Tas adalah Wanita,
Wanita adalah Tas…. Itulah semboyan dari Mbak Delia Murwihartini owner “Tas Dowa”, yang memicunya untuk
terus berkarya membuat tas yang selalu diburu kaum hawa.
Sebuah kesempatan yang
jarang ditemui dapat mengunjungi tempat produksi dan juga showroom Dowa di Godean Yogyakarta. Tempatnya sangat inspiring
dan excited banget, bukan hanya
konsumen yang mau membeli tas diberi pelayanan terbaik, bagi driver yang membawa tamu pun dapat
menunggu majikannya dengan nyaman. Mereka disediakan tempat yang lengkap dengan
snack lokal dan air mineral secara
gratis.
Memasuki tempat Tas
Dowa yang pertama kali dikunjungi sudah pasti showroom, dimana terdapat banyak
sekali tas yang dipajang pada display
hasil produksi. Penampilan display ini sungguh menarik dan membuat kesan tas
dowa menjadi mewah dan glamour. Saat itu secara nggak sengaja aku melongok
kebelakang, ternyata disana terdapat ruangan produksi yang dihuni banyak
pekerja, lebih dari seratus orang.
Ada yang bertugas
menyiapkan benang nylon, membuat pola, menjahit, mengelem, merajut, memasang
resleting, memasang daleman, merangkai, pengecekan kulitas kulit, packing dan petugas supervisor (Pak Samidi) yang mengontrol hasil pekerjaan para
pegawainya. Supaya mutu tetap terjaga
dan penampilan dari barang yang dihasilkan nggak mengecewakan.
Apalagi pangsa pasar
tas Dowa sejak tahun 1994 s.d 2004 adalah ekspor ke Amerika dan Eropa, sehingga
pengerjaannya sangat detail agar tak ada barang yang sudah dikirim reject cetusnya. Yang dipakai sebagai
bahan dasarnya adalah nylon lokal yang mutunya terjamin, dilengkapi dengan hardware atau asesoris tas berbahan stainless agar tak mudah rusak atau
berkarat. Sejak tahun 2004 Dowa menancapkan kukunya kepasar dalam negeri.
Didalam negeri walaupun
harga tas ini terbilang lumayan mahal namun ternyata peminatnya cukup tinggi.
Mungkin ini disebabkan karena kulaitas yang baik dan setiap wanita tak hanya cukup memiliki satu buah tas, kaum hawa
harus menyesuaikan tas dengan aksesori lain. Wanita mana yang nggak kalap melihat tas Dowa. Modelnya cantik dan
uptodate, dibuat disebuah desa di kota Yogyakarta.
Siapa sangka, dari tangan-tangan orang desa-lah tas lokal ini bisa membawa nama
harum produk dalam negeri ke seantero dunia. Ternyata, tas Made in Indonesia pun nggak
kalah dengan tas ber-merk buatan
asing.
Tas dengan desain Yogya asli, sederhana, rajutan etnik,
unik, handmade warna-warna natural.
Tas Dowa sangat
bervariasi model dan warnanya. Untuk produk tas sendiri, Dowa memiliki beberapa
macam tipe tas, yaitu faith, great year,
grazie, optimist. Selain tas, dowa juga menyediakan aksesoris, scarf, dompet dan sebagainya.
Nama Dowa sendiri
diambil dari bahasa sansekerta yang artinya doa. Nama itu pun akhirnya sukses
mengantarkan pemiliknya menembus pasar global, disukai konsumen luar negeri. Di
Amerika, hasil karya pengrajin tas Dowa dipatenkan dengan merek “The Sak”, sementara
di Eropa tas rajut ini tenar dengan merek “The Read's”. Soal kualitas rajutan merupakan warisan nenek moyang yang memiliki nilai
artistik tinggi. Tak heran tas dengan merek dagang The Sak dan
The Read’s berhasil melanglang buana. Sementara tas dengan merek dagang Dowa,
lebih dikenal di pasar lokal.
Apa beda Tas Dowa dengan The Sak? Keduanya
hampir sama, hanya saja jika Dowa ada tambahan aplikasi logam dan kulit, The
Sak full rajutan so lebih natural. Peminat barang ini nggak bisa mendapatkan tas ini
sembarang toko, selain pembuatannya limited
edition, toko yang menjualnya juga terbatas. Hal tersebut justru menjadi
nilai tambah pada eksklusifitas tas rajut ini.
Bagi sebagian besar wanita, model
tas merupakan salah satu ajang untuk “pamer” segala sesuatu. Mulai dari dandanan, baju yang dikenakan,
sampai pada tas yang dibawa. Bagi kaum hawa yang gemar gonta ganti tas dengan berbagai merk, jenis, warna
dan model terbaru, tentunya sudah nggak sabaran ingin menambah lagi koleksi tas
dengan kualitas yang lebih bagus, mewah, unik dan menarik. Jika ngeluyur ke
Yogyakarta, jangan lupa mampir ketempat pembuatan tas ini. Kita diperbolehkan
masuk kedalam dapur, selain berbelanja kita pun disuguhi kudapan tradisional atau lebih kerennya jajan pasar. Jangan takut
kuno atau ndeso, justru model rajut selalu
uptodate. Daripada memakai produk
import atau pura-pura import, mengapa kita nggak memakai hasil karya bangsa
sendiri aja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar