Senin, 19 Agustus 2013

F a i s

          Saat aku masih di bangku SMA, Fariz Rustam Munaf atau “Fais” panggilan sehari harinya adalah salah satu artis yang aku kagumi. Posternya bersama dengan poster The Beatles adalah poster artis yang menempel di dinding kamarku. Aku juga mengkoleksi kaset hampir semua album maupun single-single kompilasinya dengan musisi lain. Salah satu penampilannya di TVRI saat itu yang takkan pernah aku lupakan, adalah ketika ia menyanyikan lagu Nada Kasih, berduet dengan Neno Warisman. Saat itu Fais memakai setelah jas putih, terlihat tampan dan gayanya macho, membawa setangkai mawar, dan dalam keremangan kabut, muncul dengan langkah pasti mendekati sofa disebelah piano, di mana Neno Warisman duduk. Aku yang masih ABG langsung terpana, merasa bahwa yang duduk di sofa itu diriku sendiri, dan setelah itu Fais mendekati piano dan main piano hingga lagu usai.


           Menurutku Fariz adalah seseorang yang dilahirkan untuk bermusik, dia seorang pemusik atau seniman musik yang nggak bisa dibuat atau dipersiapkan. Musik yang lahir dari dirinya adalah karya yang dihasilkan melalui kontemplasi yang hanya dia dan Tuhan yang tau. Mengamati karya karyanya, misalnya Asmara Perdana tentu akan memberikan pedengar lagunya suatu pencerahan tentang makna sakral dari yang namanya cinta pertama, melalui alunan nadanya yang melankolik.  Lagu itu bisa memisahkan sudut paling gelap dan rahasia dari seorang Fariz. Apapun itu, dia merupakan sosok musisi yang tak bisa ditampik perannya. Fariz enggan dikenal sebagai artis. Ia adalah seorang seniman, pelakon seni serba bisa. Fariz adalah seorang penyanyi, pencipta lagu, penata musik, kibordis, drummer, gitaris, bassis, produser, bahkan juga pelukis. Fariz RM adalah salahsatu perevolusi musik Indonesia, melangkah ke seberang menuju pembaharuan.

          Di saat tren musik di negeri ini masih terbuai dalam balada yang mendayu-dayu, Fariz malah menawarkan konsep musik yang danceable ala Earth Wind & Fire dengan penonjolan pada aransemen brass section sebagai aksentuasi dan teknik bernyanyi falsetto. Setahun kemudian, Fariz R.M. membentuk grup Transs, yang personelnya antara lain Erwin Gutawa, pemusik yang sekarang banyak dikaitkan dengan aransemen berbau orkestral. Dengan Transs, Fariz menawarkan konsep musik fusion, yang akhirnya membuat sejumlah grup musik terinspirasi untuk menggarap musik fusion, yang memadukan jazz dan rock. Transs adalah grup yang maunya beridealisme tinggi. Ini terlihat dari kalimat yang tertera pada sampul album Transs, Hotel San Vicente (1981): "pembaharuan musik Indonesia dalam warna, personalitas, dan gaya". Boleh jadi kalimat itu berkonotasi gagah-gagahan belaka. Namun patut diakui, sejak pemunculan Transs, mulailah muncul grup-grup fusion seperti Krakatau, Karimata, Emerald, dan lain-lain.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar