Selasa, 04 Maret 2014

Keteladanan

Suatu hari ada seorang ayah sedang memarahi anaknya yang baru berusia 10 tahun. Apa pasalnya? Sang anak yang baru kelas 4 SD itu ternyata berani merokok saat di jalan pulang sekolah. Kabar itu diketahui oleh orang tuanya dan sontak membuat mereka marah besar pada sang anak. Tidak hanya omelan dan kata-kata keras, sang anak bahkan kerap kena tamparan tangan sang ayah. Sang anak hanya terdiam dan menangis.
Di saat sang ayah sudah berhenti ngomel dan marah-marah, anak itu lalu berujar, “Pak, saya tahu saya salah. Tapi kenapa Bapak kok marah banget saat saya merokok? Saya kan belajar merokok dari Bapak!” Sang ayah hanya terdiam.
Ternyata, anak itu belajar merokok dari ayahnya sendiri yang kebetulan juga perokok berat. Saat berangkat sekolah ia ditemani ayahnya sarapan, sang ayah lalu merokok. Saat berangkat sekolah, ia diantar ayahnya pake motor, yang juga sambil merokok. Saat pulang sekolah, anak itu menjumpai ayahnya sudah pulang kantor juga sedang merokok.
Bagaimana bisa sang ayah melarang anaknya merokok sementara dia sendiri selalu memberi contoh merokok. Bagaimana bisa sang Ayah menjaga anaknya dari perilaku perokok, sementara dia sendiri memberi contoh bagaimana jadi perokok.
Itulah keteladan. Ternyata, untuk mengubah seseorang tidak cukup hanya dengan memberi nasihat, teguran atau bahkan hukuman. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa seseorang untuk melakukan perubahan memerlukan keteladan. Ya, contoh yang baik seperti apa dan bagaimana melakukan kebaikan itu sendiri.
Sayangnya, hari ini kita menjumpai dari keseharian tidaklah mudah untuk menemukan keteladanan. Di kantor, di rumah, di masyarakat bahkan dalam kehidupan bernegara sekalipun. Banyak orang hanya bisa berkata dan berpesan. Mengajak orang untuk melakukan kebaikan dan kemuliaan.
Namun, sangat disayangkan, banyak juga yang berututur kebaikan itu tidak berhasil memberikan contoh keteladanan bagaimana melakukan kebaikan. “Stop Korupsi!” Eh, yang terjadi malah makin marak. Bagaimana rakyat akan percaya pada mereka yang mengatakan hentikan koruptor, sementara dia sendiri melakukannya.
Apa pun profesi kita, ketika berkomunikasi berhati-hatilah. Kita yang jadi pemimpin, jangan hanya belajar menyuruh dan memerintah. Belajarlah juga untuk bisa memberi contoh dan teladan terbaik, yang jadi karyawan, jangan hanya bisa berbicara hujat sini hujat sana.
Belajarlah untuk memberi contoh terbaik bagi karyawan yang lain atau bahkan pada pimpinan sekalipun. Kita sebagai orang tua, jangan hanya pandai berpesan dan memberi nasihat. Jadilah orang tua yang juga pandai memberi contoh terbaik bagi putra-putri kita. Karena ternyata contoh keteladan akan jauh lebih berkesan dibandingkan dengan hanya kata-kata saja.
Yang berprofesi sebagai trainer, ustadz, guru, keteladan sangat penting. Audien Anda tidak hanya mendengar dan melihat apa yang kita tuturkan saat berhadapan. Mereka juga punya mata dan telinga di luar sana yang mamu mendengar dan melihat seperti apa sikap dan perkataan kita saat jauh dengan mereka.
Mereka juga akan melihat bagaimana sikap kita di rumah terhadap keluarga dan tetangga. Mereka juga akan mendengar bagaimana pribadi kita saat kita sedang bermu’amalah. Saat kita mengajak dan mengatakan kebaikan, benarkah kita juga melakukannya? Mereka juga akan menilai kita.
Apakah kita hanya pandai berututur, atau kah pandai juga memberi keteladanan. Dan keteladanan itu akan besar pengaruhnya dibandingkan jika hanya kata-kata saja. Semoga perubahan terjadi di sekitar kita karena kita tak hanya berkata-kata saja tapi memberikan contoh keteladan terbaik. Setuju? (Asep Supriatna)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar