Minggu, 19 Januari 2014

Penjara Kebun Binatang

Beberapa tahun silam yang lalu saya pernah berkunjung ke beberapa universitas di Malaysia diantaranya Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), Universitas Malaya (UM), Universitas Teknologi Malaysia (UTM) dan terakhir ke Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia atau International Islamic University Malaysia (IIUM).
Pada suatu kesempatan, Rektor IIUM pernah berpidato tentang kisah anak unta. Alkisah dua ekor unta bercengkerama, Ibu unta dan anak unta. Anak Unta itu bertanya kepada ibunya, ”Ibu, Mengapa bulu mataku lebat dan lentik sekali ?. ”Dengan lembutnya Ibunya menjawab. “Itu untuk menghalau pasir ketika melewati padang pasir, nak.”

“Lalu bu, mengapa kakiku besar dan berkuku tiga ?” Sang ibu dengan sabarnya, menjulurkan lidahnya lalu membelai lembut si anak dengan kasih sayangnya. “Anakku kakimu yang besar dan berkuku tiga itu sebenarnya, saat kau berjalan melewati padang pasir. Dirimu mampu melewatinya, bahkan saat kau berlari sekalipun. Kau akan bisa berlari lebih cepat dibandingkan hewan-hewan lainnya di padang pasir.”
Sang anak sesaat berpikir dan terdiam. Kemudian dia bertanya lagi. “Kalau punukku ini mengapa besar, bu ?” Ibu Unta itu tersenyum, “itu untuk cadangan makanan kita agar tahan dalam perjalanan yang jauh dan lama, nak”. Mendengar jawaban sang ibu, ekspresi anak unta berubah menjadi pilu. Matanya mulai berkaca-kaca. Hatinya terasa remuk tercabik-cabik.
Ibunya terlihat bingung melihat anaknya yang menangis sesenggukan. “Kenapa kamu menangis, nak?”. “Aku ingin bertanya satu lagi, bu. Hal itu yang membuatku menangis…” suara anak unta itu terdengar parau sambil sesenggukan. “Tentu saja boleh. Apa yang kau tanyakan lagi, nak?”
“Dengan semua kehebatan yang kita miliki. Lalu untuk apa semua itu bu? Kalau kita ‘terpenjara’ hanya hidup di kebun binatang ini?” Mendengar pertanyaan anak unta tersebut. Sang ibupun tak kuasa untuk menahan tangisnya. Dia tak bisa menjawab. Mulutnya jadi kaku. Otaknya pun jadi beku. Namun hatinya mendidih. Hati sang ibu unta itu terasa lebih sakit daripada yang dirasakan anaknya.
Sobat, kisah ini sebenarnya memiliki pesan yang kuat. Kalau seandainya kita renungkan bahwa kedua unta itu, kita analogikan pada diri kita yang dianugerahi potensi besar, namun kenyataannya terpenjara oleh ‘kebun binatang’. Yaitu lingkungan dan pikiran kita sendiri. Padahal seperti halnya unta tersebut semestinya dapat melangkah jauh, dan memiliki potensi yang luar biasa. Bicara tentang potensi unta, sedikit saya berbagi fakta mengenai unta. Unta tidak terpengaruh oleh kondisi alam paling keras sekalipun.

Unta dapat bertahan hidup selama 8 hari tanpa air dan makanan, mampu mengangkut beban ratusan kilogram selama berhari-hari, unta mampu menutup lubang hidungnya sehingga pasir tidak dapat masuk. Bulu tebal yang tidak tertembus pada tubuh unta mencegah matahari padang pasir yang terik (suhu 50o) mencapai kulitnya bahkan unta dapat bertahan pada suhu serendah 50o .
Tapi, kemampuan hebat yang sesungguhnya tersebut tidak akan pernah keluar bilamana tidak digunakan pada habitanya yang keras. Kehidupannya telah dibatasi oleh lingkungannya. Begitu juga pada diri kita ini. Potensi kita yang luar biasa ini tidak akan pernah muncul. Apabila kita tidak terlibat langsung pada habitat yang keras. Atau kita tak pernah menghadirkan lingkungan yang cadas dalam kehidupan kita.
Memilih pada kehidupan aman dan nyaman. Hal itu sama halnya, hidup dalam ‘penjara kebun binatang’. Di dalam lingkungan pekerjaan, tak sedikit orang yang berpikir ”Ngapain kamu kerja keras seperti itu, kamu ngga bakal di promosikan kok ?” . ‘Penjara Kebun Binatang’ bisa berbentuk kondisi tubuh yang tampak terlalu normal. Dalam pandangan saudara kita yang Disabilitas , kondisi tubuh yang normal adalah kesempurnaan. Namun justru kenyataannya, mereka yang tampak normal kebanyakan tidak pernah mendatangkan karya dan prestasi.

Kenormalan bisa jadi membuat terlena dan masuk dalam ‘penjara kebun binatang.’ Normal namun karena alasan tingkat pendidikan yang rendah, kemiskinan, usia dan lain sebagainya. Bila kita belum keluar dari ‘penjara kebun binatang’ tersebut maka prestasi dan kemampuan kita yang sesungguhnya tidak akan tampak dalam aktivitas sehari-hari.

Lihatlah sosok Habibi Afsyah meski menderita penyakit Muscular Dystrophy , penyakit yang merusak saraf motorik di otak kecil yang membuat tubuhnya tak bisa berkembang sempurna sehingga tangan, kaki dan badannya mengecil, yang menyebabkannya ‘terpenjara’ karena harus selalu di kursi roda, namun Habibie tidak pernah menyalahkan kondisi fisiknya yang seperti itu bahkan justeru dia berkeyakinan bahwa itulah letak kekuatannya. Ia menemukan pekerjaan yang sesuai dengan passion-nya, yaitu dekat dengan komputer. Pekerjaan yang tak membutuhkan mobilitas yang tinggi, yang bisa dia kendalikan semua itu lewat kursi roda. Akhirnya dia dapat menjadi raja marketing online Indonesia dan telah menghasilkan ribuan dollar dan penghargaan dari berbagai pihak.

Anda yang pernah mendengar kisah Helen Keller. Dengan keterbatasan mata yang buta, tuli dan “gagu” sejak usia 2 tahun namun dia mampu lulus dari Harvard University dan menguasai beberapa bahasa asing. Bill Gates tidak menyelesaikan pendidikan sarjananya, namun mampu menjadi “raja” komputer dan orang terkaya di dunia.
Kalau mereka sudah berhasil keluar dari ‘penjara kebun binatang’ yang memenjarakan potensinya untuk berkembang pesat, bagaimana dengan anda ?(Tito Dewanto)


1 komentar:

  1. SELAMAT ANDA MENDAPATKAN UNDANGAN RESMI DARI SUMOQQ.ORG Kunjungi skrg Live Chat nya u/Info lbh Lanjut,Dan Dapatkan Jutaan Rupiah Dengan Cuma-Cuma BBM : D8ACD825
    Daftarkan Segera ID Hokimu Di SumoQQ.ORG ! WinRate Terbesar Untuk Semua Permainan Kartu Anda ! Min Depo Cuma 15RB !
    Pin BBM : D8ACD825

    BalasHapus