Masjid Ganting merupakan mesjid tertua di kota
Padang-Sumatera Barat yang pada awalnya didirikan sebagai sarana pemersatu 8
suku yang ada di kota Padang. Masjid ini juga pernah menjadi pusat pergerakan
perjuangan kemerdekaan tahun 1945. Masjid Ganting berlokasi di pusat kota Padang, di wilayah yang
padat dikelilingi rumah-rumah penduduk. Di jantung kota seperti itulah, suara
azan terdengar mendayu-dayu, menaranya
yang menjulang ke langit biru, laksana nyanyian ombak memanggil umat bersujud
kepada Sang Pencipta.
Masjid
Ganting, didirikan sekitar tahun 1775. Bertepatan dengan dibangunnya pelabuhan
Emahaven, atau pelabuhan yang kini terkenal dengan nama Teluk Bayur,
pada mulanya masjid terletak di kaki Gunung Padang, kemudian dipindahkan ke
tepi Sungai Arau, karena Belanda hendak membuat jalan ke Teluk Bayur, terakhir
masjid dipindahkan ke lokasi yang sekarang. Masjid yang
memiliki dua menara dan satu kubah utama ini memiliki 8 pintu, dengan tiang
penyangga masjid berjumlah 25 buah sesuai jumlah nabi dan rosul.
Nama ke-25 orang rasul itu diukir dengan kaligrafi huruf arab.
Masjid ini
termasuk kuno karena selain dibangun pada beberapa ratus tahun yang lalu
memiliki ciri-ciri khas bangunan kuno yaitu berdenah persegi panjang, mempunyai
serambi di depan atau di samping ruang utama, mihrab dibagian barat, pagar
keliling dengan satu pintu utama, dan beratap tumpang. Masjid Raya Ganting memiliki halaman yang
luas dan menjadi kebanggaan masyarakat sebab selain menjadi tempat ibadah, pada
tahun 1942 Masjid Raya Ganting menjadi tempat persinggahan Bung Kamo dan Bung
Hatta setelah Dwi tunggal itu kembali dari masa pembuangannya di Bengkulu. Keduanya
shalat di masjid ini dan bermalam di rumah Datuk Marah Alamsyah yang terletak
persis di belakang Masjid Ganting.
Ketika gempa bumi
melanda Kota Padang 30 September 2009 lalu, sebagian bangunan terlihat rusak
terutama dibagian renovasi yang dilakukan tahun 2000-an oleh pengurus mesjid. Bangunan masjid bersejarah ini dihiasi dengan
seni hias Eropa seperti ukiran piala pada entablature dinding sisi luar,
parapet (tiang-tiang kerdil), panil-panil yang berhiasan lubang kunci. Dinding
bangunan bagian dalam dihias dengan pilaster sederhana. Sedangkan dinding
sebelah timur dihias pilaster berbentuk order doric kembar bergalur. Lantai
dengan ubin yang dibuat dan dipasang pada jaman belanda mash asli, Seni hias
tradisional juga menghiasi bangunan masjid bagian atap berbentuk tumpang. Pada
setiap tumpang dibatasi dengan panil-panil kayu berukir bermotifkan ukiran
Minangkabau. Pada setiap ujung atap tumpang terdapat hiasan antefik, sedangkan
pada bagian mustoko terdapat hiasan bulan bintang yang menunjukkan pengaruh
Islam. Perpaduan gaya Eropa dan tradisional tersebut menguatkan keberadaan
masjid tersebut dibanding bangunan lain yang memadati kawasan Ganting.
Kalau
kita berbicara hal-hal yang tua dan kuno yang terbayang dalam pikiran kita
adalah sesuatu yang rapuh, reyot, dan ketinggalan zaman. Namun, tidak untuk
bangunan yang satu ini. Walaupun bangunan masjid ini kuno, Masjid Raya Ganting
termasuk dalam 100 masjid terindah di Indonesia. Masjid Raya Ganting terpilih
sebagai salah satu Masjid terindah di Indonesia, hal ini ditetapkan berdasarkan
pertimbangan bentuk arsitektur serta nilai sejarah yang dimilikinya. Hingga kini Masjid Raya Ganting sering
dikunjungi pejabat dan tamu negara beragama Islam jika berkunjung ke Padang dan
objek wisata sejarah bagi wisatawan asing.(bujanglanang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar