Senin, 12 Agustus 2013

Good Bye Father, Blessed Life in Heaven

            Bapakku humoris, teliti, rapi, pekerja keras, dan sangat suka membaca. Sebagai pegawai yang disiplin, setiap pagi atau malam pada tahun 70-an beliau berangkat ke kantor tempat beliau bekerja dengan naik sepeda. Baju dan celana drill-nya selalu dikanji dan disetrika dengan lipatan yang rapi. Supaya bajunya awet, dan bagian leher tidak cepat kotor oleh keringat, beliau selalu mengenakan saputangan yang dilipat dua menjadi bentuk segitiga untuk melapisi tengkuknya. Ujung-ujungnya saputangan itu kemudian diikat di leher bagian depan. Gaya deh, kayak koboi. Properti kerja beliau adalah topi fieldcap warna putih, dan tas ransel yang digantungkan di planthang sepeda. Oh ya, supaya irit, beliau juga selalu membawa makan siang dari rumah, biasanya hanya dengan lauk tempe saja. Selain karena nggak punya cukup uang, dan di jaman itu rakyat Indonesia belum semakmur sekarang, orang Jawa memang nggak menganggap penting makan enak. Tempe dan tahu adalah lauk paling populer.



            Bapak sangat suka mendengarkan radio. Yang didengarkan tentu saja RRI. Selain itu, beliau juga gemar lagu-lagu keroncong dan klenengan apalagi dangdut. Kadang-kadang beliau rengeng-rengeng, menyanyi pelan-pelan. Lagu kesukaan beliau adalah “Keroncong Jembatan Merah”. Kalau ada siaran wayang, sering beliau mendengarkan semalam suntuk.

            Semangat belajar ayahku sangat tinggi, walaupun cuma lulusan sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA). Terlihat dari koleksi buku-bukunya yang penuh hampir satu lemari. Dari mulai yang buku bersifat sosial sampai politik-pun dilahapnya. Bapak memang tak sekolah tinggi tapi dari belajarnya yang otodidak banyak ilmu yang telah dikuasainya. Beliau meninggal, yang diwariskan kepada kami hanya buku. Rencananya buku itu akan kusumbangkan ke sekolahnya dulu yaitu PGA di kampung Kecil Kebayoran Lama, walaupun buku tua dan usang tapi ilmunya nggak luntur dan masih up to date.



            Bapakku meninggal dalam usia yang sudah cukup tua 71 tahun, setelah 15 tahun pensiun. Beliau menderita sakit stroke, jantung, paru –paru dan kencing manis. Bapak cuma seorang pegawai rendahan dikantornya tapi dia merasa kuat fisiknya, sehingga sakit flu, demam dan masuk angin tak pernah dirasakannya. Padahal fasilitas pengobatan di tempatnya bekerja sangat baik, namun karena bapak tak pernah memperhatikan kondisi kesehatannya akhirnya penyakitnya menggerogoti sampai menahun, dan penyakitnya susah untuk diobati. Yang membuat bapakku sangat sedih dan tertekan batinnya adalah penyakit stroke yang menyerang kelumpuhan dibagian kanan. Bisa dibayangkan. bapakku yang sangat suka berolahraga terutama jalan kaki, pada saat itu tak dapat melakukan aktifitas fisiknya.

            Mental yang down karena kehilangan kemampuan menggerakan tubuh membuat kondisi fisik bapak menurun, dan penyakit jantung, diabetes dan infeksi paru-paru semakin ganas menggerogoti tubuh beliau. Setelah diopname sekitar satu bulan setengah di Rumah Sakit Bintaro, akhirnya bapakku wafat. Adik-adikku yang waktu itu lagi pada sibuk dengan urusan rumah tangganya, semua menunggui bapakku hingga menutup mata.



            Sekarang, jika mengenang bapak, yang kuingat adalah ketekunan beliau bekerja, serta semangat belajar beliau yang tak pernah padam hingga ke akhir hayatnya. Kegemaran beliau membaca buku menurun padaku sepenuhnya. Beliau nggak pernah mengajariku menulis, tapi dari hobi membaca itulah muncul kegemaranku untuk menulis apa yang ada di hati dan kepalaku. Bapak tercinta, semoga Allah SWT menempatkan-mu di tempat yang sebaik-baiknya di sisi-Nya. Amin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar