Senin, 14 Juli 2014

Penyakit Merasa



Suatu ketika ada seorang karyawan pulang kerja. Ketika tiba di tempat parkir mobil di lantai dasar, dia terkejut plus lemas karena mobil yang dia parkir pagi hari raib. Dia cari area lain parkir kantornya, mobil tetap tak ada. Keliling-keliling di ruang parkir, tapi tetap mobil tak ditemukan. Dia tanya ke petugas keamanan parkiran juga tak mendapatkan hasil. Ia lalu mengusulkan ke petugas untuk melihat rekaman cctv yang terpasang di ruang parkir, siapa tahu terekam ke manakah mobilnya raib.
Lebih dari 4 jam bersama petugas keamanan menyimak rekamanan cctv. Nyatanya mobil yang dia maksud tidak juga nampak. Dan tidak ditemukan juga mobil yang dia maksud itu masuk parkiran gedung. Ternyata, dia hanya “merasa” membawa mobil, ternyata yang dia bawa hanya motor.
Penyakit “merasa” itu sangat berbahaya. Orang yang punya penyakit ini akan menampakkan dirinya seperti yang dia rasa, padahal faktanya tidak. Dia merasa kaya, padahal tidak. Karena dia merasa kaya, gayanya seperti orang kaya. Laganya seperti orang kaya. Seolah dirinya punya segalanya. Nyatanya, semua yang dia miliki sewaan belaka.
Orang yang merasa kaya sangat berbahaya terhadap keuangan diri dan keluarganya, termasuk bisnisnya. Dia seakan punya lebih sehingga jor-joran saat mentraktir teman-temannya. Padahal, bisa jadi uang yang dia punya hanya hasil pinjaman. Tak sedikit lho, ada orang yang berangkat umroh dan haji dengan dana pinjaman. Dia “merasa” mampu berangkat, padahal ketika meminjam itu pertanda tak punya.
Begitu juga dengan merasa pintar. Itu juga bahaya. Orang yang merasa pintar, berlagak sok tahu dan enggan menerima masukan. Di kantor ia menjelma jadi pribadi yang arogan. Dia ingin dipandang serba bisa, serba tahu. Padahal ilmunya tipis. Saat rapat ia ingin didengar banyak orang, ia keluarkan berbagai ide. Padahal idenya biasa-biasa saja.
Orang yang merasa hebat juga berbahaya. Dia merasa mampu melakukan banyak hal. Ternyata faktanya tak satu pun tugas yang diberikan kepadanya tuntas. Orang yang merasa hebat juga berakibat fatal pada perkembangan dan perubahan hidupnya.
Orang yang merasa hebat akan menghentikan dirinya untuk belajar dan meningkatkan kapasitas diri. Ujung-ujungnya dia akan menjadi pribadi yang berhenti. Dari dulu sampai sekarang sebenarnya kemampuannya begitu-begitu saja. Cuma karena dia merasa hebat saja, dia masih berkata banyak.

Orang yang merasa hebat juga akan jauh dari kebaikan, karena dia juga akan jauh dari pergaulan dan persahabatan. Dia menolak saat ada sahabatnya yang memberi masukan, dia merasa hebat nggak perlu nasehat. Dia juga terjauh dari hidayah, ketika diberi kritik, karena dia merasa hebat tak perlu masukan orang banyak.
Yang berbahaya adalah merasa itu pasangan kita, padahal bukan. Kan repot. Kita gandengan tangan, berdua ke mana-mana, karena merasa dia adalah pasangan kita. Padahal, faktanya bukan, menikah dengannya juga belum. Itulah faktanya yang saat ini sedang berpacaran.
Berhati-hatilah dengan penyakit “merasa”. Jika masih memilikinya, buanglah jauh-jauh. Agar hidup kita terjadi perubahan berarti menuju kehidupan terbaik.( Asep Supriatna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar