Kadang bingung juga dengan istilah moneter
yang satu ini yaitu BI Rate, apa sih maksudnya..? apakah sama dengan rate lain
seperti rate hotel, rate menu restoran. Sebagai orang yang awan dengan moneter
bahkan nggak pernah sama sekali belajar ilmu yang satu ini, membuat diri ini
pesimis akan kondisi keuangan jika BI sudah mengumumkan BI Rate. Sebab setelah BI Rate diumumkan, beberapa
hari setelah itu pasti terjadi perubahan harga di pasar secara mendadak. Kalau
harganya turun sih nggak apa-apa tapi kalau harganya naik, wah… jebol del
anggaran dapur yang sudah direncanain.
Dari berbagai pegawai outsourcing yang bekerja di Bank Indonesia sempat kutanya : “Apa
yang anda ketahui tentang BI Rate..?”, mereka menjawab nggak tahu. Kalaupun
tahu jawabannya sungguh sangat jauh dari maksud dan arti BI Rate yang
sebenarnya. Oh……sungguh memprihatinkan, padahal mereka bekerja di sebuah
institusi yang mengelola BI Rate setiap harinya sama seperti aku yang kurang mengenal.
Tapi menurutku ada satu jawaban yang
mendekati dan agak mengena sedikit, yaitu jawaban dari Ratih (seorang Pegawai Cleaning
Service PT FMI) yang bertugas di gedung Arsek. Dia dengan gamblang menjelaskan
bahwa BI rate itu adalah acuan suku bunga yang tujuannya mengatur kestabilan
harga. Sebagai otoritas moneter BI menerbitkan BI Rate. Dulu acuan untuk
menentukan inflasi yang ada dimasyarakat adalah uang beredar bukan BI Rate. “Kok
bisa ya..? tanyaku lagi. “Bisa dong keleeeeez…, karena acuan inflasi dulu kan
jumlah uang beredar, katanya semakin banyak uang beredar maka inflasi makin
tinggi.
Dibeberapa negara teori ini nggak dipake lagi karena nggak akurat”
jawab Ratih mantap.
Dia melanjutkan, BI Rate diciptakan bukan
untuk menekan inflasi, tapi untuk mengontrol inflasi. Karena BI Rate merupakan
salah satu alat moneter yang dapat menjaga kestabilan nilai rupiah. Biar
inflasi lagi tinggi, BI nggak sembarangan nuruninnya, couse penyebab inflasi banyak banget bukan perubahan kurs doang, tapi niat pemerintah untuk
menaikan harga BBM dan penerimaan pajak sangat mempengaruhi. Akibatnya BBM
belum dinaikan namun harga barang dipasar sudah membumbung.
Begitu juga kalau inflasi turun, BI harus
cepat mengantisipasi. Sebab jika BI hanya berpangku tangan aja akan terjadi
gejolak harga yang under control,
akibatnya aktivitas kegiatan perekonomian nggak berjalan sebagaimana mestinya.
BI harus bisa mengendalikan inflasi agar menjadi stabil dan nggak dibawah
target.
Namun nggak selamanya BI rate bagus buat
bisnis, buktinya walaupun BI rate rendah namun bunga kredit tetap tinggi. Ini
disebabkan oleh tingkat efisiensi perbankan yang masih rendah, karena beban operasional terhadap pendapatan operasional
yang nggak seimbang.
“Nggak semua masyarakat familier sama BI Rate
Pak…!”. Kebanyakan hanya yang aktif di pasar modal saja yang peduli, memantau
fluktuatifnya kurs. Nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena berdampak
pada perdagangan ekspor dan impor. Jika rupiah menguat maka harga barang impor
menjadi lebih murah, sedangkan barang ekspor menjadi lebih mahal diluar negeri,
akibatnya jadi nggak kompetitif. Turunnya nilai ekspor berakibat menurunnya
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu BI care
banget terhadap BI Rate, sebab belum ada instrument lain sebagai penggantinya.
Kalaupun ada paling hanya mengatur pasokan barang saja agar seimbang hingga nggak
terjadi inflasi.
Wawwww bukan main…! Ratih sangat faham BI
Rate. Aku nggak nyangka seorang pegawai cleaning service ternyata lebih pintar
dari aku tentang BI Rate. Setelah ngobrol
ngalor ngidul ternyata walau bekerja sebagai petugas kebersihan, pada hari
Sabtu dan Minggu, Ratih kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta, pada fakultas
ekonomi.
Aku jadi malu, sebagai Pegawai BI yang
pangkatnya asisten manajer tapi nggak kuliah, pengetahuanku tentang BI Rate
nggak seberapa, bahkan kalah dengan seorang
pegawai outsourcing yang notabene tugasnya hanya menjaga kebersihan ruang kerja kantor. Mungkin
karena dari dulu tugasku nggak bersinggungan dengan BI rate, jadi aku kurang perhatian.
Oh Tuhan, I am so sad...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar