Kejujuran
kedengarannya sangat simpel. Kesesuaian antara kata-kata dengan tindakan dengan
yang nyata. Tambahan lagi, kejujuran adalah hubungan yang dekat dengan nurani,
patuh dan aktif mengembangkannya. Apa yang menyebabkan kita nggak menerjang
lampu merah pada saat lengang? Apa yang menyebabkan kita nggak melakukan mark
up gila-gilaan ketika kesempatan ada? Apa yang menyebabkan kita nggak
menghalalkan “white lies”? Tanpa
disadari kita sering terganggu pada konsekuensi dari perilaku kita. Mungkin
kita akan menghadapi sikap tersinggung orang lain atau bahkan tekanan sosial
dari orang-orang yang menyepelekan kejujuran. Satu hal yang pasti adalah bahwa
kita memerlukan keberanian tinggi untuk tetap bertindak jujur, dalam keadaan
ekonomi, bisnis, nilai nilai yang semrawut ini.
Apapun
situasinya, kita perlu menghidupkan disiplin diri yang tinggi dan berupaya
keras mengungkapkan kebenaran yang pas, nggak lebih nggak kurang. Kita sering,
tanpa sadar mendramatisir, ide-ide kita, menggeneralisir ataupun mendiskon
kalimat-kalimat kita. Kitapun sudah terbiasa membuat penilaian terhadap suatu
situasi , melebihi kemampuan ahlinya. Kata-kata yang kita susun sering demikian
bagusnya, sehingga kita sendiripun nggak mencerna dan menelaah kebenarannya
lagi. Sebagai akibat, kita nggak terlatih untuk menggambarkan keadaan
yang obyektif dan deskriptif. Kebiasaan mencari fakta yang obyektif ini adalah
latihan bagi kita agar kita nggak gampang dibelokkan, diselewengkan atau
dimusnahkan. Sejarah, politik dan fakta di masyarakat akan terjaga
kebenarannya bila semua orang di sekitar suatu lingkungan terbiasa dengan
kebenaran faktual tadi. (ER&SS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar