Selasa, 20 Agustus 2013

Makan

          Pelajaran yang terkandung dalam kalimat itu sebenamya adalah pemahaman tentang fungsi makan dalam kehidupan. Bahwa makan itu sebenamya adalah kebutuhan untuk hidup, bukannya hobi atau gaya hidup. Dengan kata lain, kita sering mendengar jargon ini Makanlah untuk hidup. Bukannya hidup untuk makan.

          Ini perlu dipikirkan, terutama di era modern ini karena fungsi makan telah bergeser dari fungsi sesungguhnya. Tadinya, makan dan minum itu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk mencukupi gizi dalam tubuh sehingga bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang lebih produktif. Namun, kebanyakan orang justru menempatkan aktivitas makan itu sebagai kegiatan konsumtif. Bukannya untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat melainkan justru ‘membuang’ manfaat.


          Coba perhatikan berapa banyaknya waktu dan energi terbuang untuk mengurusi makanan. Ketika seseorang menempatkan makan, sebagai aktivitas konsumtif, maka dia telah terjebak dalam pusaran aktivitas yang menyita banyak waktu dan energinya, sekadar untuk makan. Dia memulainya dengan berpikir untuk makan enak hari ini. Sehari tiga kali. Setelah itu dia akan mencari tempat untuk makan yang dia anggap enak itu. Atau jika tak mencari di rumah makan, dia harus menyiapkan beli bahan-bahan untuk memasak sendiri. Setelah itu, dia habiskan waktu untuk makan, karena ia nggak ingin melewatkan suasana makan yang memang telah dia idamkan kenikmatannya, biasanya mereka tidak menyadari bahwa makanan yang dimasukkan ke dalam tubuh nya telah melewati takaran wajar.

          Kalau hal demikian ini kemudian menjadi kebiasaan dan gaya hidup, maka ia telah terjebak pada pola makan yang kurang baik. Jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuhnya terlalu berlebihan, komposisinya nggak bagus, ritme pencemaan terlalu berat membebani fungsi tubuh. Yang terjadi selanjutnya adalah ketidakseimbangan yang berujung pada kondisi sakit setelah sekian tahun kemudian. Sekali lagi orang mengeluarkan energi tambahan untuk mengeluarkan biaya pengobatan dan waktu yang tak sedikit untuk mengurusi efek makan yang kurang baik polanya. Apalagi, jika sakit itu menjadi kronis. Kita mesti bolak balik masuk rumah sakit atau ke dokter keluarga. Betapa banyak energi dan waku terbuang hanya untuk megurusi makan dan akibat daripada pola makan yang tak baik itu.

          Pola makan produktif itu hanya bisa terjadi jika sejak dari niat atau motivasiya sudah benar. Yaitu, bahwa makan bukan diposisikan sebagai tujuan melainkan sekadar fasilitas atau cara mencapai tujuan. Namun demikian, bukan berarti kita nggak menikmati makanan dan suasana makan itu sendiri. Yang perlu ditekankan disini adalah persepsi yang ‘proporsional dan jernih’ dalam menyikapi ‘kenikmatan’ yang seringkali menjebak masuk ke dalam penderitaan itu.

          Seseorang harus memahami dan menyadari kondisi tubuhnya sendiri. Bahwa tubuh sudah memiliki alarm yang sangat canggih. Jika kondisi tubuh mengalami penurunan tertentu, maka ia akan ‘membunyikan alarmnya’. Termasuk ketika kekurangan gizi dalam tubuh, maka badan akan membunyikan ‘alarm’ lapar. Sadarilah bahwa makan yang baik adalah ketika badan telah membutuhkan. Jadi ukurannya adalah ‘kebutuhan’ bukan keinginan. Sebab kalau sekedar keinginan kita bakal terjebak pada hawa nafsu yang tidak pernah ada batasnya. Hawa nafsu mendorong menuju pada kehancuran dan penderitaan. Sedangkan pemenuhan ‘kebutuhan’ bakal membawa pada keseimbangan yang bersifat alamiah. Meskipun masih ingin makan, kalau perut sudah terasa kenyang, hentikanlah. Sebab jika ‘alarm kenyang’ ini tak digubris akibatnya bisa membahayakan kesehatan kita sendiri.

          Efeknya mulai dari tak efisien dan tak efektifnya pencemaan, lantas diikuti dengan metabolisme yang tidak sempuma, sampai akhimya terjadi penumpukan zat-zat racun di seluruh jaringan dalam tubuh. Kekenyangan juga berakibat pada nggak efisiennya proses berpikir. Dalam konteks inilah Tuhan menghendaki agar umatnya bisa merasakan gerak alamiah yang terjadi di dalam tubuhnya maupun di lingkungan sekitarnya. Karena di dalam mekanisme alamiah itu terdapat kunci keseimbangan, kesehatan, dan keberhasilan hidup. (Yuari)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar