Selasa, 13 Agustus 2013

De Javasche Bank Padang

          De Javasche Bank (DJB)  didirikan pada 24 januari 1828 oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia, sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Pada tanggal 29 Agustus 1864 DJB membuka kantor cabangnya di kawasan bisnis Muara Padang-Sumatera Barat. DJB cabang Padang adalah kantor cabang yang ke 3 setelah Semarang dan Surabaya, merupakan cabang pertama diluar Jawa. Gedung De Javasche Bank yang pertama di Padang terletak di Nipahlaan atu Jalan Nipah sekarang, di kawasan Pelabuhan Muaro di pinggir sungai Batang Arau, yang pada era kolonial dahulu merupakan kawasan yang ramai dengan aktifitas perdagangan. Semula bangunan itu adalah gudang militer Belanda sebelum resmi digunakan oleh DJB. Yang menjadi Direktur  pertama kalinya adalah A.W. Verkouteren.


          Tanggal 31 Maret 1921 De Javasche Bank melakukan pembangunan gedung baru, letaknya masih disekitar Nipahlaan diseberang gedung yang lama. Arsiteknya Hulswitt-Fermont-Cuypers Architechten & Engineeren Beureau. Gedung baru itu mulai dipakai tahun 1925.  Setelah Indonesia merdeka, pada 1 Juli 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.

         
          Pada tahun 1931 oleh Pemerintah Hindia Belanda didirikan Monumen Memorial W.H. de Greve didepannya untuk mengenang de Greve yang telah menemukan pertambangan batubara di Sawahlunto. Penemuan besar De Grevee tersebut juga berdampak besar pada pembangunan infrastruktur besar-besaran seperti jalan, jembatan, rel kereta api, pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur), sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya maka dinamakanlah taman di depan De Javasche Bank dengan Taman De Greve. Namun sayangnya monumen tersebut bernasib sama seperti sebagian besar monumen peninggalan Belanda lainnya di kota Padang yang telah hilang ditelan jaman. Diperkirakan monumen-monumen peninggalan Belanda tersebut dihancurkan pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 ~ 1945. Di tempat bekas lokasi monumen tersebut saat ini telah berdiri kokoh Jembatan Siti Nurbaya yang merupakan ikon Kota Padang. Jembatan ini membentang diatas sungai Batang Arau menghubungkan kawasan Muaro dengan kawasan Seberang Padang dan Gunung Padang, tempat dimana terdapat makam tua yang konon merupakan makam sang legenda Siti Nurbaya.


           Setelah dihoyak gempa pada tanggal 30 September 2009, Bank Indonesia melakukan konservasi terhadap gedung eks De Javasche Bank tersebut. Namun sesudah diresmikan pada tahun 2011 sampai kini belum diketahui penggunaannya untuk apa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar