Selama ini
peran dan fungsi Bank Indonesia di daerah (KPw) sangat menonjol, terutama dalam
memimpin operasional perbankan. Dengan dialihkannya fungsi pengawasan bank oleh
BI ke Organisasi Jasa Keuangan (OJK), akan menimbulkan dampak yang tak
diperkirakan sebelumnya. Kemungkinan terjadinya tumpang tindih
pekerjaan antara BI dan OJK akan berpengaruh pada respon kebijakan yang mungkin
akan lebih lambat.
Terkait hal tersebut, bukan tak mungkin BI
jadi dianggap sebagai institusi kelas dua dibawah OJK, kondisi itu tentunya
akan mempengaruhi efektifitas kebijakan BI. Untuk mengantisipasinya, BI harus
melakukan proses masa transisi dari BI ke OJK yang akurat. Antara lain peralihan tugas terkait
keorganisasian dan sumber daya manusia. Jika masa transisi ini gagal maka ongkos sosial yang akan ditanggung
sangat besar. Selain sinergi
dengan OJK, BI harus mampu meningkatkan fokus kewajibannya menetapkan kebijakan
moneter, pengaturan serta penjagaan kelancaran sistem pembayaran, apalagi satu
tugasnya dalam pengaturan dan pengawasan perbankan dilimpahkan ke OJK.
Siapkah BI mengantisipasi hal ini?. KPw BI hampir ada disetiap
provinsi, eksistensi KPw sangat kuat sehingga perbankan didaerah
menjalankan operasinya dengan cermat dan efektif. Dibukanya
KPw di daerah membantu perbankan membuka akses jaringan bank, memudahkan
masyarakat bertransaksi keuangan, KPw memiliki fungsi dan peran yang
signifikan dalam konteks pembangunan ekonomi regional. KPw BI di
daerah merupakan ujung tombak kiprah Bank Indonesia. KPw harus berperan
maksimal di daerah bagi sebagai sumber referensi data, informasi terpercaya
maupun sebagai strategic adviser yang mengerti mengenai kehidupan
ekonomi bisnis. Selain itu KPw juga sebagai
mitra pemda dalam menjaga inflasi dan pengembangan UMKM. Pegawai KPw BI jangan diam,
harus lebih aktif mengambil kesempatan, ciptakan inovasi baru, hingga BI mempunyai reputasi
menjadi organisasi yang bisa diteladani.
Untuk menunjang kegiatan ini dibutuhkan
informasi potensi usaha. Informasi ini sangat penting agar usaha-usaha UMKM
tidak selalu ketinggalan merebut peluang, karena tidak mampu memilih usaha yang
prospektif. Selain itu proses pengambilan keputusan investor melakukan
investasi menjadi lebih cepat, karena dunia usaha memerlukan informasi jenis
usaha yang siap dipilih. Juga pendanaan pihak pemberi kredit di daerah lebih
aktif karena memperoleh informasi yang cukup dalam pembiayaan usaha yang
potensial.
Lahirnya
OJK volume pekerjaan di BI turun, namun perannya masih sama, yaitu menjaga
kestabilan nilai rupiah. Itu sebabnya mulai saat ini Pegawai BI khususnya di
KPw harus mempersiapkan diri dan mendorong perbankan untuk mulai mempersiapkan
diri melakukan penyesuain alih fungsi terkait sistem. Apalagi nantinya kebanayakan
Pegawai OJK didaerah ngantor di gedung KPw, bersentuhan kepentingan antara BI
dan OJK akan berdampak pada struktur organisasi BI, namun saat ini telah
diantisipasi dengan SOLA. Sehingga penataan rumah baru pada proses bisnis utama terdapat saling keterkaitan dan
ketergantungan yang menghasilkan sinergi.
Kepentingan
masyarakat harus diprioritaskan mengingat tujuan pembentukan OJK untuk melindungi konsumen dan masyarakat,
OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian, serta melakukan pelayanan
terhadap pengaduan masyarakat. Hal ini hanya beda tipis dengan pelayanan BI,
semoga rekan Pegawai di KPw mengantisipasinya sedini mungkin dengan SDM yang kompeten, menambah pengetahuan terkait
pekerjaan. Kantor Pusat telah membangun struktur
organisasi ideal yang bisa mewadahi tugas dan kewenangan di masing-masing
komponen dengan dukungan SDM yang mumpuni dan integritas tinggi. Tugas
mengelola moneter, sistem pembayaran, pengawasan harus dilakukan lebih fokus,
lakukan koordinasi lebih serius dengan stakeholder di daerah agar inflasi terkendali. Hingga
kestabilan nilai rupiah tetap terjaga, guna menangkal krisis dan dapat memitigasi
risiko krisis di tengah kondisi perekonomian global yang semakin nggak stabil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar