Senin, 10 Februari 2014

Menu Rumahan

Setiap kota pasti memiliki makanan khas, yang akan dicari oleh pecinta kuliner yang mendatangi wilayah tersebut. Akan tetapi, nggak demikian dengan Batam. Sebagai wilayah yang baru terbentuk sekitar 25 tahunan, lumayan sulit untuk menemukan jenis masakan khas di kota ini. Dengan penduduk yang sebagian besar berasal dari luar, justru makanan asal daerah pendatang itu yang mewarnai suasana kuliner Batam.  


Begitu repotnya menemukan makanan khas Batam, sehingga yang kucari justru makanan  yang familier dengan lidah sehari-hari di Jakarta. Salah satunya adalah sebuah rumah makan. Namanya ”Warung Sunda Bu Joko”. Dari segi makanannya saja mungkin sudah tergolong unik, untuk ukuran Batam, mengingat rumah makan ini menyediakan bermacam sambal plus lalaban a la Sunda. Plus bemacam ikan air tawar. Unik, karena, kabarnya, Batam harus mendatangkan sayuran dari pulau lain. Hasil alam yang bisa dicukupi sendiri oleh Batam hanyalah ikan laut. Ikan air tawar pun, kabarnya, terpaksa didatangkan dari luar pulau.  Bagaimana mau beternak ikan air tawar? Di Batam tidak terdapat sungai.


Dulu sewaktu aku masih tugas di Batam sekitar tahun 1997 s.d 2002, warung Bu Joko masih kecil, hanya sepetak ruangan ruko berkuran 3 x 6 meter aja. Kemarin waktu aku berkunjung kesana dalam rangka dinas, aku terpana karena warung bu joko masih eksis dan tambah luas. Menempati dua lantai ruko yang masing2 seluas 7 x 7 meter. Wawww hebat bener pikirku dalam hati, karena perjuangan yang tak kenal lelah, akhirnya warung Bu Joko identik dengan kota Batam.


Warga dan masyarakat yang tinggal disekitar Nagoya pasti tahu warung ini, karena inilah satu-satunya tempat makan yang menunya rumahan dan harganya sangat terjangkau. Tempat makan ini buka mulai pukul 7 pagi hingga pukul 21 malam. Peminat yang datang dari pagi sampai menjelang tutup tak pernah berhenti, bagaikan ombak ditepi laut silih berganti. Jika pagi kebanyakan penghuni sekitar yang mau sarapan, jika siang hari warga pekerja dari kantor sekitar Nagoya, kalau sore menjelang malam ada turis lokal dan para penggemar masakan rumahan.


Saking kondang dan larisnya warung satu ini, kalau siang sampai susah dapat tempat duduk. Kalaupun dapat duduk terus belum selesai makan sudah ditunggui orang lain yang juga akan makan disini. Lokasinya berada di Nagoya Square-Batam bagian tengah, antara Goodway Hotel dan Lai Lai Mutiara Hotel, menjadikan warung ini sangat strategis jika dituju dari sengala penjuru di Batam. Ditambah para penghuni ruko sekitar hotel itu sangat padat, apalagi harganya relatif murah dan menunya banyak pilihan.


Menu di sini antara lain; sop, sate kambing, gulai kambing, ikan nila goreng, lele goreng, botok, pepes tahu, pepes ayam, sayur asem, sayur lodeh, tempe bacem, tahu bacem, telor balado, iakan asin goring, urap-urapan, sambel terasi, sambel ijo, lalap-lalapan, kerupuk, berbagai jus dan masih banyak lagi. Bikin iler jadi ngeces walau cuma mendengar aja.


Saat pertama kali dulu aku agak ragu, bagaimana pemilik warung dan pelayan menilai harga makanan yang kita makan. Karena kita ngambil sendiri menunya dengan cara prasmanan sesuai selera. Tak berapa lama setelah aku menyuap makanan, seorang pelayan datang membawa segelas air putih untuk minum. Aku nggak begitu memperhatikan apa yang dilakukan. Sejenak dia meletakkan sepotong kertas putih di depan piringku. Oh… rupanya begini caranya. Pelayan tersebut menghitung berapa yang harus ku bayar dengan melihat makanan yang ada di piring. Aku jadi nggak kuatir salah sebut apa yang telah kumakan, karena sudah dihitung. Nanti setelah selesai makan baru aku menuju kasir untuk membayar semua yang tercantum dalam bon makanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar