Senin, 12 Agustus 2013

Masjid Ganting

          Masjid Ganting merupakan mesjid tertua di kota Padang-Sumatera Barat yang pada awalnya didirikan sebagai sarana pemersatu 8 suku yang ada di kota Padang. Masjid ini juga pernah menjadi pusat pergerakan perjuangan kemerdekaan tahun 1945. Masjid Ganting berlokasi di pusat kota Padang, di wilayah yang padat dikelilingi rumah-rumah penduduk. Di jantung kota seperti itulah, suara azan terdengar mendayu-dayu,  menaranya yang menjulang ke langit biru, laksana nyanyian ombak memanggil umat bersujud kepada Sang Pencipta.




          Masjid Ganting, didirikan sekitar tahun 1775. Bertepatan dengan dibangunnya pelabuhan Emahaven, atau pelabuhan yang kini terkenal dengan nama Teluk Bayur, pada mulanya masjid terletak di kaki Gunung Padang, kemudian dipindahkan ke tepi Sungai Arau, karena Belanda hendak membuat jalan ke Teluk Bayur, terakhir masjid dipindahkan ke lokasi yang sekarang. Masjid yang memiliki dua menara dan satu kubah utama ini memiliki 8 pintu, dengan tiang penyangga masjid berjumlah 25 buah sesuai jumlah nabi dan rosul. Nama ke-25 orang rasul itu diukir dengan kaligrafi huruf arab.




           Masjid ini termasuk kuno karena selain dibangun pada beberapa ratus tahun yang lalu memiliki ciri-ciri khas bangunan kuno yaitu berdenah persegi panjang, mempunyai serambi di depan atau di samping ruang utama, mihrab dibagian barat, pagar keliling dengan satu pintu utama, dan beratap tumpang.  Masjid Raya Ganting memiliki halaman yang luas dan menjadi kebanggaan masyarakat sebab selain menjadi tempat ibadah, pada tahun 1942 Masjid Raya Ganting menjadi tempat persinggahan Bung Kamo dan Bung Hatta setelah Dwi tunggal itu kembali dari masa pembuangannya di Bengkulu. Keduanya shalat di masjid ini dan bermalam di rumah Datuk Marah Alamsyah yang terletak persis di belakang Masjid Ganting.




          Ketika gempa bumi melanda Kota Padang 30 September 2009 lalu, sebagian bangunan terlihat rusak terutama dibagian renovasi yang dilakukan tahun 2000-an oleh pengurus mesjid. Bangunan masjid bersejarah ini dihiasi dengan seni hias Eropa seperti ukiran piala pada entablature dinding sisi luar, parapet (tiang-tiang kerdil), panil-panil yang berhiasan lubang kunci. Dinding bangunan bagian dalam dihias dengan pilaster sederhana. Sedangkan dinding sebelah timur dihias pilaster berbentuk order doric kembar bergalur. Lantai dengan ubin yang dibuat dan dipasang pada jaman belanda mash asli, Seni hias tradisional juga menghiasi bangunan masjid bagian atap berbentuk tumpang. Pada setiap tumpang dibatasi dengan panil-panil kayu berukir bermotifkan ukiran Minangkabau. Pada setiap ujung atap tumpang terdapat hiasan antefik, sedangkan pada bagian mustoko terdapat hiasan bulan bintang yang menunjukkan pengaruh Islam. Perpaduan gaya Eropa dan tradisional tersebut menguatkan keberadaan masjid tersebut dibanding bangunan lain yang memadati kawasan Ganting.




       Kalau kita berbicara hal-hal yang tua dan kuno yang terbayang dalam pikiran kita adalah sesuatu yang rapuh, reyot, dan ketinggalan zaman. Namun, tidak untuk bangunan yang satu ini. Walaupun bangunan masjid ini kuno, Masjid Raya Ganting termasuk dalam 100 masjid terindah di Indonesia. Masjid Raya Ganting terpilih sebagai salah satu Masjid terindah di Indonesia, hal ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan bentuk arsitektur serta nilai sejarah yang dimilikinya. Hingga kini Masjid Raya Ganting sering dikunjungi pejabat dan tamu negara beragama Islam jika berkunjung ke Padang dan objek wisata sejarah bagi wisatawan asing.(bujanglanang)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar