Rabu, 04 Desember 2013

Ketika Seorang Ibu Menangis

“Perjuangan seorang ibu sebenarnya bukan pada saat ia mengandung dan melahirkan, tapi perjuangan sebenarnya terletak pada usahanya membesarkan anaknya setelah ia lahir”

Kemarin mataku benar – benar terbuka setelah melihat salah satu tayangan di televisi. Acara tersebut menceritakan tentang beberapa anak di dunia ini yang menderita penyakit – penyakit aneh yang membuat kehidupan mereka tidak senormal anak – anak lain bahkan dapat dikatakan hidup mereka menderita. Ada seorang anak yang menderita penyakit kelainan otak yang membuatnya mengalami ganggguan pertumbuhan sehingga tidak bisa berjalan dan berbicara. Untuk berkomunikasi dengan orang lain, gadis cantik ini hanya bisa menggunakan tatapan matanya saja.


Tak hanya itu, seorang bayi mengalami kelainan genetika dan terlahir tanpa sistem imunitas yang baik sehingga tubuhnya sangat rapuh. Saking rapuhnya ia tidak boleh disentuh bahkan dicium. Ibunya sangat bersedih dengan keadaan ini dan sedang menunggu donor sum–sum tulang belakang yang tepat bagi anaknya agar ia dapat mencium anaknya. Mendengar kisah ini hatiku pilu. Apa yang lebih diinginkan seorang ibu saat anaknya lahir selain memeluk dan mencium buah hatinya? Tapi apa daya saat anaknya lahir ia tak bisa mendekap putranya di dadanya demi keselamatan nyawa anaknya. Apa yang lebih perih selain melihat buah hati kita terbaring tak berdaya tanpa kita bisa menyentuhnya dan terpaksa hanya bisa melihatnya saja?

Untuk anak-anakku, tahukah kalian bahwa aku sangat ingin segera memeluk kalian, dan membisikkan doa di telinga kalian agar nantinya kalian bisa selalu sehat. Aku tak bisa membayangkan bila aku berada di posisi ibu - ibu yang aku ceritakan di atas. Akankah aku bisa tegar menghadapi cobaan di atas? Akankah aku kuat berada di samping kalian untuk tetap menjaga kalian sampai kalian dewasa nanti?

Bersyukurlah kalian para ibu yang saat ini masih bisa memeluk anak – anaknya, masih bisa mencium mereka dan menggendong mereka dengan rasa sayang. Ingatkah ketika mereka masih di dalam kandungan, kita selalu mengelus perut dan berkata kepada diri sendiri bahwa anda akan menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kelak jika mereka lahir. Masih ingatkah ketika mengandung mereka, kita selalu menjaga pola makan dan berusaha menjaga mereka agar mereka kelak terlahir dengan sehat? Syukurilah anak kita yang ada dalam buaian. Tetaplah tunjukkan wajah bahagia, bahkan ketika mereka sangat sakit jangan tunjukkan tangisan dan kekhawatiran. Karena kekuatan terbesar seorang anak ada pada orang tuanya. Sesakit apa pun mereka, sesedih apa pun mereka selama orang tua mereka tetap bersama mereka, mereka akan kuat dan tegar untuk menghadapinya.


Untuk anak-anakku, aku akan berusaha tegar demi kalian kelak. Aku akan berusaha untuk terus tersenyum bersama kalian. Jika kalian sakit dan bersedih aku akan berusaha untuk bisa memeluk kalian sambil terus tersenyum dan berkata bahwa semuanya akan tetap baik – baik saja. Bukankah seorang ibu harus tetap tegar dalam keadaan apa pun? Kalian tahu jika nenek kalian menangis ibu akan jengkel sekali, karena aku akan ikut menangis dan menjadi lemah setelahnya. Dan kuharap aku tak akan melakukan perbuatan serupa di depan kalian.

Jika seorang ibu melihat anaknya bersedih atau menangis maka ia akan turut bersedih. Tangisannya lebih menyedihkan dari sang anak karena air mata yang keluar dari matanya bersumber dari hatinya yang terdalam, karena bila anaknya bersedih maka separuh nyawanya sedang bersedih pula. Begitulah ibu, seorang wanita biasa yang lemah hanya karena tangisan anaknya namun tetap berusaha tegar demi anaknya jua.(Ima Lestari)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar