Senin, 24 Februari 2014

Pusuk Is A Romantic Place

Sehabis bekerja selama dua hari di Mataram Lombok, ini hari terakhir maka sekarang dah waktunya buat cari pengalaman wisata sambil refreshing. Pada saat kunjungan yang lalu, jika ingin ke Senggigi aku menyurusi jalan dekat pantai sampai ke Bangsal. Tapi kali ini Bang Gustaf , pengemudi kami menawarkan jalan alternatif, yaitu melalui bukit daerah Pusuk di kaki Gunung Rinjani. Tawaran yang bagus dan kami setuju, biar semua daerah di Lombok kami lalui.


Daerah Pusuk adalah daerah perbukitan, jadi kami melalui daerah yang kanan kirinya ditumbuhi hutan. Nuansa hijau rimbun nan menyejukkan bukan satu-satunya yang ditawarkan oleh bagian gunung Rinjani ini. Kebetulan saat itu sedang musim durian, terlihat disepanjang jalan puncat Pusuk pedagang durian berjajar menunggu pembeli.


Kebanyakan yang jualan durian disini mempunyai stock yang tidak banyak, paling-paling seorang pedagang hanya menaruh di meja display-nya hanya sekitar 5 atau 6 buah durian. Pedagang disini adalah pedagang rumahan, yaitu hanya berdagang jika pohon duriannya berbuah yang jatuh dari pohonnya sendiri. Nggak seperti ditempat lainnya yang berjualan karena ada pemasok.


Selain durian, yang dijajakan disini juga adalah “tuak”, atau air dari bunga pohon nira. Rasanya manis alami karena diambil langsung dari pohonnya. Air nira ini kata penjualnya jika didiamkan selama 8 jam diluar kulkas, akan berubah menjadi asam dan mengandung allkohol kadar rendah. Oleh karena itu boleh minum tuak hanya sekedar ingin tahu saja, sebab jika diminum banyak dan terus menerus akan berakibat serius mengalami gangguan koordinasi gerak tubuh, kemampuan pikiran atau mabuk istilah awamnya.


Pusuk yang terdapat didaerah perbatasan antara Lombok Barat dan Lombok Utara adalah merupakan persinggahan para turis sebelum menuju beberapa obyek wisata, seperti Gili Air, Gili Meno, dan Gili Terawangan. Puncak bukit Pusuk ini juga menjadi tempat favorit bagi pengendara mobil dan motor untuk beristirahat, sekedar melemaskan otot. Pusuk menurutku benar-benar paduan yang pas, antara hijau dan birunya alam yang mendamaikan.


Ketika sampai dipuncak Pusuk, suara alam mengiringi ratusan monyet yang bercengkerama, berjajar dan berseliweran di pinggir jalan. Banyak diantaranya menyebrang jalan, seenaknya. Kalau dikota yang menyebrang jalan adalah ayam atau kucing, disini monyet menyebrang sambil meminta makanan pada pengendara yang lewat. Daerah ini merupakan rumah bagi ribuan monyet yang dilindungi oleh balai Konservasi Alam Taman Nasional Gunung Rinjani. Aku sempat berhenti sejenak memberi secuil roti pada seekor monyet yang sedang menggendong anaknya, monyet itu mendekap erat anaknya dengan penuh perlindungan dan kenyamanan.


Dipuncak Pusuk selain bisa menikmati pemandangan alam, udara disini begitu segar, seolah olah sedang mencuci isi paru-paruku yang biasa terkena polusi di Jakarta. Di sepanjang jalan, banyak sekali kendaraan yang melaju dengan kencang. Tapi bang Gustaf nggak terpengaruh ikutan ngebut, karena Susana disekitar Pusuk sayang kalau dilewatkan begitu saja. Dia justru mengurangi kecepatan kendaraan, biar kami dapat menikmati perjalanan yang indah, menanjak dan berkelok-kelok.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar