Rabu, 06 Agustus 2014

Nasi Goreng



Awalnya nasi goreng diracik untuk memberikan nilai lebih terhadap nasi basi sisa kemarin, oleh karenanya para peracik nasi goreng adalah manusia luar biasa. Mereka mampu memuliakan kembali sesuatu yang dianggap sampah kemudian menjadikannya asupan cinta bagi mereka yang membutuhkan.

Mereka abadi, lebih dari hanya sekedar rasa terima kasih dari setiap hidung yang mencium aroma dan mulut yang mengecap rasa, melainkan juga dari para “terabaikan” yang bersyukur mereka mampu kembali bermanfaat. Sejatinya dalam jalan cinta, aroma racikan mereka lebih harum dari wangi kasturi, kelezatan rasa itu melebihi kemuliaan buah zaitun.


Diantara sekian banyak para peracik nasi goreng, Almarhumah Mbah semoga Allah melimpahinya kemuliaan di syurga, akan selalu mendapat tempat teristimewa di hati. Beliau merupakan orang pertama yang mengenalkanku pada nasi basi goreng. Dahulu, sewaktu di kampung, setiap paginya Si Mbah selalu menghidangkan nasi basi goreng dengan bumbu berambang. Ini yang membuat spesial, hanya berbahan dasar nasi basi, dan nngak banyak bumbu, beliau mampu menghidangkan asupan yang telah mendarah daging dalam segala keutuhan diriku.

Bahagia dalam kesederhanaan itulah nutrisi yang kudapat dari nasi basi goreng buatan Si Mbah. Yang teristimewa lainnya tentu saja Ibu. Nasi goreng putih buatan Ibu pastinya tak‘kan tergantikan. Sama seperti Si Mbah yang menggunakan nasi basi, hanya saja bumbunya menggunakan cabe rawit dan bawang putih sehingga membuat warnanya tersebut berbeda dari nasi goreng kebanyakan. Ibu kan memasaknya untukku, terlebih jika aku kembali lemah dan sakit, karena beliau tahu itulah hidangan yang pasti ingin ku makan.

Ketulusan ‘tuk mengasihi, itulah kalori yang kudapat dari lezatnya nasi goreng putih buatan Ibu. Untuk saat ini, peracik terakhir yang teramat ‘ku muliakan adalah Bapak. Beliau merupakan peracik nasi goreng yang selalu memberi warna baru bagi perjuangan hidupku. Nasi goreng manis buatannya begitu kaya rasa. Kenapa manis? beliau tidak suka pedas. Berbeda denganku yang suka pedas dan nggak suka manis. Melalui racikan tangan dinginnya aku menjadi suka olahan yang berasa manis, itu karena beliau begitu mahir dalam memberikan bumbu-bumbu kaya rasa dan kaya manfaat. Bersyukur, jangan pernah menyerah, dan selalu memberikan yang terbaik. Zat gizi itulah yang kudapat dari nasi goreng manis buatan Bapak.

Aduhai, para peracik nasi goreng. Aku belum semahir kalian dalam meracik resep nasi gorengku sendiri. Tapi apapun itu nanti semoga kumampu meneladani kalian tuk melakukan yang terbaik membahagiakan orang terkasih juga mereka yang “lapar” dan membutuhkan.

Terima kasih telah memberikan ku nutrisi terbaik melalui cinta, kasih sayang, dan harapan. Subhanaka allahumma wa bihamdika asyhaduallailahailla anta astaghfiruka wa atubu ‘ilaika.(Cak Aep ML)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar