Selasa, 22 Juli 2014

My Dad



Bapak bersandar sebentar dibangku tapi kemudian ku lihat dia sudah sibuk dengan pekerjaannya yang lain walau sambil duduk dikursi roda. Aku tahu dia tak kan mau istirahat kalau pekerjaannya belum beres. Aku tak pernah melihatnya diam kecuali malam saat tidur. Apalagi cucu-nya semakin banyak, so dia selalu sibuk untuk menyenangkan cucunya.

Bapakku bukan seorang pejabat apalagi tokoh, tapi dia sosok yang sangat tegar bahkan ketika beberapa kali orang terkasihnya membuat kesalahan. Dia selalu bisa memaafkan setiap kesalahan. Bapakku seorang Penjaga Malam kalau sekarang Satpam, dia nyaris tak berpenghasilan karena uangnya selalu terkuras untuk biaya kebutuhan sehari hari. 


Bapak humoris, teliti, rapi, pekerja keras, dan sangat suka membaca. Sebagai pegawai yang disiplin, setiap pagi atau malam pada tahun 60-an beliau berangkat ke kantor tempat beliau bekerja dengan naik sepeda. Baju dan celana drill-nya selalu dikanji dan disetrika dengan lipatan yang rapi. Biar bajunya awet, bagian leher nggak cepat kotor oleh keringat, beliau selalu mengenakan saputangan yang dilipat dua menjadi bentuk segitiga untuk melapisi tengkuknya.

Ujung-ujungnya saputangan itu kemudian diikat di leher bagian depan. Gaya deh, kayak cowboy aja. Properti kerja beliau adalah topi fieldcap warna biru, dan ransel yang digantungkan di planthang sepeda. Supaya irit, beliau juga selalu membawa makan siang dari rumah, biasanya hanya dengan lauk tempe kesukaannya. Selain karena nggak punya cukup uang, katanya Bapak nggak menganggap perlu makan enak, yang penting kenyang
He likes to listening the radio. Yang didengarkan tentu saja RRI. Beliau gemar lagu-lagu keroncong dan klenengan apalagi dangdut. Kadang-kadang beliau rengeng-rengeng menyanyi pelan-pelan. Lagu kesukaan beliau adalah “Keroncong Jembatan Merah”. Kalau ada siaran wayang, sering beliau mendengarkan semalam suntuk.

Semangat belajar Bapak sangat tinggi, walaupun cuma lulusan SMA. Terlihat dari koleksi buku-bukunya yang penuh satu lemari. Dari mulai yang buku bersifat sosial sampai politik-pun dilahapnya. Bapak memang tak sekolah tinggi tapi dari belajarnya yang otodidak banyak ilmu yang telah dikuasainya. Setelah Beliau meninggal, yang diwariskan kepada kami hanya buku. Rencananya buku itu akan kusumbangkan, walaupun buku tua dan usang tapi ilmunya masih up to date.

Waktu beliau sakit dirawat di RS Bintaro, aku mendampingi dan menungguinya. Tak terasa air mataku mengucur perlahan, menatap Ayahku. Di keheningan malam yang hitam ayahku terbaring lemah, tak sanggup lagi mengusap kepalaku, tubuhnya telah lumpuh. Dimatanya terpancar kelelahan setelah menjalani seribu peristiwa,   kulit yang rapuh penuh ukiran jalan kehidupan disekujur badannya.

Tubuhnya yang lelah, mengisahkan bahwa cintanya yang putih telah dibuktikan seutuhnya untuk keluarga. Garis garis perjuangan terpahat ditelapak tangannya, alur kasih sayang terpahat dihatinya, dia ajarkan pada kami anaknya bahwa hidup harus diimani, dan iman juga harus dihidupi.

Dia juga yang menanamkan kerja keras, kerja harus jujur, kerja harus serius, beradab dan berbudaya, nggak boleh sembarangan. Menurutnya, karena budaya kerja yang kuat akan menuntun perilaku seseorang secara terpola. Budaya kerja sebagai sistem aturan memungkinkan rasa lebih baik dalam mengerjakan sesuatu, dapat membangkitkan kesanggupan untuk beradaptasi dengan keadaan yang berbeda.

Menurutku benar juga, sebab dulu sebelum ada budaya kerja di Bank Indonesia (BI), untuk bertemu pimpinan setingkat Satkerpun harus membuat janji ber-tele-tele. Sekarang relatif mudah, langsung datang atau ngecek kesekretaris, bila ada ditempat bisa langsung menghadap. Ketika berdialogpun agak longgar terlihat santai walau tetap menjaga rasa hormat. Meski terlihat kecil namun hal itu sudah membuktikan bahwa hubungan atasan dan bawahan di BI telah mencair tidak konservatif.

Kasir BI ditahun 1990-an, nggak perlu macam-macam, nggak perlu senyum, nggak perlu menyapa karena perbankan yang perlu bukan BI. But now  jaman sudah berbeda, kasir harus bekerja cepat dan akurat, ramah. Paradigma sudah berubah dituntut oleh jaman yang memprioritaskan pelayanan, jujur rendah hati dan dapat dipercaya.

Di Bidang Kearsipan, Bidang Logistik, Bidang Moneter, Bidang Sitem Pembayaran, Bidang Kehumasan pelayanannya berpacu dengan waktu. Long time a go jalur birokrasinya panjang, membutuhkan waktu lama. But now BI menerapkan fungtuality hanya membutuhkan waktu singkat, tepat waktu tepat kualitas, budaya kerja telah melekat  menciptakan kinerja optimal yang didukung perubahan teknologi.

Bahkan saat ini Pegawai BI sadar betul bahwa kerja yang baik dan maksimal adalah total melayani masyarakat, apalagi tugas BI melakukan pengaturan dan pengawasan bank telah dialihkan ke OJK. Pegawai tahu betul akan values-nya, harus melaksanakan tugas dengan ikhlas dan dedikasi tinggi, nggak mengeluh, tertib, teliti dan mau meningkatkan kompetensi.

Pada setiap kesempatan berhubungan dengan media pejabat atau petugas yang ditunjuk tak lagi bicara masalah intern BI tapi kepentingan nasional. BI kini menjadi institusi yang mampu memecahkan persoalan rakyat mengacu pada praktek-praktek terbaik, BI adalah lembaga pelayan masyarakat karena semua kebijakannya didasari pada pencapaian tujuan masyarakat jangka panjang. Sehingga pemikiran yang keliru tentang BI kini berubah menjadi persepsi BI yang menghasilkan produk berkualitas bagi masyarakat, yaitu produk stabilitas makro moneter dan stabilitas keuangan.

Secara perlahan tapi pasti BI menjadi lembaga bank sentral yang kredibel melalui penguatan nilai-nilai strategis, Pegawainya senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa, etis, bermoral, integritas tinggi, disiplin, loyal dan bertanggungjawab. Insyallah BI dapat beradaptasi dengan jaman dengan terus meningkatkan budaya kerja dan perubahan.

Karena semangat budaya kerja yang wariskan Bapak, walaupun sudah melewati masa kerja 31 tahun, aku nggak ingin dibilang makan gaji buta, seorang pegawai seusiaku saat ini kebanyakan kerjaannya hanya browsing internet yang nggak ada hubungannya dengan pekerjaan, lalu ngobrol, kemudian nongkrong dengan teman sekerja tak mengerjakan apapun. Enak memang tapi menurutku ini berarti kita tak dianggap oleh lembaga, kita jadi nggak produktif, nggak berpengaruh, bahkan jika kita nggak masuk kantorpun pimpinan nggak peduli. Oh My God…

  
Sekarang aku bekerja dengan didasari rasa nyaman, enjoy nggak ada beban. So someday I wish dapat menyumbangkan keberhasilan lebih tinggi. Sehingga pekerjaanku dapat kesempatan untuk dihargai oleh orang lain, karena semua pekerjaan kulakukan dengan sepenuh hati. Pekerjaan yang kulakukan adalah sesuatu yang baru, aku nggak mau terjebak rutinitas, makanya ide-ide kreatif pun mengalir, ada rasa haus untuk tumbuh menjadi yang terbaik.

Jika ingat masa kecil, Bapak sering ngajak renang di sungai dikampung nenek, menggosok gigi bersama, makan bersama, jalan-jalan sore, naik sepeda bersama, main layangan.  Nonton orang main tenis di Senayan, tapi tempatnya sekarang sudah jadi Plaza Senayan, atau ngeliat orang ngawinin kuda ditanah kosong yang sekarang sudah jadi Senayan City.

Masa kecilku adalah masa yang penuh dengan kemanjaan. Kemanapun jika bapak suka aku diajaknya berjalan kaki, jaman itu sepeda masih mahal harganya. Karena Bapak cuma seorang Satpam mana mungkin dia bisa beliin aku sepeda. Makan aja tiap hari pake telor rebus yang dibelah empat atau pakai terasi goreng. 

Kini Bapak telah tiada, Bapakku meninggal dalam usia 71 tahun, setelah 15 tahun pensiun. Beliau sakit stroke dan diabetes. Bapak cuma seorang pegawai rendahan dikantornya tapi dia merasa kuat fisiknya. Sakit flu, demam dan masuk angin nggak pernah dirasa. Padahal fasilitas pengobatan di tempatnya bekerja cukup baik. Karena Bapak tak pernah memperhatikan kondisi kesehatannya akhirnya penyakitnya menggerogoti sampai menahun, hingga susah untuk diobati. Setelah di-opname sekitar satu bulan akhirnya Beliau wafat. 

Sekarang jika mengenang Bapak, yang kuingat adalah ketekunan beliau bekerja, serta semangat belajar beliau yang tak pernah padam hingga akhir hayatnya. Kegemaran beliau membaca buku menurun padaku sepenuhnya. Beliau nggak pernah mengajariku menulis, tapi dari hobi membaca itulah muncul kegemaranku untuk menulis. Aku bersyukur karena BI memiliki nilai nilai strategis Bank Indonesia, yang menyadarkanku untuk menjaga, menciptakan kredibiltas BI dengan perilaku kerja terbaik dan meningkatkan citra diri Pegawai bank sentral.

Bapakku adalah pahlawanku, I Love U Dad, semua karaktermu turun ke anakmu. Agus tetap agus yang dulu, yang keras kepala sepertimu, masih juga anakmu yang nurut tapi manja. Hanya sedikit karakter ibu yang menurun ke Agus, cerewet, care dan panikan.

Berbahagialah Bapak dialam akhirat, kami anak dan cucumu selalu berdo’a semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik untukmu di surga.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar