektor Kelautan dan Perikanan sebagai Salah Satu Sektor Unggulan dalam Perekonomian Indonesia.

Walaupun telah banyak yang dilakukan BI dalam pengembangan UMKM, ada tiga masalah yang masih harus diperhatikan adalah : terbatasnya akses pembiayaan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan UMKM dalam menyusun keuangan, kedua terbatasnya akses pasar (marketing) yang belum jelas sehingga menyulitkan UMKM untuk memasarkan hasil produksinya keluar negeri. Karena produksinya hanya diorientasikan pada kebutuhan lokal, padahal pasar dunia sanmgat terbuka. Ketiga terbatasmya ketrampilan sumberdaya dan tidak memiliki Divisi khusus untuk reseach.
 

Oleh karena itu BI disarankan untuk menganjurkan UMKM bisa membuka pasarnya secara strategis. Saat ini pembukaan jalan tol di seluruh Indonesia sedang gencar dilakukan, disana terdapat rest area, yang bisa dimanfaatkan untuk menempatkan UMKM yang bermutu memasarkan hasil produknya, Selain itu penggunaan teknologi sangat diperlukan, penggunaan teknologi akan sangat membantu usaha skala mikro dan kecil cepat berkembang. Walaupun dari hasil survey saat ini penerapan dan adopsi teknologi masih sangat rendah. Itu sebabnya peran BI secara global men-support agar UMKM mau menerapkan dan mengadopsi teknologi supaya cepat berkembang, produksi bertambah dengan kualitas yang baik dan pasar yang jelas kalau perlu dilakukan penjualan secara on line.

Pengguna internet di Indonesia kini telah mencapai 50 juta orang, ini sebuah peluang yang besar. Untuk mendorong hal ini sebaiknya BI mendorong UMKM binaan untuk  meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap peran strategis teknologi informasi, melakukan pelatihan, materi yang diberikan seputar pengenalan internet, bagaimana menggunduh materi promosi ke internet dan melayani penjualan, termasuk pembayarannya. Dengan berjualan didunia maya, produk UMKM cepat dikenal masyarakat, bahkan hingga ke mancanegara. Tanpa menggunakan TI saat ini usaha disegala bidang akan ketinggalan kereta, makanya tekankan pada UMKM “GUNAKAN TI ATAU MATI” tergilas jaman.

Karena penggunaan teknologi masa kini bukanlah sesuatu yang percuma, langkah tersebut harus digalakan kepada semua UMKM. Memacu bisnis dengan penggunaan TI sangatlah diprioritaskan, pertumbuhan dan perkembangan positif UMKM jelas sangat menjanjikan. Sebab pasarnya menjadi global dan produksinya jadi bermutu. UMKM tidak perlu mengerti Bahasa pemrograman, karena sudah banyak startup lokal yang dapat membuat website dengan harga terjangkau. Sebagai salah satu contoh, jika UMKM memiliki produk yang bermutu mereka bisa menjualnya secara online untuk menjaring lebih banyak pelanggan seperti memanfaatkan banyak layanan marketplace online yang sudah tersebar di internet.

Selain itu dari segi kredibiltas UMKM bisnisnya semakain bagus dan bankable, karena menggunakan teknologi informasi berarti mau ikut dalam pembiayaan komersial, karena mempunyai asset yang riil dan dapat menjadi jaminan pemberian kredit. Secara tidak langsung maka UMKM tersebut telah mengoptimalkan E-banking serta meningkatkan cross selling dan integrated marketing. Yang pada akhirnya UMKM menunjang financial inclusion system perekonomian Indonesia.

Kuatkan Mental Menjelang Pensiun


Ada kenalan menceritakan sedihnya ketika “tidak menjabat lagi”. Salah seorang pejabat di sebuah Satker (Departemen) dihampiri petugas keamanan ketika memarkir mobilnya di tempat biasa. Petugas menyatakan bahwa tempat parkir tersebut diperuntukkan pejabat baru, dan beliau dipersilakan menggunakan tempat parkir umum.

 

Hal-hal ini tentu menyakitkan hati, apalagi bila kita tidak siap untuk mengantisipasinya. Di situasi lain, ada orang yang sudah diperlakukan baik-baik, dengan program pensiun yang jelas, tetap uring-uringan dan merasa tidak nyaman berkepanjangan. Kita, yang tidak merasakan situasi ini dengan mudah menertawakan sang individu dan tidak bisa mengerti mengapa yang bersangkutan seolah-olah tidak rela melepas jabatannya itu.

 

Beberapa orang tampak sangat siap untuk menjalani kehidupan barunya selepas menjabat. Seperti halnya mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Anis Baswedan, yang naik sepeda motor mengantar anaknya sekolah. Orang-orang seperti ini tampak tidak menderita secara fisik, mental, dan sosial. Sementara beberapa lainnya tampak berusaha menggapai-gapai status sosial yang dulu pernah ditempatinya.

 

Situasinya menjadi lebih buruk bila mereka mulai bersikap reaktif terhadap situasi sekitar. Kita tahu bahwa di Indonesia, jabatan atau kedudukan berakhir di kisaran 60 tahun. Pada usia yang demikian, fisik manusia pada umumnya masih sehat. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh para senior ini? Apakah betul rasa tidak nyaman ini lazim dan tidak perlu kita tanggulangi. Bukankah kita semua akan menghadapi situasi seperti ini? Sudah siapkah kita?

 

Orang yang mengalami kecemasan seusai masa jabatannya, lalu tidak bisa move on, seolah berpegang pada kejayaan masa lampau dan bereaksi mengganggu, seperti marah-marah tidak bisa mengukur situasi, cepat tersinggung, tidak bisa beradaptasi dengan situasi terkini, dan menyerang pendapat maupun kebijakan pengganti-penggantinya. Ada rasa tidak “selesai” ketika meninggalkan jabatannya.

 

Tidak selesai secara emosional, individu tidak bersiap untuk bergerak dari keadaan full power menjadi, mungkin, no power. Untuk orang-orang tertentu, hal ini bukanlah masalah besar. Namun ada individu-individu yang tetap berpegang pada masa lalunya dan tidak bisa melepaskannya dengan legowo.

 

Individu yang pada masa jabatannya tidak pernah melakukan refleksi diri, terfokus pada prestasi, dan menggunakan banyak power untuk mencapainya, bisa-bisa lupa membuat langkah mundur. Amatlah penting untuk menghitung, kapan masa jabatan selesai, apa yang sudah dipersiapkan ketika fasilitas dan kuasa tidak ada lagi, dan bagaimana meninggalkan legacy yang baik.

 

Power memang sering memabukkan dan rangkulannya susah dilepaskan. Individu seperti ini biasanya akan mengupayakan agar ia tetap memegang kendali, di luar jabatannya, dan menyiapkan pengganti-pengganti yang bisa ia kendalikan. Hal ini sering kita lihat pada dunia politik. Bila upaya ini dilakukan untuk meneruskan misi tertentu, tidak seharusnya individu berfokus pada power, tetapi ia sebaiknya berfokus pada misi organisasi, lembaga atau negaranya, dan mengupayakan agar para penerus bisa mengemban misi yang sama.

 

 

Sangatlah manusiawi bila kita merasa sedih apabila sebelumnya kita dielu-elukan lalu sekarang harus survive sendiri di lingkungan sosial. Selayaknya kita senantiasa mengingatkan bahwa jabatan dan pekerjaan hanyalah tugas yang dibebankan pada kita. Kita perlu menjaga nama baik dan meninggalkan karya-karya yang bisa dimanfaatkan penerus kita.

 

Prof Sedyatmo penemu fondasi cakar ayam, merupakan salah satu contoh individu yang tidak perlu berkoar-koar mengenai karyanya. Cukup dipakai saja. Mantan CEO Mandiri Agus Martowardojo mungkin tidak pernah menciptakan produk yang khas. Namun keyakinan beliau bahwa yang beliau tinggalkan akan berjalan lancar, baik tim maupun dalam bentu kerja, membuat beliau tidak perlu sering-sering menengok ke belakang, dan mengulang-ulang apa yang terjadi di masa lalu.

 

Bagaimana bila kita memang tidak mempunyai kesempatan untuk menciptakan sesuatu yang signifikan di pekerjaan kita? Kita bisa mengkaji dan menantang diri untuk menguatkan daya adaptasi kita karena setiap manusia dibekali akal budi untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru.

 

Kuatkan “self esteem”

Salah satu cara menguatkan diri kita dalam situasi yang tidak kondusif adalah menguatkan penghargaan kepada diri sendiri, alias self esteem. Berdasarkan teori Maslow, manusia yang semula mencari kepuasan fisik, rasa aman dan sosial pada saatnya akan mengarahkan dirinya kepada kebutuhan menghargai prestasi diri sendiri, dan menikmatinya.

 

Orang-orang yang tidak sempat memikirkan penghargaan dirinya sendiri ini dan tetap berkutat pada materi, serta kuasa, akan merasa lebih sakit bila situasi berubah. Upaya menguatkan esteem dapat dilakukan dengan memulai hobi baru atau bergerak di lembaga-lembaga sosial, atau keagamaan. Yang paling penting, individu bisa menemukan kebahagiaan lebih dari dalam dirinya.

 

 

Taman Kanak- kanak


BELAKANGAN ini kita menyaksikan banyak sekali tontonan perbuatan orang yang tak jarang membuat kita mengernyitkan dahi atau geleng-geleng kepala melihat tingkah laku manusia yang tidak pantas. Tidak hanya orang-orang di sekeliling kita, bahkan presiden negara adidaya pun tak kunjung berhenti memberi kejutan. Beliau mungkin lupa bahwa sebagai seorang pemimpin, dirinya akan terus  menjadi sorotan, mulai dari body language-nya menghadapi mitra-mitranya, sampai kepada tutur kata dan kebijakan yang diambilnya.
 
Kecanggihan teknologi juga tindak terkecil sekalipun dapat terekam dan diputar ulang serta disebarluaskan. Di negara sendiri pun kita terperangah mendengar ungkapan-ungkapan dari individu yang kita anggap perlu dipanut, tetapi kemudian mengungkapkan hal-hal yang tidak pantas, yang hanya bisa diekspresikan oleh orang yang belum mengenal pelajaran etik, sopan santun, ataupun budi pekerti.
 
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga tak jarang melihat orang yang begitu merasa “mendapat angin” langsung menunjukkan kepongahannya, tidak sadar bahwa perilakunya bisa membuat orang menderita, merasa kalah dan tertekan. Di dalam organisasi kita juga mulai merasa sulit menemukan orang yang matang, bisa menahan emosi, bisa berhubungan dan menghadapi orang lain dengan dewasa dan bertanggung jawab. Ungkapan lama tentang fenomena “a little boy inside the man” bila diamati memang terjadi pada tiap individu. “Tua memang belum tentu dewasa”. Orang yang kadar anak kecilnya tinggi sering kali kesulitan menunjukkan disiplin, tanggung jawab, kepedulian, dan stabilitas emosi yang konsisten. Bahkan, seorang psikolog di Afrika Selatan mengungkapkan bahwa dalam asesmen di negaranya, sudah lazim dibedakan antara usia fisik dan usia emosi.
 
Orang yang usia emosinya tidak sesuai, biasanya akan menunjukkan gejala-gejala anak kecil, terutama pada saat tertekan. Sebagaimana kita ketahui, anak usia taman kanak-kanak biasanya tidak bisa menahan kemarahannya dan menunjukkan tingkah laku tidak terkontrol ketika kemauannya tidak dituruti. Orang dewasa tentunya mampu menimbang dulu bagaimana ia harus beraksi, apakah situasinya tepat untuk beraksi dan bagaimana tanggapan orang lain terhadap reaksinya tersebut tidak impulsif seperti anak-anak TK yang memang belum mencapai tingkatan dimana mereka bisa membedakan tindakan yang beradab dan yang belum. Istilahnya reaksi anak-anak biasanya lebih dikuasai oleh dorongan id mereka, di mana peranan superego yang ditularkan oleh orang tua belum terlalu kuat. Kebiasaan-kebiasaan mem-bully, mempersalahkan orang lain, tidak mengakui kesalahan, ataupun tidak sabar dan tidak mampu menunjukkan komitmen memang perlu dilatih dan dikembangkan oleh orang usia dewasa.
 
Gagal Dewasa
Belajar menjadi dewasa itu seperti layaknya orang yang jatuh bangun dalam belajar naik sepeda. Dia perlu mengalami jatuh bangun sebelum akhirnya bisa menemukan keseimbangan dan menikmati setiap kayuhannya. Bisa saja jatuh bangun ini disebabkan karena kurangnya bimbingan atau individu memang banyak memelihara mekanisme pertahanan yang sebenarnya perlu didobrak dirinya sendiri. Mekanisme pertahanan diri yang muncul ini sering kali dilatarbelakangi oleh kecemasan yang tidak mudah diraba oleh individu untuk melakukan penelaahan yang mendalam dan wawas diri. Individu justru perlu menghadapi sendiri situasi-situasi social yang menantang untuk menumbukan kedewasaan itu; tidak bisa belajar hanya dengan mengamati dari kejauhan. Kita pun tidak bisa jago naik sepeda dengan hanya membacanya dari buku, bukan? Orang yang berniat untuk jadi lebih dewasa perlu menantang rasa rendah diri dan kepasifannya dan mengerem kerja mekanisme pertahanannya sedikit demi sedikit.
 
Aktifkan “observing ego”
Istilah observing ego merujuk pada kemampuan orang untuk melihat kesalahan dirinya dan belajar kesalahannya. Kita juga sering menggunakan istilah kemampuan untuk keluar dari diri kita sendiri, dan melihat diri kita dari diri kita sendiri, dan melihat diri kita dari sisi yang berbeda. Marah dan lepas kontrol adalah hal yang manusiawi. Yang membuatnya berbeda adalah apakah setelah suatu kejadian kita berusaha menelaah, mempelajarinya dan berusaha meminimalisir reaksi negatif dan menggantinya dengan reaksi yang lebih positif? Sebagai orang berusia dewasa, meningkatkan diri untuk menjadi lebih matang membutuhkan pergulatan batin tanpa rasa lelah. Namun, hal ini sangat kita perlukan, apalagi menghadapi generasi yang jauh lebih muda dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
 

Kuasai Hidup Anda
Dalam keseharian, kita sering merasa bahwa tugas utama kita adalah memperbaiki orang lain, misalnya anak, anggota tim, bahkan stakeholder lainnya. Sementara itu, agenda yang paling sering terlupakan adalah niat untuk mengasah kematangan pribadi kita. Bahkan, sikap negatif pun sering kita carikan pembenaran sehingga kita tidak merasa memerlukan perbaikan. Padahal, kita semua tahu bahwa dengan bersikap positif, kita bisa lebih bahagia dan mempunyai energi lebih utuk melakukan sesuatu. Seperti yang dikatakan Michael Jackson dalam lagunya juga mengatakan “if you want to make the world a better place, take a look at yourself and make a change.”
 
Banyak kebiasaan baik menuju kematangan dan kedewasaan emosional. Latihan mengucapkan syukur dan terima kasih untuk setiap kejadian dalam keseharian akan membuat kita lebih bahagia. Kita juga perlu meyakini bahwa dalam hidup ini tak ada jalan buntu. Kita bisa menata ulang sasaran kita. “sometimes you win and sometimes you learn”, kata Robert Kiyosaki. Kita pun bisa mengimajinasikan situasi-situasi tidak enak, seperti ditinggalkan orang yang kita andalkan, dicaci-maki orang sehingga kita menjadi lebih siap dan kuat ketika benar-benar menghadapi situasi seperti itu.
 
Jalan menuju kematangan ini akan jauh lebih ringan bila kita mampu mendeskripsikan hidup kita dengan kata-kata positif. Kata-kata seperti : lemas, bosan, kacau, marah sungguh memberi pesan kepada jiwa kita bahwa hidup memang sulit. Kebiasaan berespons dengan sarkasme membuat muka kita kian pesimistis. Kita akan sukses melewati anak tangga kematangan kita bila kita mampu melihat permasalahan dan langsung berpikir mengenai solusinya. Kematangan jiwa ini tidak bisa digantikan oleh mesin secanggih apa pun dan hanya bisa diperoleh dengan latihan oleh diri sendiri.(Experd : ER &EJ)