Seringkali dalam pemberantasan korupsi
peranan dokumen/arsip begitu penting sebagai bukti adanya transaksi. Koruptor
seringkali tidak bisa berkutik bila penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sudah mendapatkan dokumen penting berkaitan dengan transaksi bermasalah
tersebut. Namun, anehnya di setiap lembaga pemerintahan pengelolaan kearsipan
malah kurang mendapat perhatian penanganannya. Padahal semua lembaga publik itu
menyadari bahwa arsip termasuk salah satu elemen penting dalam transparansi birokrasi.
Sebagai pegawai yang mengelola arsip, penulis
bisa memberikan gambaran bahwa hampir di setiap elemen pemerintahan baik pusat
maupun pemerintahan daerah indikasi adanya penanganan arsip kurang serius bisa
dilihat dari anggaran yang disediakan untuk pengelolaan kearsipan pasti sangat
kecil bahkan tidak ada. Bila dilihat dari sini apakah mengkin sebuah kegiatan
di lembaga publik bisa berjalan tanpa adanya anggaran pada kegiatan tersebut.
Melihat pentinganya arsip sebagai bukti
rekaman kegiatan sebuah lembaga publik maka arsip bisa menjadi salah satu
elemen pendukung pencegahan tindak pidana korupsi. Namun, anehnya kegiatan
kearsipan sepertinya menjadi urusan yang kesekian dalam administrasi publik.
Dalam Undang-undang Nomor 43 tahun 2009
tentang Kearsipan dikatakan
Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan
diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan
, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari
pengertian ini kita bisa lihat bahwa semua bentuk rekaman adalah arsip yang
tentunya bisa dijadikan alat bukti di pengadilan.
Dilema pengelolaan arsip ini diperparah
dengan kekosongan petugas khusus pengelola arsip(arsiparis) di banyak lembaga publik,
yang semakin membuat ketidakteraturan informasi di lembaga tersebut. Meski di
negara kita sudah ada Undang - undang yang mengatur tentang Keterbukaan
Informasi Publik (KIP) namun kegiatan kearsipan nampaknya masih jauh panggang
dari api untuk bisa dikatakan kredibel dan terpercaya.
Di era pemberantasan korupsi di negeri ini
harusnya para pemegang kebijakan sudah bisa lebih mawas diri untuk bisa memberdayakan
kearsipan di lembaga masing-masing agar transparansi birokrasi bisa lebih bisa
dipertanggungjawabkan dan tidak menjadi jargon semata-mata. Pemberantasan
korupsi musykil terjadi tanpa adanya dokumen sebagai barang bukti kejahatan
sebuah transaksi keuangan.
Arsip merupakan bukti akuntabilitas
organisasi, semua jenis transaksi di lembaga publik harus tercatat dan bisa
dipertanggungjawabkan. Kearsipan mempunyai peran penting di sini karena
kearsipan juga mencakup reliabilitas dan otentisitas sebuah dokumen. Tanpa
otentisitas dan reliabilitas maka dokumen tersebut bukanlah sebuah arsip dan
tentunya tidak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan.
Sekali lagi bila kita semua mau mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi, poin penting yang bisa kita jadikan obyek
penyelidikan adalah dokumen /arsip. Untuk itu di setiap lembaga pengawasan
publik hendaknya bisa mengingatkan setiap pegawai instansi publik agar selalu
mengarsipkan setiap transaksi yang terjadi karena apabila transaksi itu tidak
ada arsipnya bisa otomatis membuat si pelaku dicurigai telah melakukan proses
transaksi di bawah tangan dan semua transaksi di bawah tangan punya
kecenderungan terjadi penyimpangan.(Guslitera)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar