Begitu pesawat mendarat di Bandara Supadio Pontianak,
kesan pertama yang muncul adalah tak dipungkiri bahwa Indonesia memiliki kekayaan
alam yang sangat luar biasa, dari Sabang sampai Merauke banyak sekali potensi
wisata yang ditawarkan oleh negara yang memiliki ribuan pulau, termasuk potensi
wisata yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Barat, khususnya kota Pontianak.
Pontianak dijuluki Kota Khatulistiwa karena posisinya
yang berada pada garis khatulistiwa, yang membelah bumi menjadi dua bagian
yaitu utara dan selatan. Di Siantan sebelah utara kota ini terdapat Tugu Khatulistiwa
(Equator Monument) yang dibangun pada
garis lintang nol derajat bumi.Sehingga pada saat kita meletakan sebuah telur,
bentuk telur yang lonjong karena berada dititik nol bumi maka telur tersebut
bisa diletakan dalam posisi tegak.
Tugu ini juga menjadi ikon kota yang mendunia, pasalnya
ada peristiwa penting dan menakjubkan yakni fenomena alam ketika matahari
berada digaris khatulistiwa. Peristiwa titik kulminasi matahari (ekinoks) yang
terjadi hanya setahun dua kali, pada tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September.
Peristiwa alam yang langka ini hanya dapat dinikmati dibeberapa negara selain
Indoneisa yaitu : Gabon, Zaire, Uganda, Kenya, Somalia, Equador, Peru,
Columbia, Brazil, sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan asing maupun
domestik.
Kota Pontianak dibelah oleh sungai Kapuas yang merupakan
sungai terpanjang di Indonesia dan sungai Landak. Luas kota 107,8 Km dan jumlah
penduduk sekitar 575.843 jiwa, yang memilki keragaman suku dengan mayoritas
penduduk Etnis Tionghoa (31,2%) dan Melayu (26,1%), suku jawa, madura, batak,
bugis dan lain lian (42,7%). Hampir seluruh penduduk Pontianak menggunakan Bahasa
Indonesia dalam berkomunikasi. Namun bahasa ibu masing masing juga digunakan,
antara lain Melayu Pontianak, Bahasa Tiociu, Bahasa Khek dan bahasa daerah
lainnya.
Nama Pontianak diambil dari hembusan mitos yang tersebar
terkait kisah dongeng Syarif Abdurachman yang konon sering diganggu oleh
kuntilanak ketika menyusuri sungai kapuas. Lalu Syarif melepaskan tembakan
meriam untuk mengusir hantu kuntilanak, sekaligus menandakan dimana meriam itu
jatuh. Maka disanalah wilayah kesultanan akan didirikan. Kebetulan peluru jatuh
melewati simpang tiga Sungai Kapuas dan Sungai Landak, yang kini terkenal
dengan Beting Kampung Dalam Bugis, Pontianak Timur atau Kota Pontianak.
Ditempat itu pula pada tanggal 23 Oktober
1771, sultan mendirikan Mesjid Jami Sultan Abdulrachman Alkadri, dua
tahun kemudian mendirikan Istana Melayu Kadriah sebagai pusat pemerintahan.
Jika kita berada ditengah jembatan Tol Kapuas, terlihat
benar apa yang menjadi kekuasaan Allah SWT dalam meciptakan bumi. Sungai Kapuas
yang panjang, menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat. Di Pasar Flamboyan
dapat kita temukan Berbagai jenis ikan air tawar yang besar dan kecil, termasuk
ale-ale tangkapan dari muara sungai ini dijajakan pedagang sebagai sumber
protein kehidupan masyarakat.
Pariwisata Kota Pontianak didukung oleh keaneka ragaman
budaya penduduknya, yaitu Dayak Melayu dan Tionghoa. Suku Dayak memilki pesta
syukur atas kelimpahan panen yang disebut Gawai, masyarakat Tionghoa memiliki kegiatan pesta Tahun
Baru Imlek, Cap Go Meh dan perayaan Sembahyang Kubur (Cheng Beng atau Kuo Ciet)
yang memiliki nilai aktraktif turis.
Selain terkenal dengan Tugu Khatulistiwanya, kota ini
juga memilki pariwisata sungai. Tak hanya itu kota pontianak juga dikenal
sebagi tempat wisata kuliner, keaneka ragaman makanan menjadikannya sebagi
surga kuliner. Makanan yang terkenal antara lain : Air Tahu, Kembang Tahu, Ice Cream Petrus (ice cream menggunakan
kelapa), Chai kwe (semacam pastel berisi ebi dan daun kucai), Hekeng (daging
goreng berbahan dasar udang), Hu Ju (tahu dengan kuah merah), Lidah Buaya,
Ale-ale (sejenis kerang), Menu Asam Pedas, Sotong Pangkong (cumi kering
dibakar), Sambal Haji Dulah, Pisang Srikaya, Bubur Pedas, Tumis Pakis, Pajeri Nanas, Pengkang (ketan
dibakar berisi ebi), dll.
Ditengah kota selain museum seni budaya yang patut
dikunjungi, terdapat juga Rumah Radakng. Yaitu sebuah rumah replika Suku Dayak
Kalimantan Barat, yang sangat besar. Dengan ukuran panjang 138 meter, tinggi 7
meter dan lebar 5 meter. Tugu digulis atau tugu ala bamboo runcing, Rumah Adat
Melayu di Jalan Sutan Syarir, selain itu juga terdapat Mesjid Raya Mujahidin,
yang berdiri kokoh dan cantik. Kehidupan masyarakatnya sangat rukun, selain
masjid banyak tempat ibadah berbagai agama yang ada disana dibangun dengan
megahnya.Gereja Khatederal Santo Yosep yang merupakan Gereja Keuskupan Roma,
Vihara Maitreya yang diresmikan tahun 2013 untuk kaum Budhisme kota
Khatulistiwa, dan berbagai Vihara yang ada.
Satu lagi yang unik dikota ini, yaitu terdapat mobil
pemadam kebakaran yang dikelola swasta. Biasanya dikota lain mobil jenis ini
dikelola pemerintah setempat. Mobil ini sering digunakan sebagai alat pemadaman
api jika terjadi kebakaran diseluruh kota Pontianak, dan diperuntukan bagi
seluruh masyarakat yang mengalami musibah dimaksud.
Karena penduduknya mayoritas etnis Tionghoa, hampir
disetiap sudut kota terdapat tempat nongkrong berupa kedai kopi yang
menyediakan tempat duduk open air
didepan kedainya. Tempat tersebut juga sebagai ajang silaturahmi warga, menyebabkan
hubungan dan komunikasi antar warga sangat erat. Sehingga hampir tidak ada
keributan atau tawuran yang terjadi dikota ini.
Begitu juga dengan pedagang Bakpao, sore hari hampir
setiap jengkal jalan menjajakan dagangannya menggunakan gerobak. Termasuk juga
pedagang minuman yang berbahan dasar aloevera (lidah buaya) banyak ditemui.
Bagi wisatawan muslim yang baru pertama sekali berkunjung ke Pontianak, jika
mencari kuliner disekitar Jalan Gajah Mada mesti hati-hati. Sebab disana banyak
sekali penjaja kuliner yang berjualan menu tidak halal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar