Senin, 09 September 2013

Witing Tresno Jalaran Soko Kulino

Ajang 17-an memang ajangnya teriak MERDEKA!!!
Terdengar lagu-lagu kemerdekaan berkumandang disana-sini, upacara bendera di sekolah-sekolah dan di kantor-kantor, tak lupa semua bangunan dihiasi ornament merah putih. Namun seberapa ‘merdeka’ kah ‘merdeka’ itu?

Kemerdekaan modern berbeda dengan kemerdekaan dimasa penjajahan. Pada masa penjajahan Indonesia menuntut kemerdekaan yang berarti bebas dari jajahan. Merdeka yang dilumuri darah dan serpihan tubuh dari para pejuang Indonesia. Sekarang ini, kemerdekaan yang benar-benar merdeka itu sebenarnya adalah chaos..

Kemerdekaan terhadap tirani, akan menimbulkan rusuh dan kerugian bagi masyarakat kecil. Memang selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kemerdekaan, tetapi apakah harganya harus sebesar itu? Kemerdekaan terhadap kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, menimbulkan rusuh dan degradasi etika masyarakat sehingga kadang pemimpin dikatakan bodoh, seperti kebo. Memang selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kemerdekaan itu, tetapi apakah generasi muda kita harus kehilangan moralnya dengan memperolok dan mempermalukan orang nomor satu yang tentu saja lebih tua di negaranya sendiri? Ini menunjukkan bahwa, hal-hal yang ‘benar’ jika dilakukan, tidak selalu ‘pantas’ untuk dilakukan.


Merdeka yang sejati adalah Merdeka yang bertanggung jawab. Deputi KPw kami dulu, pernah mengatakan bahwa kita telah dibayar mahal oleh Bank Indonesia. Dibandingkan instansi lain kita dibayar dengan pantas, bahkan berlebih. Kita mendapatkan bonus dan fasilitas-fasilitas yang wajib kita syukuri.Oleh sebab itu, ketika lembaga ini membutuhkan kita, kita harus selalu siap meskipun harus lembur, meskipun harus bekerja di hari libur.

Wow, males sih ya….
Kalau ada telepon dari kantor pada saat cuti, mungkin saya akan lebih memilih untuk mematikan HP atau lebih ekstrem lagi, memasukkan HP kedalam kuah sop seperti dalam iklan-iklan HP anti air (Namun karena sayang uang, saya tidak pernah benar-benarmelakukannya).

Tapi itu benar, tanpa menjadi munafik, jika kembali ke konsep Merdeka, tentu saya akan menuntut hak saya untuk beristirahat di hari libur, menghabiskan waktu di tempat-tempat wisata bersama keluarga pada saat cuti. Namun karena merdeka yang harusnya kita anut adalah merdeka yang bertanggung jawab, maka kita punya kewajiban yang besar bagi lembaga yang telah menghidupi kita selama ini.

Seandainya bisa, karena kemerdekaan menyampaikan pendapat itu,setiap kali ditanya mengenai tugas saya ingin menjawab:
Bos         : Mana bahan untuk rapat sore ini?
Saya       : Hmm, kasih tau gak ya?
Bos         : Loh, kamu ini gimana sih. Kan saya minta sebelum sore sudah harus jadi?
Saya       : Oh, jadi gue harus bilang WOW gitu?
Bos         : Kok kamu jawabnya seenaknya begitu?
Saya       : So? Masalah buat lo?
Bos         : %$&)@#$%^@................(lempar sepatu)
Kemerdekaan seperti itu bisa membuat kita ditendang dari BI dan berakhir di jalanan sebagai Bandar Togel.

Bekerjalah sesuai gaji dan berikanlah lebih. Jika memang kita digaji untuk bekerja dan terjaga semalaman, maka terjagalah. Jika memang kita digaji untuk bekerja walaupun di hari libur, maka lakukanlah. Dan jika kamu dibayar untuk menerima makian, maka terimalah dengan lapang dada, lalu  belilah boneka voodoo setelahnya (adegan berbahaya, jangan dilakukan tanpa bantuan instruktur).

Merdeka yang sejati adalah merdeka yang bertanggung jawab. Saya teringat ketika sewaktu kecil dan masih unyu-unyu, saya pernah mengikuti lomba 17-an, lomba mengisi air kedalam botol. Pada saat itu saya sudah mengisi separuh dari isi botol saya. Ketika melihat ke samping, botol teman saya ternyata sudah terisi lebih dari separo. Karena terus memperhatikan botol musuh, saya akhirnya ketinggalan dan kalah sehingga saya menjadi galau. Saya sempat terpikir untuk menyenggol botol musuh tersebut, namun karena tubuh anak itu lebih besar dan lebih beringas, niat itu saya batalkan.

Intinya adalah, terkadang kita melihat orang lain, kita melihat contoh yang sudah pakem dimasyarakat sehingga kita lupa kewajiban kita untuk melaksanakan pekerjaan kita hingga selesai. Padahal kemerdekaan yang bertanggung jawab membutuhkan tindakan yang dewasa.

Merdeka yang sejati adalah merdeka yang bertanggung jawab.
Minggu kemaren saya menonton Rumah Perubahan Rhenald Kasali. Diceritakan mengenai beberapa mahasiswa yang berhasil berangkat keluar negeri dengan biaya sendiri, backpacker ataupun menggunakan jasa tur. Mahasiswa-mahasiswa itu melihat banyak hal  yang baik maupun yang buruk di negara-negara asing tersebut, bahkan mereka sempat tersesat dan melihat sisi tergelap dari negara itu, namun pada akhirnya itu membuat mereka semakin rindu dan semakin cinta pada Negara mereka sendiri, Indonesia.

Sungguh luar biasa pemahaman generasi muda ini akan semangat nasionalisme. Saya, kalau ditanya apakah saya mencintai Indonesia? Dengan tingkat kemiskinan, tingkat korupsi, tingkat kejahatan yang semakin meningkat itu saya masih akan mengatakan: “Saya sangat, sangat mencintai Indonesia!“. Dan saya ingin menjadi bagian dari barisan yang akan membuat perubahan bagi  Indonesia, to make a change, to be the part of the change itself!

Itu dimulai dari hal kecil, hal kecil yang menjadi bagian dalam kehidupan kita sehari-hari. Bekerja jujur, tidak mengambil apa yang bukan hak kita, membeli produk dalam negeri dan sering-seringlah menonton film BIMA. BIMA? Benar Bima, ksatria Garuda, yang tayang di RCTI setiap pukul 08.30 WIB #promosi. Film Bima, memang meniru Film Kamen Rider buatan Jepang, namun film BIMA membuktikan kita juga bisa mengembangkan sebuah figur pemberantas kejahatan dalam negeri. Jangan biasakan anak-anak kita mengidolakan Spiderman atau Superman. Cintailah produk dalam negeri, tontonlah Bima. Berkat nonton Bima saya terinspirasi membela kebenaran dengan menjitak anak tetangga sebelah yang suka nyolong mangga di pohon depan rumah.

Benar bila dikatakan Negara kita masih korupsi, aparatur pemerintahan kita masih berantakan, kejahatan dan kemiskinan dimana-mana, harga BBM semakin melambung dan perekonomian semakin terpuruk, rakyat jauh dari sejahtera, dan kita masih belum merdeka. Mudah untuk mencari kelemahan Negara kita ini. Dari skala satu sampai sepuluh kita bisa menemukan seribu alasan untuk membenci Negara ini. Tapi kalau semua orang hanya menunjukkan letak kesalahan tanpa punya inisiatif untuk memperbaikinya, itu sama saja bohong. Kita harus berbuat sesuatu! Apapun itu, walaupun kecil akan berdampak besar. Talk is cheap, bicara itu gampang tapi untuk melaksanakannya lain cerita.

 Cintailah pekerjaan kita, cintailah rekan-rekan kerja kita, cintailah lingkungan kerja kita dan akhirnya cintailah Negara kita. Meskipun awalnya mungkin kita membenci suasana kerja kita, kita membenci situasi politik Negara kita yang semakin berkecamuk, namun seperti pepatah mengatakan “witing trisno jalaran soko kulino”  artinya “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya,”#loh, loh?

Salah, artinya yang benar adalah ‘cinta karena berawal dari kebiasaan,” maka kita pasti bisa mencintai lembaga yang telah lebih dulu mencintai kita, dan juga tentu saja mencintai Negara kita ini, Indonesia!

Bohong kalau ada orang Indonesia yang mengatakan kalau mereka lebih mencintai Paris, Amerika, Jepang atau Jerman hanya dalam sekali atau dua kali, atau tiga atau empat kali liburan. Jika hampir sepanjang hidupnya dihabiskan di Indonesia, after all these times, bagaimana mungkin kita bisa tidak mencintai Negara kelahiran kita ini, seperti kata Joy Enriquez dan Celine Dion dalam ost. Beauty and the Beast: “How Can I Not Love You?”

Witing trisno jalaran soko kulino, cinta karena berawal dari kebiasaan.
Bagaimana mungkin kita bisa melupakan rawonnya, baksonya, rendangnya, rica-ricanya, wayangnya, tari samannya, sepak sawutnya, suara gendang dan kecapinya, semua hal dan semua orang yang pernah kita temui. Mereka yang pernah kita cintai, semua orang yang juga pernah kita sakiti, semua yang akan mengingatkan kita akan kayanya keanekaragaman budaya dan memberikan kenangan mendalam selama kita berada di Negara ini. Jadi sekali lagi, bagaimana bisa kita tidak cinta pada Indonesia?

Merdeka sih boleh-boleh saja, tapi jangan lupakan tanggung jawab kita pada lembaga kita, pada orang-orang disekitar kita dan pada Negara kita. Cintailah pekerjaan kita, lembaga kita dan Negara kita ini. Merdekalah, dan bertanggung jawablah…… Merdekaaa cyinnnn!!!!!(Fetria Isai Saman)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar