Bapakku humoris, teliti, rapi,
pekerja keras, dan sangat suka membaca. Sebagai pegawai yang disiplin, setiap
pagi atau malam pada tahun 70-an beliau berangkat ke kantor tempat beliau bekerja
dengan naik sepeda. Baju dan celana drill-nya
selalu dikanji dan disetrika dengan lipatan yang rapi. Supaya bajunya awet, dan
bagian leher tidak cepat kotor oleh keringat, beliau selalu mengenakan
saputangan yang dilipat dua menjadi bentuk segitiga untuk melapisi tengkuknya.
Ujung-ujungnya saputangan itu kemudian diikat di leher bagian depan. Gaya deh,
kayak koboi. Properti kerja beliau adalah topi fieldcap warna putih, dan tas ransel yang digantungkan di planthang sepeda. Oh ya, supaya irit,
beliau juga selalu membawa makan siang dari rumah, biasanya hanya dengan lauk
tempe saja. Selain karena nggak punya cukup uang, dan di jaman itu rakyat
Indonesia belum semakmur sekarang, orang Jawa memang nggak menganggap penting
makan enak. Tempe dan tahu adalah lauk paling populer.
Bapak sangat suka mendengarkan radio. Yang didengarkan tentu saja
RRI. Selain itu, beliau juga gemar lagu-lagu keroncong dan klenengan apalagi
dangdut. Kadang-kadang
beliau rengeng-rengeng, menyanyi pelan-pelan. Lagu kesukaan beliau adalah
“Keroncong Jembatan Merah”. Kalau ada siaran wayang, sering beliau mendengarkan
semalam suntuk.
Semangat belajar ayahku sangat tinggi, walaupun cuma
lulusan sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA). Terlihat dari koleksi buku-bukunya
yang penuh hampir satu lemari. Dari mulai yang buku bersifat sosial sampai
politik-pun dilahapnya. Bapak memang tak sekolah tinggi tapi dari belajarnya
yang otodidak banyak ilmu yang telah dikuasainya. Beliau meninggal, yang
diwariskan kepada kami hanya buku. Rencananya buku itu akan kusumbangkan ke sekolahnya
dulu yaitu PGA di kampung Kecil Kebayoran Lama, walaupun buku tua dan usang
tapi ilmunya nggak luntur dan masih up to
date.
Bapakku meninggal dalam usia yang sudah cukup tua 71
tahun, setelah 15 tahun pensiun. Beliau menderita sakit stroke, jantung, paru
–paru dan kencing manis. Bapak cuma seorang pegawai rendahan dikantornya tapi
dia merasa kuat fisiknya, sehingga sakit flu, demam dan masuk angin tak pernah
dirasakannya. Padahal fasilitas pengobatan di tempatnya bekerja sangat baik, namun
karena bapak tak pernah memperhatikan kondisi kesehatannya akhirnya penyakitnya
menggerogoti sampai menahun, dan penyakitnya susah untuk diobati. Yang membuat bapakku
sangat sedih dan tertekan batinnya adalah penyakit stroke yang menyerang
kelumpuhan dibagian kanan. Bisa dibayangkan. bapakku yang sangat suka berolahraga
terutama jalan kaki, pada saat itu tak dapat melakukan aktifitas fisiknya.
Mental yang down karena kehilangan kemampuan
menggerakan tubuh membuat kondisi fisik bapak menurun, dan penyakit jantung,
diabetes dan infeksi paru-paru semakin ganas menggerogoti tubuh beliau. Setelah
diopname sekitar satu bulan setengah di Rumah Sakit Bintaro, akhirnya bapakku wafat.
Adik-adikku yang waktu itu lagi pada sibuk dengan urusan rumah tangganya, semua
menunggui bapakku hingga menutup mata.
Sekarang, jika mengenang bapak, yang kuingat adalah
ketekunan beliau bekerja, serta semangat belajar beliau yang tak pernah padam
hingga ke akhir hayatnya. Kegemaran beliau membaca buku menurun padaku
sepenuhnya. Beliau nggak pernah mengajariku menulis, tapi dari hobi membaca
itulah muncul kegemaranku untuk menulis apa yang ada di hati dan kepalaku. Bapak tercinta, semoga Allah SWT menempatkan-mu di tempat
yang sebaik-baiknya di sisi-Nya. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar