Rakyat kini kian berat menanggung beban hidup,
beberapa waktu lalu tanpa gembar-gembor pemerintah mengumumkan kenaikan
harga BBM berupa bensin dan Solar sebesar Rp 500,-. Padahal diawal bulan Maret
2015 harga BBM tersebut telah menjadi harga yang lumayan ideal bagi masyarakat,
khususnya di level grassroot yaitu Rp 6.900,-/liter untuk bensin, dan Rp
6.400,-/liter untuk solar.
Harga BBM murah menjadi dambaan masyarakat karena
dengan nilai sebesar itu biaya transportasi yang dikeluarkan relatif kecil,
baik untuk biaya transportasi pribadi maupun transportasi angkutan barang, yang
berdampak daya beli masyarakat menjadi kuat.
Namun bila harga BBM dinaikan sedikit saja,
secara otomatis tarif angkutan umum dan berbagai kebutuhan pokok melonjak.
Inflasi menjadi liar walaupun pada tanggal 14 April 2015, Bank Indonesia telah
mengumumkan bahwa BI Rate tetap 7,5 %. Tetapi harga barang pokok di pasar nggak
terkontrol. Cabe naik, beras naik, minyak goreng naik sampai ikan basah dan
ikan asin pun naik, ditambah harga harga elpiji 12 kg ikutan naik. Sedangkan
pengusaha kecil maupun sopir angkot serta sopir kopaja, tanpa persetujuan
Organda ber-inisiatif sendiri menaikan tarifnya dari Rp 1000,- s.d Rp 3.000,-.
BI Rate nggak bisa mengendalikan kenaikan harga
yang dirubah semaunya oleh para pelaku ekonomi di pasar, walaupun pemerintah
telah menententukan harga pokok dari barang tersebut. Sebab BI Rate diciptakan bukan untuk menekan inflasi, tapi untuk
mengontrol inflasi. Karena BI Rate merupakan salah satu alat moneter yang dapat
menjaga kestabilan nilai rupiah. Walau inflasi lagi tinggi, BI nggak
sembarangan nuruninnya, couse penyebab inflasi banyak banget bukan
perubahan kurs doang, tapi niat pemerintah menaikan harga BBM dan
penerimaan pajak sangat mempengaruhi.
Saat ini BI menetapkan BI Rate sebesar 7,5 % guna mengarahkan defisit
transaksi berjalan ketingkat yang lebih sehat sebesar 2,5 s.d 3 %, agar sasaran
besaran inflasi menjadi akurat sekitar 4±1%. Selain itu penetapan BI Rate
sebesar itu adalah untuk mewaspadai resiko eksternal dan domestik terkait harga
komoditas global meskipun harga minyak dunia naik. Termasuk resiko inflasi yang
berakibat dari kurangnya pasokan dan kelancaran distribusi bahan pangan.
Asal tahu aja bahwa BI Rate nggak selamanya bagus buat bisnis,
buktinya walaupun BI rate rendah namun bunga kredit bank tetap tinggi. Mungkin
ini disebabkan suku bunga lending facility dipatok 8,00% oleh BI.
Apalagi tingkat efisiensi perbankan masih rendah, karena beban operasional
terhadap pendapatan bank yang nggak seimbang.
Oleh karena untuk menciptakan BI Rate yang ideal, inflasi yang
reasonable dan stabil bisa tercapai sesuai sasaran (mengutip ungkapan
Victor Arya Bekti H di BLINK), serta mencapai pertumbuhan ekonomi yang
moderat juga meningkat, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh Bank
Indonesia antara lain :
1.BI harus terus memperkuat
kebijakan moneter.
2.BI harus lebih sering
berkoordinasi dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dan transaksi
berjalan, dengan lebih menggiatkan Tim TPID yang bearada di KPw.
3. BI harus mendorong pemerintah daerah kabupaten dan kota untuk
membuat roadmap pengendalian inflasi, agar Tim TPID pemerintah setempat
mempunyai pedoman dan program kerja yang jelas.
4. BI konsisten menjaga kestabilan nilai rupiah.
Inflasi adalah pencuri (mengutip
ungkapan Wahyu Setyoko di BLINK). Makanya BI terutama yang didaerah,
harus mendorong dan menjalin hubungan yang inten serta bersinergi dengan stakeholders,
guna mengantisipasi pergerakan inflasi yang wajib dikendalikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar