Dalam perjalanan menuju Bandung
melalaui Puncak dan Cipanas, aku sempat singgah di Jalan Rajamandala Ciranjang-Cianjur,
dimana terdapat 2 buah restoran yang menjajakan menu “tahu sumedang”. Dah lama
banget nggak melewati jalur ini sejak adanya tol Cikampek sampai ke Cileunyi
tahun 1992. Aku ingat dulu sebelum ada jalan tol, jalur ini adalah jalan
favorit dari Jakarta menuju Bandung, karena disini banyak tersedia menu kuliner
dari berbagai daerah. Walaupun jika ke bandung melalui Puncak dan Cianjur
jalannya agak tersendat karena padatnya lalulintas, namun selama perjalanan
banyak menemui hal hal yang sangat menarik. Selain pemandangan pegunungan yang
cantik, liku liku menghadapi angkot yang banyak mengambil badan jalan kendaraan
lain merupakan seni tersendiri, juga sekarang dah banyak sekali sepeda motor dan
omprengan yang mengisi jalur ini.
Tahu
sumedang yang aromanya khas, sedikit asin, lembut isinya, dan agak renyah kulit
tahunya. Enaknya disantap dalam keadaan panas dengan cabe rawit atau sambel
kecap. Rasanya memang berbeda dengan tahu sumedang yang ada di
Jakarta. Dalam hitungan menit aku sudah nyantap 20 buah, aku memang doyan
banget makan tahu walau di masak menjadi bermacam macam menu. Mulai dari
digoreng, disemur, dipepes dan sebagainya. Tahu selain harganya terjangkau
rasanya juga nggak membosankan, semakin banyak dimakan semakin ingin lebih
mencoba. Tahu Sumedang memiliki beberapa
karakteristik yang berbeda dengan tahu lainnya.
Tau nggak asal usul tahu sumedang dari
mana? Tahu sumedang Ini pertama kali dibuat tahun 1917 oleh imigran Cina di
Sumedang bernama Ong Kino, Menurut Ong Yoe
Kim (71), tokoh tahu Sumedang. Kata “Tahu” itu berasal dari China yakni “Tao
Hu” yang maknanya Tao=Kacang, Hu=Lumat atau sebagian orang cina menyebut “Tahu”
sebagai daging tak bertulang. Adapun Ong Kino adalah ayah kandung Ong Bun Keng,
lelaki asal negeri China itu terinspirasi membuat tahu berbahan baku kedelai,
karena kecintaan istrinya terhadap tahu. Sebagai “cikal bakal” tahu Sumedang,
maka Ong Kino membuat tahunya dengan bahan baku kedelai lurik mirip telor
puyuh. Kedelai itu merupakan jenis kedelai langka untuk ukuran sekarang.
Awalnya
tahu yang dibuat itu berukuran besar dan tebal. Lalu disiasatilah oleh Ong Kino
dengan cara membagi tahu itu menjadi empat bagian supaya ukurannya tak terlalu
besar. Selanjutnya Ong Kino memberi garam ke potongan tahu yang sudah berbentuk
persegi itu. Senada yang dikemukakan Ong Ce Ciang yang lebih suka dipanggil
Suryadi (42), cucu dari Ong Bunkeng. “Tadinya mencoba mengolah Tahu itu untuk
konsumsi keluarga sehari-hari, tapi karena banyak teman-teman kakeknya yang
datang kerumah dan sering mencicipi tahu buatannya, maka dibuatlah yang banyak
sambil terpikir kenapa nggak di jual aja ke masyarakat luas. Tahu buatan Ong
Kino dan diteruskan oleh Ong Bungkeng itu merupakan cikal bakal harumnya nama
tahu Sumedang. Dan saat ini gerai tahu sumedang dah ada dimana-mana, mulai dari
jawa, sumatera, di Kalimantan-pun ada. (diambil dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar