Awalnya nasi goreng diracik untuk memberikan
nilai lebih terhadap nasi basi sisa kemarin, oleh karenanya para peracik nasi
goreng adalah manusia luar biasa. Mereka mampu memuliakan kembali sesuatu yang
dianggap sampah kemudian menjadikannya asupan cinta bagi mereka yang
membutuhkan.
Mereka abadi, lebih dari hanya sekedar rasa
terima kasih dari setiap hidung yang mencium aroma dan mulut yang mengecap
rasa, melainkan juga dari para “terabaikan” yang bersyukur mereka mampu kembali
bermanfaat. Sejatinya dalam jalan cinta, aroma racikan mereka lebih harum dari
wangi kasturi, kelezatan rasa itu melebihi kemuliaan buah zaitun.
Diantara sekian banyak para peracik nasi
goreng, Almarhumah Mbah semoga Allah melimpahinya kemuliaan di syurga, akan
selalu mendapat tempat teristimewa di hati. Beliau merupakan orang pertama yang
mengenalkanku pada nasi basi goreng. Dahulu, sewaktu di kampung, setiap paginya
Si Mbah selalu menghidangkan nasi basi goreng dengan bumbu berambang. Ini yang membuat spesial, hanya berbahan dasar nasi
basi, dan nngak banyak bumbu, beliau mampu menghidangkan asupan yang telah
mendarah daging dalam segala keutuhan diriku.
Bahagia dalam kesederhanaan itulah nutrisi
yang kudapat dari nasi basi goreng buatan Si Mbah. Yang teristimewa lainnya
tentu saja Ibu. Nasi goreng putih buatan Ibu pastinya tak‘kan tergantikan. Sama
seperti Si Mbah yang menggunakan nasi basi, hanya saja bumbunya menggunakan
cabe rawit dan bawang putih sehingga membuat warnanya tersebut berbeda dari
nasi goreng kebanyakan. Ibu kan memasaknya untukku, terlebih jika aku kembali
lemah dan sakit, karena beliau tahu itulah hidangan yang pasti ingin ku makan.
Ketulusan ‘tuk mengasihi, itulah kalori yang
kudapat dari lezatnya nasi goreng putih buatan Ibu. Untuk saat ini, peracik
terakhir yang teramat ‘ku muliakan adalah Bapak. Beliau merupakan peracik nasi
goreng yang selalu memberi warna baru bagi perjuangan hidupku. Nasi goreng
manis buatannya begitu kaya rasa. Kenapa manis? beliau tidak suka pedas.
Berbeda denganku yang suka pedas dan nggak suka manis. Melalui racikan tangan
dinginnya aku menjadi suka olahan yang berasa manis, itu karena beliau begitu
mahir dalam memberikan bumbu-bumbu kaya rasa dan kaya manfaat. Bersyukur,
jangan pernah menyerah, dan selalu memberikan yang terbaik. Zat gizi itulah yang
kudapat dari nasi goreng manis buatan Bapak.
Aduhai, para peracik nasi goreng. Aku belum
semahir kalian dalam meracik resep nasi gorengku sendiri. Tapi apapun itu nanti
semoga kumampu meneladani kalian tuk melakukan yang terbaik membahagiakan orang
terkasih juga mereka yang “lapar” dan membutuhkan.
Terima kasih telah memberikan ku nutrisi
terbaik melalui cinta, kasih sayang, dan harapan. Subhanaka allahumma wa bihamdika asyhaduallailahailla anta astaghfiruka
wa atubu ‘ilaika.(Cak Aep ML)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar