Minggu, 05 April 2015

BI Rate

Kadang bingung juga dengan istilah moneter yang satu ini yaitu BI Rate, apa sih maksudnya..? apakah sama dengan rate lain seperti rate hotel, rate menu restoran. Sebagai orang yang awan dengan moneter bahkan nggak pernah sama sekali belajar ilmu yang satu ini, membuat diri ini pesimis akan kondisi keuangan jika BI sudah mengumumkan BI Rate. Sebab setelah BI Rate diumumkan, beberapa hari setelah itu pasti terjadi perubahan harga di pasar secara mendadak. Kalau harganya turun sih nggak apa-apa tapi kalau harganya naik, wah… jebol del anggaran dapur yang sudah direncanain.



Dari berbagai pegawai outsourcing yang bekerja di Bank Indonesia sempat kutanya : “Apa yang anda ketahui tentang BI Rate..?”, mereka menjawab nggak tahu. Kalaupun tahu jawabannya sungguh sangat jauh dari maksud dan arti BI Rate yang sebenarnya. Oh……sungguh memprihatinkan, padahal mereka bekerja di sebuah institusi yang mengelola BI Rate setiap harinya sama seperti aku yang kurang mengenal.

Tapi menurutku ada satu jawaban yang mendekati dan agak mengena sedikit, yaitu jawaban dari Ratih (seorang Pegawai Cleaning Service PT FMI) yang bertugas di gedung Arsek. Dia dengan gamblang menjelaskan bahwa BI rate itu adalah acuan suku bunga yang tujuannya mengatur kestabilan harga. Sebagai otoritas moneter BI menerbitkan BI Rate. Dulu acuan untuk menentukan inflasi yang ada dimasyarakat adalah uang beredar bukan BI Rate. “Kok bisa ya..? tanyaku lagi. “Bisa dong keleeeeez…, karena acuan inflasi dulu kan jumlah uang beredar, katanya semakin banyak uang beredar maka inflasi makin tinggi. 

Dibeberapa negara teori ini nggak dipake lagi karena nggak akurat” jawab Ratih mantap.
Dia melanjutkan, BI Rate diciptakan bukan untuk menekan inflasi, tapi untuk mengontrol inflasi. Karena BI Rate merupakan salah satu alat moneter yang dapat menjaga kestabilan nilai rupiah. Biar inflasi lagi tinggi, BI nggak sembarangan nuruninnya, couse penyebab inflasi banyak banget bukan perubahan kurs doang, tapi niat pemerintah untuk menaikan harga BBM dan penerimaan pajak sangat mempengaruhi. Akibatnya BBM belum dinaikan namun harga barang dipasar sudah membumbung.

Begitu juga kalau inflasi turun, BI harus cepat mengantisipasi. Sebab jika BI hanya berpangku tangan aja akan terjadi gejolak harga yang under control, akibatnya aktivitas kegiatan perekonomian nggak berjalan sebagaimana mestinya. BI harus bisa mengendalikan inflasi agar menjadi stabil dan nggak dibawah target.

Namun nggak selamanya BI rate bagus buat bisnis, buktinya walaupun BI rate rendah namun bunga kredit tetap tinggi. Ini disebabkan oleh tingkat efisiensi perbankan yang masih rendah, karena  beban operasional terhadap pendapatan operasional yang nggak seimbang.

“Nggak semua masyarakat familier sama BI Rate Pak…!”. Kebanyakan hanya yang aktif di pasar modal saja yang peduli, memantau fluktuatifnya kurs. Nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena berdampak pada perdagangan ekspor dan impor. Jika rupiah menguat maka harga barang impor menjadi lebih murah, sedangkan barang ekspor menjadi lebih mahal diluar negeri, akibatnya jadi nggak kompetitif. Turunnya nilai ekspor berakibat menurunnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu BI care banget terhadap BI Rate, sebab belum ada instrument lain sebagai penggantinya. Kalaupun ada paling hanya mengatur pasokan barang saja agar seimbang hingga nggak terjadi inflasi.

Wawwww bukan main…! Ratih sangat faham BI Rate. Aku nggak nyangka seorang pegawai cleaning service ternyata lebih pintar dari aku tentang BI Rate. Setelah ngobrol ngalor ngidul ternyata walau bekerja sebagai petugas kebersihan, pada hari Sabtu dan Minggu, Ratih kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta, pada fakultas ekonomi.

Aku jadi malu, sebagai Pegawai BI yang pangkatnya asisten manajer tapi nggak kuliah, pengetahuanku tentang BI Rate nggak seberapa, bahkan kalah dengan seorang  pegawai outsourcing yang notabene tugasnya hanya  menjaga kebersihan ruang kerja kantor. Mungkin karena dari dulu tugasku nggak bersinggungan dengan BI rate, jadi aku kurang perhatian. Oh Tuhan, I am so sad...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar