Kisah
ini berawal dari suatu hutan yang sangat terjaga akan keperawanan warna – warna
hutannya dari tangan – tangan Manusia yang tidak bertanggung jawab. Dengan
berbagai kicauan Burung dan sedikit tembusnya sinar matahari yang begitu lembut
untuk bisa menembus lubang Cacing yang ada di tanah. Pada suatu keadaan, Induk
Burung terlihat di antara dahan – dahan besar pohon yang ada, dengan beberapa
spesies binatang lainnya. Tampak satu rumah yang begitu indah dan suasana
kekeluargaan terdapat pada satu sarang burung di satu pohon dengan umur yang
paling tua. “cit … cit … cit …” , begitu suara yang terdengar dari balik sarang
burung di atas sana., dan ternyata terdapat seekor anak burung remaja beranjak
dewasa dengan sayap kecil bentangannya siap untuk terbang.
Suatu
waktu, anak burung ini dengan gagah dan beraninya mencoba kembali terbang, apa
yang didapat? burung itu tak bisa terbang. Konon dulu ceritanya burung ini pada
saat masih kecil, pernah mengalami kecelakaan, yaitu jatuh dari sarangnya dan
menyebabkan struktur sayapnya sedikit ganjil atau cacat. Di saat burung itu
kembali mengumpulkan keberaniaannya untuk kesekian kalinya, nggak ada lagi Induk
Burung yang bisa menjadi pembimbing untuk dia belajar terbang karena telah lama
ditinggal mati Induknya. Kemudian, setelah keberaniannya terkumpul burung ini
pun kembali melompat, dan kembali terjatuh ke tanah, putus asa dan tak ada lagi
semangat, mungkin itu yang dirasakan sang burung pada waktu itu, karena dia
merasa gagal setelah mencobanya berkali – kali.
Satu
kejadian, disaat sang burung ini masih tersungkur lemas di tanah tadi, dari
dalam tanah muncul membentuk sedikit tumpukan dan terbukalah sebuah lubang dan
muncul seekor cacing, cacing ini pun kurang lebih sama nasib keluarganya dengan
sang burung, dia tinggal sendiri menyusuri berbagai tanah hingga menjadi
gembur. “Ada apa Burung, Kelihatannnya engkau tampak murung?” tanya Cacing.
“Semenjak kecil Saya tidak bisa terbang cacing, dan itu disebabkan karena
kecelakaan yang saya alami waktu kecil, hingga sekarang dan detik ini saya
telah berusaha semampu saya, tapi tak ada hasil, tak ada gunanya juga saya ada
di hutan yang indah ini” ujar burung kepada cacing. “So Simple, itu tak sesusah yang kau
bayangkan burung, kenapa kau tak mencobanya dari dahan yang lebih tinggi dari
dahan sebelumnya yang biasa kau naiki untuk berlatih terbang, dengan demikian
waktu untuk menangkap angin ke sayap akan lebih banyak waktunya dan mungkin
akan bisa terbang, tetap semangat dan jangan menyerah burung!” cacing memberi
saran pada burung.
Kemudian
burung yang sudah mulai kehilangan akal dan semangat, kembali menaiki pohon
paling tua di hutan itu tentunya dengan dahan yang lebih tinggi sebelumnya. Dan
apa yang terjadi, burung itu melompat dengan kepakan sayap penuh semangat dan
kencang, akhirnya sang burung pun bisa terbang dengan bebas dan cerianya, cacingpun
melihatnya dari bawah dengan suasana yang tak kalah gembira juga tentunya. Beberapa menit
kemudian, burung itu pun turun dan menghampiri cacing dan berkata “Cacing! Aku bisa
terbang! Terima kasih...!” dengan mata burung yang besar dan begitu gembiranya
Ia berterimakasih kepada Cacing.
“Cacing! Saya mau tanya, kenapa kamu mau
menolong ku, memberi semangat dan memberi solusi mengenai masalahku, padahal
keluarga kami sering kali memangsa keluargamu?” tanya burung heran. “Buat apa saya
membiarkan seekor burung terbaring lemas tanpa semangat, sementara saya begitu
semangat membuat tanah hutan ini menjadi gembur, jadi tak masalah kan? Biarlah
semua berjalan seperti apa adanya. Hukum rimba tetap hukum rimba tapi bagiku
Engkau adalah teman yang selalu jatuh dari dahan pohon. Haahhaaa …..” ujar
Cacing dengan santainya sembari bercanda. “Terimakasih untuk kesekian kalinya,
Cacing! engkau memang temanku.” tegas burung. Ternyata kegiatan burung sejak
kecil yang selalu penuh semangat untuk berlatih dan selalu terjatuh telah
disaksikan oleh cacing kecil yang kini bisa memberi semangat kembali ke burung.
Kini burung dan cacing dewasa menjadi teman yang mungkin tidak akan terpecahkan
misterinya oleh hukum rimba yang ada. (sumber : blog Lucky Dimas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar